Bandarlampung (ANTARA) - Terpidana kasus korupsi Sugiarto Wiharjo alias Alay melalui penasihat hukumnya mengembalikan uang pengganti sebesar Rp1 miliar ke Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung.

"Uang pengganti yang seharusnya dibayar senilai Rp108 miliar, baru dikembalikan senilai Rp1 miliar," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Lampung, Sartono di Bandarlampung, Jumat.

Sartono melanjutkan, uang yang dikembalikan Alay melalui keluarganya yang diwakili penasehat hukumnya itu bersumber dari uang miliknya sendiri.

Menurut Sartono, itu dilakukan Alay atas inisiatifnya sendiri untuk mengembalikan uang pengganti.

"Ini merupakan langkah awal Alay yang kooperatif. Kita tinggal menunggu sisanya, jika tidak bisa membayar uang pengganti maka akan menjalani pidana penggantinya. Tapi kalau bersangkutan bisa melunasi kita akan tunggu iktikad baiknya," kata dia.

Kajati menambahkan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam untuk pengembalian uang pengganti tersebut. Melalui tim yang ada di Kejati Lampung, Kejari Bandarlampung maupun Kejagung RI, pihaknya akan melacak aset-aset dari Alay.

"Saya mengimbau semua pihak jika memang dahulu ada hubungan keperdataan yang berkaitan dengan aset Alay yang sekarang ini kita galakkan akan dilakukan sita eksekusi dalam rangka pembayaran uang pengganti, lebih baik dengan kesadaran dan kerja sama bisa diserahkan kepada kami untuk pembayaran pengganti atas dasar putusan Mahkamah Agung (MA)," kata dia.

Hadir dalam penyerahan uang pengganti itu di antaranya adalah Asintel, Asdatun, pihak Bank dan pihak penasehat hukum terpidana serta jajaran Kejati Lampung.

Sebelum acara dimulai, tampak juga Kapolda Lampung Irjen Purwadi Arianto.

Alay ditangkap oleh pihak KPK dan Kejati Bali saat akan menyantap makan malam bersama keluarga tercintanya di sebuah hotel kawasan Tanjung Benoa, Bali pada Rabu 6 Februari 2019 lalu.

Saat penangkapan, pria mengenakan kacamata minus ini pun tidak bisa berkutik lagi. Dia terpaksa harus menyerah dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya untuk menikmati hunian lamanya di sel tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Rajabasa, Bandarlampung.

Alay ditetapkan buron sebanyak dua kali. Sejak tahun 2008 silam buronan kawakan ini menyandang status buron akibat terjerat kasus tindak pidana perbankan dan kasus korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lampung Timur senilai Rp108 miliar.

Kasus korupsi yang melibatkan Alay bermula saat krisis global yang menerpa Indonesia. Akibatnya membuat Bank Tripanca Grup yang juga salah satu perusahaan bergerak di bidang komoditas ekspor kopi jadi kolaps.

Saat perusahaannya kolaps, Alay mengidap penyakit sehingga menjalani pengobatan ke Singapura. Karena lama tidak muncul, Polda Lampung memburu Alay, bahkan menetapkannya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Seiring berjalannya waktu Alay kemudian berhasil ditangkap pada tanggal 9 Desember 2008 silam. Dia ditangkap saat turun dari pesawat Garuda Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta. Saat itu pesawat tersebut dari arah Singapura.

Tak mau ambil risiko kemudian Alay dimasukkan ke dalam sel tahanan Rutan Way Huwi pada tahun 2009 atas kasus tindak pidana perbankan dan dijatuhi hukuman selama lima tahun penjara.

Tahun 2012 terkait dengan kasus korupsi APBD Lampung Timur, Alay dijatuhi hukuman selama lima tahun kurungan penjara pada tingkat Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung.

Tak terima dengan hukuman itu kemudian dia mengajukan banding ke tingkat Pengadilan Tinggi (PT) Lampung. Alih-alih mendapatkan pengurangan hukum, pada tahun 2013 PT justru menguatkan putusan yang telah dijatuhkan oleh PN Tanjungkarang.

Merasa tidak puas juga kemudian Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan banding pada tingkat Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) RI. Atas banding tersebut, pada tahun 2014 Alay justru mendapatkan hukuman lebih berat dari sebelumnya yakni selama 18 tahun kurungan penjara.

Pewarta: Hisar Sitanggang/Damiri
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019