Jakarta (ANTARA News) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan di awal 2019 yaitu dari Januari hingga 13 Februari kasus-kasus anak di bidang pendidikan banyak didominasi oleh perundungan.

Ketua KPAI Susanto pada Jumat di Jakarta mengatakan KPAI telah menerima aduan kekerasan di dunia pendidikan yatu, dua kasus berupa kekerasan fisik, enam kasus kekerasan psikis, dua kasus kekerasan seksual dan lima kasus terkait kebijakan sekolah.

"Ada juga kasus anak dieksploitasi sekolah seperti anak dimintai perbaiki atap sekolah lalu saat melakukan perbaikan siswa mengalami kecelakaan sehingga matanya kemasukan serpihan genteng tanah liat. Akhirnya dia harus dirawat cukup lama," kata Susanto.

Selain menjadi korban perundungan, ada jiga siswa yang menjadi pelaku perundungan, baik kepada sesama siswa mau pun kepada guru.

"Kalau melihat kecendrungan saat ini, anak menjadi pelaku  perundungan memang menjadi catatan besar. Namun secara kuantitas memang anak sebagai korban masih tinggi daripada anak sebagai pelaku perundungan," kata dia.

Susanto mengatakan hasil survey KPAI tahun 2018 dari 15 Lembaga Pembinaan Khusus Anak seluruh Indonesia, menunjukkan anak yang menjadi pelaku aktivitas menyimpang disebabkan dari pola asuh.

Dia mengatakan anak menjadi pelaku perundungan pada guru, tentu tidak bisa disalahkan begitu saja, tetapi harus ada evalusi proses pengasuhan secara total. 

"Kita harus lihat lingkungannya seperti apa, profilnya harus ditelusuri, kondisi psikologisnya, relasi si anak dengan senior, atau apakah ada hal di luar kewajaran yang terinspirasi kakak kelas," kata dia.

Dia mengatakan konsekuensi yang diberikan pada anak yang melanggar itu memang harus berkonsep dasar edukatif dengan tujuan akan menghadirkan kedisiplinan pada anak yang semakin hari semakin baik. 

Baca juga: KPAI sayangkan peredaran video murid rundung guru
Baca juga: Psikolog: perundungan imbas negatif media sosial
Baca juga: KPAI selama 2018 terima pengaduan 4.885 kasus anak

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019