Jakarta (ANTARA News) - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai masa jabatan wakil presiden tidak perlu dibatasi karena wakil presiden dalam teori ketatanegaraan bukan sebagai pemegang kekuasaan.
     
"Karena dalam sistem konstitusi kita pemegang kekuasaan itu adalah Presiden, yang dalam menjalankan kewenangannya presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden," kata Refly menanggapi gugatan Perindo ke Mahkamah Konstitusi, di Jakarta, Kamis.
     
Menurut dia, peran wakil presiden di Indonesia hanya sebagai pembantu presiden. Bahkan dalam kemerdekaan, sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pernah menginisiasi tiga Wakil Presiden, namun seiring berjalannya waktu kemudian menjadi satu Wakil Presiden dibantu oleh Menteri-menteri.
     
Ia menjelaskan, yang membedakan wakil presiden dengan para menteri adalah wakil presiden sebagai pembantu khusus dalam pengertian kalau presiden berhalangan, maka kemudian sang pembantu inilah yang akan jadi Presiden sampai habis masa jabatan.
     
Namun, lanjut dia, pembatasan terhadap jabatan presiden harus tetap dilakukan dua periode mengingat adanya trauma masa lalu ketika Bung Karno dan pak Harto memegang kekuasaan secara otoriter sehingga perlu ada pembatasan kekuasaan.
     
"Jika MK mengambil tafsir demikian maka dengan sendirinya Wakil Presiden tidak perlu dibatasi," ucapnya. 
     
Di tempat yang sama, Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis meyakini gugatan uji materi Pasal 7 UUD 1945 yang diajukan Partai Perindo dengan Wapres Jusuf Kalla (JK) sebagai pihak terkait akan dikabulkan Mahkamah Konstitusi.
     
Ia menilai langkah JK mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan tersebut sudah tepat agar ada kepastian mengenai masa jabatan Wapres.
     
Ia berpendapat gugatan uji materi yang dilayangkan JK merupakan hak setiap warga negara dan langkah yang baik demi memberikan kepastian hukum.
     
"Sejak awal saya berpendapat bahwa ini bagus. Bagus karena untuk memberikan kepastian hukum. Dan kalau Anda cek dalam konstitusi kita, kepastian hukum itu merupakan hak warga negara. Hak asasi warga negara. Anda suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, teks Pasal 7 itu banyak menemukan masalah," jelasnya.
     
Mengenai adanya gugatan ini membuka peluang JK bisa kembali maju menjadi cawapres, kata dia, itu soal lain. Hal paling pokok dari gugatan ini ialah untuk mencari penegasan apakah pasangan capres dan cawapres yang diusung parpol itu memiliki batas waktu dua kali periode berturut-turut atau tidak harus berturut-turut.
     
"Ini harus di clear-kan. Yang bisa melakukan itu hanya melalui MK," tuturnya.
 

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018