Jakarta (ANTARA) - Produksi Film Negara (PFN) mati suri selama 26 tahun setelah membuat "Pelangi di Nusa Laut" (1992), namun Badan Usaha Milik Negara itu bangkit lagi lewat film "Kuambil Lagi Hatiku" yang mengangkat budaya Indonesia dan India.

"Ini adalah hari bersejarah," kata Direktur Utama Produksi Film Negara Mohamad Abduh Aziz setelah penayangan perdana "Kuambil Lagi Hatiku", di Jakarta, Rabu.

"Selama 26 tahun Perum PFN tidak memproduksi film. Rasanya seperti melahirkan anak, lega dan deg-degan," ujarnya.

Karya baru yang hadir setelah vakum lebih dari seperempat abad itu diharap Abduh tidak sekadar hadir menambah jumlah film Indonesia, tapi juga mewarnai industri sinema Tanah Air.

"Kuambil Lagi Hatiku" bercerita tentang Sinta (Lala Karmela), gadis blasteran Indonesia-India yang sedang merencanakan pernikahan dengan kekasihnya.

Menjelang hari pernikahan, ibu Sinta, Widi (Cut Mini) mendadak menghilang ke Indonesia. Sinta nekat menyusul ibunya ke Desa Borobudur, kampung halaman yang asing di matanya.

"Kuambil Lagi Hatiku" (Borobudur Love Story) menggandeng Wahana Kreator Nusantara dan pihak Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, sebuah BUMN yang bergerak di bidang pariwisata.

Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, Edy Setijono mengatakan selama ini candi Buddha di Magelang itu biasanya diabadikan dalam bentuk film dokumenter dan ini kali pertama dijadikan film komersial.

Film itu disutradarai oleh Azhar Kinoi Lubis dengan Salman Aristo sebagai produser, serta Arief Ash Shiddiq dan Rino Sardjono bertindak sebagai penulis.

"Kuambil Lagi Hatiku" dibintangi oleh Lala Karmela, Cut Mini, Dimas Aditya, Ria Irawan, Sahil Shah, Dian Sidik dan Ence Bagus. Film tersebut siap ditayangkan pada 21 Maret 2019.

PFN merupakan salah satu perintis industri film di Indonesia yang berdiri pada 1934.

Pada masa aktifnya, PFN memproduksi film dokumenter bertema kepahlawanan, lalu berkembang membuat film cerita yang bertema pendidikan dan penerangan yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
 

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2019