Jakarta (ANTARA News) - Debat calon presiden putaran kedua memang menampilkan tema pangan, yang di dalamnya juga termasuk pangan perikanan, tetapi sebagai negara kemaritiman terbesar di dunia, seharusnya ada debat yang menampilkan khusus isu tema kelautan dan perikanan.

Hal tersebut karena sebenarnya masih banyak persoalan dan permasalahan yang mesti dibenahi terkait dengan sektor kelautan dan perikanan nasional.

Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata dalam diskusi di Jakarta, Rabu (14/2), menyatakan, kedua capres semestinya dapat memperkuat kelembagaan sektor kelautan dan perikanan, yang efektivitasnya saat ini masih dipertanyakan.

Menurut Marthin, kelembagaan seperti dalam bentuk BUMN seperti Perindo dan Perinus dinilai masih belum terasa efektif dan optimal terutama bagi nelayan skala kecil yang merupakan 95 persen dari produksi perikanan nasional.

Ia berpendapat bahwa pada masa mendatang, masyarakat perikanan termasuk nelayan kecil mesti dapat lebih dilibatkan dalam proses produksi perikanan Nusantara.

Selain itu, ujar dia, penting pula bagi seluruh capres untuk dapat memberikan komitmen terhadap jaminan harga pangan perikanan.

Sementara itu, Koordinator Institut Hijau Indonesia (IHI) Chalid Muhammad menyatakan, kelembagaan pangan perikanan yang penting di Tanah Air adalah Bulog atau lembaga yang semacamnya yang dapat menyerap tangkapan nelayan.

Sebagaimana diwartakan, gagasan mengenai lembaga semacam Bulog yang khusus berfungsi untuk menyerap hasil sektor perikanan nasional sudah lama diwacanakan tetapi hingga kini belum diwujudkan oleh berbagai pihak terkait.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan, Abdul Halim menyatakan, sudah sejak 2009 gagasan Bulog untuk sektor perikanan disampaikan, hanya saja komitmen tidak pernah serius.

Menurut dia, lembaga semacam Bulog untuk sektor perikanan adalah gagasan yang sangat baik karena ke depannya bakal mendukung kemandirian usaha perikanan dan kesejahteraan pelakunya di Tanah Air.

Sejumlah perwakilan nelayan seluruh Indonesia menyampaikan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, 22 Januari, mengenai beberapa kebijakan yang dinilai diperlukan untuk kesejahteraan nelayan, salah satunya keperluan adanya institusi penstabil harga komoditas ikan.

Juru bicara perwakilan Nelayan Seluruh Indonesia Iim Rohimin dalam sambutannya saat acara silaturahim tersebut berpendapat, lembaga semacam Bulog diperlukan untuk menstabilkan harga pada saat ikan melimpah. Selain itu Iim menyampaikan perizinan bagi nelayan untuk melaut juga perlu diperbaiki.



Polemik

Abdul Halim juga menyatakan, meski tidak ada debat capres yang menampilkan khusus isu kelautan dan perikanan, tetapi dalam debat capres 17 Februari 2019 mendatang, sejumlah masalah terkait polemik penggunaan alat cantrang hingga persoalan ekspor komoditas perikanan perlu disorot dalam debat tersebut.

Ia mengingatkan pentingnya hal itu karena polemik pelarangan alat tangkap cantrang yang diberlakukan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tidak kunjung terselesaikan.

Menurut Abdul Halim, polemik tersebut juga berdampak pada mangkraknya ribuan kapal cantrang di Pulau Jawa, baik berukuran kecil di bawah 10 gross tonnage (GT) hingga yang berukuran di atasnya.

Selain itu, ujar dia, terdapat persoalan pembiayaan usaha perikanan yang disalurkan melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelolaan Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU-LPMUKP).

Abdul Halim yang juga menjabat Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu mengemukakan bahwa BLU-LPMUKP mendapatkan porsi anggaran sebesar Rp500 miliar pada 2017 dan Rp850 miliar pada 2018.

Dengan anggaran sebesar itu, ia berpendapat bahwa seharusnya pembiayaan fokus diarahkan untuk mendukung terwujudnya praktik pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Kemudian, Abdul Halim juga menginginkan debat capres membahas mengenai besarnya volume dan nilai ekspor rajungan dan kepiting ke sejumlah negara.

Ia mencemaskan bahwa tingkat ekspor bila didorong terus juga bisa berpotensi mendorong eksploitasi yang melebihi ambang batas sehingga tidak berkelanjutan pengelolaannya.

Jika pola pembangunan kelautan dan perikanan terus-menerus diarahkan untuk mengejar target ekspor ikan secara gelondongan semata, lanjutnya, niscaya stok sumber daya protein di laut yang diklaim terus meningkat bakal habis tak tersisa.

Abdul Halim juga mengatakan ingin debat menyorot terlalu fokusnya pada upaya penenggelaman kapal ikan juga berpotensi mengabaikan berbagai ikhtiar lain untuk menghadirkan praktik pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab di dalam negeri.

Sementara itu, Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia Moh Abdi Suhufan menyatakan, langkah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) fokus kepada pembenahan perizinan pelaku usaha perikanan untuk melaut dinilai sebagai langkah yang tepat karena ke depannya bakal meningkatkan pendapatan negara.

Menurut dia, langkah pembenahan tata kelola perizinan sektor perikanan tersebut merupakan terobosan yang bagus setelah KKP di bawah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti giat memberantas tindak pidana penangkapan ikan ilegal.



Optimisme

Kedua calon presiden dan calon wakil presiden juga dinilai perlu untuk membangkitkan optimisme Bangsa Indonesia untuk benar-benar dapat mengelola sumber daya kelautan bagi kesejahteraan rakyat.

Koordinator Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad menyatakan bahwa isu kelautan dan perikanan harus diarusutamakan, agar orang juga dapat membangkitkan optimisme bahwa laut adalah masa depan bangsa.

Menurut dia, salah satu contoh pernyataan yang dapat membangkitkan optimisme adalah seperti pidato Presiden Jokowi pada 2014 bahwa "kita sudah terlalu lama memunggungi laut".

Namun, ucapan yang optimistis tersebut juga harus disertai dengan kinerja nyata yang menunjukkan bahwa pengelolaan kemaritiman di Indonesia sudah tidak lagi terkesan dianaktirikan dibandingkan dengan pengelolaan sumber daya di daratan.

Ia juga mengingatkan pentingnya untuk menyoroti politik anggaran dalam mewujudkan hal tersebut. Begitu pula, lanjutnya, dengan berbagai peran kementerian/lembaga yang masing-masing juga bisa menonjolkan ego sektoralnya sehingga program tidak berjalan lancar.

Bila saja isu kelautan dan perikanan dapat dibahas sebagai salah satu tema khusus dalam acara debat capres, maka diharapkan isu tersebut menjadi arus utama di Nusantara.*


Baca juga: Menteri Susi sebut ironi, konsumsi ikan masyarakat Jambi rendah

Baca juga: KKP minta masyarakat terdampak tsunami tak ragu konsumsi ikan

Baca juga: Susi: Pemerintah kawal laut tanpa "pandang bulu"


 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019