Yogyakarta (ANTARA News) - Sistem pembiayaan pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) perlu diarahkan pada penggunaan sistem fully funded agar dapat menghemat dana negara, kata pakar administrasi negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Sofian Effendi di Yogyakarta, Minggu. "Harus ada reformasi sistem dana pensiun agar dana pensiun dapat dikelola dengan benar, dana pensiun seharusnya berasal dari iuran bulanan PNS dan pemerintah sehingga tidak memberatkan APBN," katanya kepada ANTARA News. Ia mengatakan, terdapat dua alternatif sistem pembayaran dana pensiun yang bisa dilakukan yaitu pay as you go dan fully funded. pay as you go adalah sistem pendanaan pensiun di mana biaya untuk pembayaran pensiun dipenuhi secara langsung oleh pemerintah melalui APBN pada saat pegawai memasuki masa pensiun. Sedangkan fully funded adalah sistem pendanaan pensiun di mana besarnya dana yang dibutuhkan untuk pembayaran pensiun pada masa datang dipenuhi dengan cara diangsur secara bersama-sama melalui iuran PNS sebagai pekerja dan pemerintah sebagai pemberi kerja selama PNS masih aktif bekerja. Dengan fully funded, PNS membayar iuran sebesar empat persen dari gaji pokoknya per bulan, sedangkan pemerintah sebesar dua kalinya atau delapan persen dari gaji pokok PNS. Apabila dikelola dengan baik dana yang terkumpul selama 30 - 40 tahun akan cukup untuk membiayai pensiun PNS tanpa memberatkan APBN. Ia mengatakan, struktur gaji PNS di Indonesia menunjukkan bahwa gaji pokok PNS hanya sekitar 50 persen dari keseluruhan penghasilannya, akibatnya premi pensiun dari setiap PNS relatif kecil. "Kondisi tersebut ditambah dengan tidak dilakukannya kewajiban pemerintah untuk membayar kewajibannya sebesar delapan persen per bulan sejak 60 tahun lalu, sehingga akumulasi premi PNS saat ini tidak lebih dari Rp20 triliun," katanya. Akibatnya pemerintah sekarang harus "nombok" melalui dana dari APBN dalam jumlah besar untuk membayar pensiun PNS. "Dengan sistem fully funded yang dilakukan dengan benar, pembiayaan pensiun PNS tidak akan membebani APBN sehingga tidak perlu mengambil hutang luar negeri," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007