Pekanbaru (ANTARA News) - Warga Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, meminta pemerintah kota itu segera menertibkan pengemis, gelandangan dan pedagang asongan di sejumlah lokasi karena saat ini mulai marak lagi.

"Para gelandangan dan usia gelandangan bervariasi mulai dari anak bawah umur, perempuan dan laki-laki dewasa, serta penyandang disabilitas, yang menyodorkan jualannya, jika tidak dibeli pengendara roda dua dan empat mereka meminta uang," kata Intan (24), warga Panam, Kota Pekanbaru, di Pekanbaru, Jumat.

Aksi gelandangan mengemis dengan modus menjual tisu, koran, jualan kue-kue basah, kerupuk di perempatan lampu pengatur lalu lintas terlihat di Jln. Gajah Mada atau depan Kantor Gubernur Riau, di Jalan Sudirman atau depan Kantor Jasa Raharja atau perempatan Jalan Nangka, atau di bawah jalan layang, Simpang Tiga Jln. Arifin Ahmad, serta perempatan Jalan H.R. Subrantas.

Ia menyebutkan para pengemis dan gelandangan perlu ditertibkan karena selain merusak estetika Kota Pekanbaru, disinyalir para pengemis di kalangan anak-anak tersebut tidak sekolah. Mereka sudah berada di perempatan jalan dengan lampu pengatur lalu lintas itu, mulai pagi hingga sore, bahkan hingga pukul 23.00 WIB.

"Pada jam-jam tersebut adalah waktu mereka untuk belajar di sekolah dan istirahat, membuat PR sekolah di rumah atau saatnya waktu tidur, hak-hak mereka untuk belajar dan bermain tersita oleh aktivitas untuk mencari nafkah," katanya

Ia menyebut sejumlah pengemis dari kalangan anak-anak itu dikoordinasikan oleh orang dewasa. Aksi mereka selalu di pantau, sehingga anak-anak pengemis itu tidak takut berada di jalanan saat malam hari.

Pemkot Pekanbaru perlu memasang kamera pemantau tersembunyi untuk mengetahui koordinator yang mengelola anak-anak tersebut untuk mengemis di jalanan.

"Sehingga pelaku bisa diproses hukum karena telah mengeksploitasi anak untuk mengemis," katanya.

Sebelumnya, Dinas Sosial dan Pemakaman (Dinsoskam) Pekanbaru mengaku kesulitan menangani anak gelandangan yang menggunakan alternatif mengemis dengan modus menjual tisu, kue, koran di perempatan jalan di kota itu.

"Salah satu kesulitan yang kami alami adalah terjadinya perlawanan dari orang tua, dengan dalih bahwa mereka tidak mengeksploitasi anak melainkan berjualan," kata Ketua Seksi Rumah Tangga Sasaran Korban Tindak Kekerasan dan Perdagangan Orang (RTS KTK/PO) Dinsoskam Pekanbaru Azani Benazir.

Dia mengatakan kerasnya perlawanan orang tua yang mengeksploitasi anak tersebut mengakibatkan pihaknya melakukan penertiban penyandang masalah sosial itu bekerja sama dengan instansi terkait, seperti Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (LPPA), serta kepolisian.

Ia menjelaskan penertiban gelandangan itu menjadi kewenangan Satpol PP, sedangkan Dinsoskam menindaklanjuti berupa pembinaan dan selanjutnya mereka diarahkan masuk panti sosial untuk mendapatkan perlindungan, perawatan, dan pembinaan, sedangkan gelandangan dewasa diberikan pelatihan membuka usaha mandiri.

Ia menjelaskan orang tua yang sengaja menyuruh anaknya menjual tisu, kue, dan koran artinya sama dengan menyuruh anaknya menjadi pengemis.

Hal itu, salah satu bentuk eksploitasi anak dan melanggar UU perlindungan anak. Pihak orang tua atau orang dewasa, memanfaatkan anak untuk melakukan hal lain, demi keuntungan ekonomi.

"Memang dilematis, di satu sisi mereka cari uang untuk membantu ekonomi keluarga, di sisi lain mereka melanggar aturan, apalagi ada pembiaran dari orang tua," ujarnya.*


Baca juga: Indonesia deportasi warga Mesir yang jadi pengemis

Baca juga: Pejabat Kemensos sebut pengemis beraset Rp1 miliar sebagai ironi


 

Pewarta: Frislidia
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019