Selat Lampa, Kepulauan Natuna (ANTARA News) - Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, meresmikan pendirian serta pengoperasian Satuan TNI Terintegrasi Natuna, di tepi Selat Lampa, Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Selasa. 

Secara simbolik, pengukuhan satuan baru TNI itu ditandai dengan penandatanganan tiga prasasti yang disaksikan Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Andika Perkasa, Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Siwi A Sukma, dan Kepala Staf TNI AU, Marsekal TNI Yuyu Sutisna. 

Pada upacara peresmian yang juga dihadiri sejumlah pemimpin formal, di antaranya Ketua Komisi I DPR, Abdul H Almasyhari, sejumlah persenjataan dan sistem senjata TNI dihadirkan, beserta personel gabungan dari tiga matra TNI. 

Arah hadap lokasi dan dermaga Satuan TNI Terintegrasi Natuna mengarah ke selatan di mulut Selat Lampa yang perairannya dalam namun tenang. Adapun Kepulauan Natuna di mana satuan baru ini terletak merupakan beranda paling depan Indonesia menuju Laut Natuna yang berbatasan dengan Laut China Selatan. Dari Jakarta, posisi ini bisa dicapai dalam dua jam penerbangan pesawat terbang jet. 

Di perairan internasional inilah, saling klaim penguasaan wilayah terjadi antara China, Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Brunei Darussalam terjadi. Indonesia sejak awal memiliki posisi dan prinsis bukan sebagai negara pengklaim perairan internasional itu. 

Menurut Tjahjanto, dalam perencanaan TNI terdahulu, satuan ini dinamakan Pangkalan TNI Terpadu yang kemudian diubah menjadi Satuan TNI Terintegrasi karena TNI AD tidak mengenal istilah pangkalan. 

“Peresmian Satuan TNI Terintegrasi Natuna ini merupakan langkah finalisasi, salah satu program perencanaan strategis jangka menengah, untuk membangun kekuatan TNI yang diharapkan mampu memberikan daya tangkal, terhadap ancaman khususnya di perbatasan,” kata dia. 

Konsep operasionalisasi Satuan TNI Terintegrasi Natuna ini mirip dengan konsep Komando Wilayah Pertahanan ABRI pada masa Orde Baru berkuasa. 

Ia menyatakan, pembangunan Satuan TNI Terintegrasi Natuna yang telah dirintis sejak beberapa tahun lalu namun pembangunan fisiknya dimulai sejak 2016 ini didasarkan pada ekskalasi geopolitik dan pertahanan di Laut China Selatan. “Meskipun Indonesia bukan claimant state dalam masalah perebutan wilayah di kawasan Laut China Selatan, namun demikian ada batas-batas maritim Indonesia yang bersentuhan dengan klaim negara lain,” kata dia. 

Hal berikut adalah bahwa pembangunan kekuatan pertahanan untuk membangun daya gentar tinggi hanya bisa dilakukan secara efektif di masa damai. Juga karena perairan Natuna, menyimpan kekayaan sumber daya alam melimpah yang harus dijaga diamankan sekaligus dikelola dan dilestarikan dan posisi yang sangat strategis. 

Ke depan, kata dia, Satuan TNI Terintegrasi ini direncanakan akan menjadi bagian, dari Komando Gabungan Wilayah Pertahanan yang akan segera dibentuk. 

Satuan TNI Terintegrasi saat ini masih berupa embrio, yang terdiri dari satuan-satuan TNI AD yaitu Batalyon Komposit diperkuat oleh Kompi Zeni Tempur, Baterai Rudal Artileri Pertahanan Udara dan Baterai Artileri Medan. Dari TNI AL selain Pangkalan TNI AL, juga terdapat Kompi Komposit Marinir dan berbagai fasilitas pelabuhan, untuk mendukung operasional kapal perang TNI AL, yang beroperasi di sekitar perairan Natuna. 

Sedangkan Pangkalan Angkatan Udara TNI AU dilengkapi berbagai fasilitas, seperti hanggar integratif dan hanggar skuadron UAV, untuk mendukung operasional pesawat udara TNI. Selain itu juga dilengkapi dengan mess dan rumah sakit integratif, untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh prajurit TNI di Natuna.

Baca juga: Panglima-Kapolri pimpin apel kesiapan pengamanan Pemilu 2019
Baca juga: Polisi antisipasi Papua dalam Pemilu 2019
Baca juga: Personel TNI dibekali buku panduan netralitas

 

Pewarta: Ade P Marboen
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018