Keluarga sebagai salah satu pilar dalam tri pusat pendidikan memiliki peran yang signifikan dalam mendukung keberhasilan pendidikan nasional.
Padang (ANTARA News) - Di lingkungannya, Sawiri hanya seorang pria biasa yang sehari-hari berprofesi sebagai pengayuh becak, namun di keluarga ia adalah sosok ayah hebat yang berhasil mendidik putri tercinta, Herayati.

Keterbatasan ekonomi yang dihadapi tak menjadi penghalang bagi pria yang beraktivitas melayani penumpang di Perumahan Krakatau Steel Cilegon Banten itu dalam menyekolahkan putrinya hingga kuliah di salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB).

Sawiri layak bangga karena Herayati berhasil lulus dari program studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung.

Meraih predikat cumlaude dengan indeks prestasi kumulatif 3,77 pada wisuda III tahun akademik 2017/2018, bagi Herayati sosok yang terus memotivasinya adalah kedua orang tuanya.

Kendati hidup mereka pas-pasan namun ayah dan ibu terus mendorong putrinya agar bisa menamatkan pendidikan tinggi tersebut.

Kini ia pun terdaftar sebagai mahasiswa program fast track program studi Kimia ITB sehingga kuliah S1 dan S2 ditempuh hanya dalam waktu lima tahun.

Lain lagi kisah Suharni (54), seorang guru honorer yang berhasil menyekolahkan lima putrinya hingga ke perguruan tinggi, bahkan anak pertamanya meraih gelar doktor di Jepang.

Berstatus sebagai orang tua tunggal secara logika sulit baginya untuk dapat membiayai pendidikan lima putrinya, namun berbekal keyakinan kepada Allah, lima putrinya kini telah menjadi sarjana.

Guru honorer di SMK Muhammadiyah 6 Gemolong, Sragen, Jawa Tengah, itu tidak pernah membayangkan bisa menjadikan semua putrinya kuliah pendidikan tinggi apalagi sejak suaminya Slamet meninggal dunia pada 2005.

Setelah suaminya meninggal dunia untuk mencukupi biaya hidup bersama lima putrinya Suharni membuka toko kelontong di depan rumahnya.

Kendati penghasilannya tidak seberapa ia beruntung masih ada sepetak sawah peninggalan almarhum suami yang ditanami padi dan sayuran di pematangnya.

Setelah pulang mengajar, toko kelontong itu baru ia buka sembari membuatkan soal untuk anak-anak didiknya. Putri Suharni yang sudah kuliah pun ikut membantu ibunya dengan mengajar les.

Tak hanya bekerja keras Suharni juga memperbanyak doa lewat shalat malam memohon pertolongan Allah agar dimudahkan rezekinya.

Doanya terjawab, karena putrinya mendapatkan beasiswa dan akhirnya Retno putri pertamanya berhasil menyelesaikan kuliah di Institut Pertanian Bogor.

Kebahagiaan Suharni makin paripurna saat Retno mendapatkan beasiswa melanjutkan kuliah ke Osaka University Jepang hingga meraih gelar doktor.

Ternyata tantangan yang dihadapi Suharni untuk menyekolahkan putrinya tidak hanya sebatas mencari biaya, namun juga harus berjuang menghadapi cemoohan dari tetangga yang memandang apa yang dilakukan untuk membiayai pendidikan lima anak adalah hal mustahil.

Kini putri keduanya Novia Dyah Kusuma Dewi telah lulus dari Universitas Sebelas Maret Solo, putri ketiga Agustin Ayu Kusumawati juga telah tamat Universitas Diponegoro Semarang.

Sedangkan putri keempat Yuliana Dyah Kusumawardani lulus kuliah di Universitas Sebelas Maret Solo dan putri kelima Janita Dyah Kusuma Ratna kuliah di Universitas Diponegoro Semarang.

Kini selain si sulung yang telah bergelar doktor dua putrinya juga telah menjadi aparatur sipil negara sebagai guru di Depok dan Jakarta.

Sementara di Yogyakarta Teguh Suparman (56) hanya seorang satpam di Universitas Gadjah Mada, namun anak sulungnya Retnaningtyas Susanti berhasil meraih gelar doktor (S3) di kampus tersebut.

Teguh yang bertugas menjaga keamanan di salah satu kampus terbaik di Indonesia itu sejak awal memang bercita-cita agar anaknya bisa kuliah di UGM.

Untuk memenuhi biaya pada malam hari Teguh berdinas di kampus dan paginya sebagai sopir atau kondektur guna mencari penghasilan tambahan.

Tak hanya Sawiri, Suharni dan Teguh, perjuangan berat juga dihadapi Afifah Nur, ibu dari Allafta Hirzi Sodik alias Zizi dalam mendidik anaknya yang menyandang tuna netra sejak lahir.

Pada pembukaan Asian Paragames 2018 Zizi yang berusia delapan tahun tampil memukau memainkan piano sembari membawakan lagu Heal The World.

Penampilan Zizi membuat merinding penonton karena dibalik keterbatasan yang dimiliki ada bakat luar biasa yaitu suara yang merdu dan kepiawaian bermain piano.

Zizi yang lahir prematur pada usia kandungan lima bulan karena pendarahan menderita gangguan syaraf mata stadium lima sehingga mengalami buta permanen.

Akhirnya sang ibu mengenalkan Zizi dengan piano sejak usia tiga tahun hingga mendapatkan beasiswa untuk bidang vokal dam musik.

Bakat Zizi kian terasah setelah mendapat beasiswa piano secara ekslusif dipandu langsung Elis Widiastri lulusan Netherland Music Consevatory.

Sementara Nurjani (63) yang sebelumnya hanya berprofesi sebagai buruh cuci di Kabupaten Fak-Fak Papua Barat patut bangga karena delapan anaknya terbilang sukses.

Putra keduanya Bahlil Lahadalia kini pun menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Pengusahan Muda Indonesia (Hipmi) pusat.

Di tengah himpitan ekonomi Nurjani tetap semangat dan berkomitmen untuk menyekolahkan anaknya hingga SMA dan jika ada yang hendak kuliah disuruh mencari biaya sendiri.

Untuk membiayai pendidikan anaknya Nurjani menjalani profesi sebagai tukang cuci dan gosok baju di rumah yang membutuhkan dan untuk biaya sehari-hari ia membuat aneka kue dan jajanan pasar.

Selain itu anak-anak dimintanya membawa kue buatannya untuk dijual ke warung sekolah dan ke tetangga.

Di tengah keterbatasan tersebut Nurjani selalu mengingatkan anaknya tidak meminta bantuan kepada saudara atau tetangga termasuk melarang anaknya makan di rumah orang lain.



Peran Keluarga

Pada malam puncak Apresiasi Pendidikan Keluarga 2018 yang digelar di Jakarta 25 Oktober 2018 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan penghargaan kepada 10 orang tua hebat yang dinilai berhasil mendidik anak-anaknya di tengah keterbatasan yang dimiliki.

Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy keluarga dan orang tua merupakan pendidik utama sehingga peran aktif dan pelibatan orang tua dalam pendidikan anak adalah suatu keharusan.

Ia menekankan pentingnya peran aktif orang tua dalam pendidikan anak di satuan pendidikan, sehingga mendukung terbentuknya insan dan ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter.

"Keluarga sebagai salah satu pilar dalam tri pusat pendidikan memiliki peran yang signifikan dalam mendukung keberhasilan pendidikan nasional," ujar dia.

Ia menyampaikan setiap keluarga punya cara sendiri dalam mendidik anak yang berasal dari lingkungan masing-masing dan belum tentu jika cara serupa dipraktikan di keluarga lain akan berhasil.

Oleh sebab itu pola asuh terbaik adalah pola asuh yang telah menjadi tradisi dalam keluarga masing-masing, silakan ambil pelajaran dari orang tua lain yang berhasil dalam mendidik anak, namun tidak boleh ditiru secara menyeluruh.

Selain itu ia menyampaikan saat ini pemerintah tengah fokus mencegah stunting atau keterlambatan tumbuh kembang dan anak serta keluarga memiliki peran strategis.

Stunting itu tidak hanya keterlambatan pertumbuhan secara fisik, namun banyak juga dijumpai di keluarga yang mampu secara ekonomi.

Ia menemukan ada anak yang secara fisik terlihat sehat namun perkembangan otaknya terlambat dan ini jauh lebih berbahaya.

Untuk itu orang tua harus memiliki pemahaman yang baik soal gizi, tumbuh kembang, pengasuhan agar lahir generasi yang cerdas dan berkualitas.*


Baca juga: Anak-anak berprestasi tetap terus dibantu jangan berhenti pada penghargaan

Baca juga: KPAI: sindikat narkoba mengincar anak berprestasi





 

Pewarta: Ikhwan Wahyudi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018