Denpasar (ANTARA News) - Kepala Desa Landih, Kabupaten Bangli, Bali, I Ketut Sudana, bersama para tokoh masyarakat di desa setempat mendeklarasikan Anti-Politik Uang dalam Pemilu 2019, sebagai bentuk komitmen untuk tidak akan melanggar aturan pemilu.

"Kami apresiasi kegiatan yang telah diinisiasi oleh Kepala Desa Landih. Ini sebagai bentuk partisipasi masyarakat," kata anggota Bawaslu Provinsi Bali Ketut Rudia, di Denpasar, Minggu.

Desa Landih Anti-Politik Uang telah dideklarasikan pada Sabtu (23/2) di Balai Pertemuan Desa Landih. Tidak kurang 50 orang tokoh masyarakat perwakilan tokoh agama, kelian (ketua) adat, kelian dusun, kelian subak, pengurus truna-truni (muda-mudi) dan sebagainya mendukung kegiatan tersebut.

Menurut Rudia, sejumlah warga Desa Landih pada Pemilu 2014 sempat terjerat kasus tindak pidana pemilu berupa politik uang (money politic).

Saat itu, pemberian uang kepada sejumlah warga Landih dilakukan oleh oknum warga setempat dan terjadi empat hari menjelang hari pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2014.

"Saya tahu persis peristwa tahun 2014, karena saat itu saya sebagai Ketua Bawaslu Bali, dan saya langsung turun melakukan supervisi bersama komisioner Bawaslu Bali lainya. Dua hari saya menginap di Bangli untuk supervisi teman-teman di kabupaten," ucapnya.

Rudia yang juga mantan Ketua Panwaslu Kabupaten Buleleng itu menegaskan, praktik politik uang berdasarkan pengalaman hajatan demokrasi sebelumnya itu, menyasar masyarakat di pedesaan yang mungkin saja mereka tidak tahu aturan pemilu.

"Karena tidak tahu, mereka mau-mau saja. Saya menegaskan, perbuatan `money politic` uang itu pidana, dan jika terbukti hukumannya sangat berat. Politik uang itu melanggar pasal 523 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dengan ancaman pidananya penjara tiga tahun dan denda Rp36 juta," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Desa Landih I Ketut Sudana dikonfirmasi terpisah mengatakan Deklarasi Desa Landih Anti Politik Uang adalah untuk menegaskan komitmen bahwa warga Landih tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum pemilu, salah satunya perbuatan politik uang.

"Saya mengimbau kepada para tokoh yang hadir dalam deklarasi agar membantu ‘menggetoktularkan’ kepada warga lain. Harus kami jaga bersama agar tidak ada warga yang terlibat money politic," ujar Sudana.

Sudana menceritakan akibat peristiwa yang telah mencoreng nama desa tersebut, dia yang pada saat itu baru menjabat, cukup dibuat sibuk.

Hal tersebut dikarenakan warga yang menerima uang dari tim sukses rata-rata petani yang memang tidak tahu bahwa perbuatan tersebut melanggar.

"Ketika itu, di samping sibuk melayani pertanyaan sejumlah wartawan, saya juga harus mondar mandir ke Kantor Panwaslu Bangli untuk memberikan suport kepada warga," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Bangli I Nengah Purna mengatakan, pascaperistiwa politik uang yang menimpa sejumlah warga Landih, sesungguhnya sudah ada kesadaran politik warga setempat.

Ini terbukti sebelum Pemilu 2019, ada dua hajatan pilkada yaitu Pemilihan Bupati Bangli 2015 dan Pemilihan Gubernur 2018, Desa Landih bebas dari berbagai jenis pelanggaran pemilu.

"Peristiwa itu memang memprihatinkan, namun di sisi lain, masyarakat tersadarkan akan aturan mengenai pemilu. Terbukti masyarakat dalam menghadapi pesta demokrasi berikutnya tidak berani melanggar," ucap mantan Ketua Panwaslu Kecamatan Bangli itu.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2019