Jakarta (ANTARA News) - Dua terpidana kredit macet Bank Mandiri, Jumat, menyerahkan diri kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk selanjutnya menjalani pidana. Dua terpidana itu adalah petinggi PT Cipta Graha Nusantara (CGN), yaitu Direktur Utama Edison, dan Direktur Diman Ponijan. Kedua terpidana tiba di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sekitar pukul 10.00 WIB dengan menggunakan mobil Mercedes dengan nomor polisi B 2899 MA. Edison dan Ponijan yang didampingi petugas kejaksaan langsung memasuki gedung Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, tanpa memberikan keterangan kepada wartawan. Sebelumnya, kedua terpidana berencana menyerahkan diri pada 25 Oktober 2007. Menurut kuasa hukum keduanya, Deny Kailimang, rencana itu batal karena yang bersangkutan hendak mendalami putusan Mahkamah Agung. Sementara itu, terpidana lainnya, Komisaris Utama CGN Syaiful, belum bisa dipastikan keberadaannya. Pada 24 Oktober 2007, Mahkamah Agung memutus perkara kasasi PT Cipta Graha Nusantara dengan terdakwa Komisaris Utama Syaiful, Direktur Utama Edison, dan Direktur Diman Ponijan dengan menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara. Perkara itu diputus dalam sidang kasasi yang ditangani ketua majelis kasasi Bagir Manan dan hakim anggota Djoko Sarwoko, Harifin A Tumpa, Reh Ngena Purba dan Iskandar Kamil. Kasus ini bermula pada 23 Oktober 2002 ketika ketiganya mengajukan kredit ke Bank Mandiri sebesar 18,5 juta dolar AS untuk membeli PT Tahta Medan, renovasi Hotel Tiara, dan pembangunan Tiara Tower Medan. Ketiganya meminta direksi Bank Mandiri memberikan dana talangan (bridging loan) karena persyaratan belum terpenuhi. Permintaan itu kemudian disetujui direksi Bank Mandiri, dengan mengucurkan dana talangan sebesar Rp 160 miliar. Belakangan, PT CGN tak bisa mengembalikan kredit talangan tersebut sehingga menjadi kredit macet. Kasus ini juga menyeret mantan Direktur Utama Bank Mandiri ECW Neloe, Direktur Risk Management I Wayan Pugeg, dan Direktur Corporate Banking M Sholeh Tasripan. Pada 13 September 2007, Mahkamah Agung menghukum ketiganya dengan pidana penjara masing-masing 10 tahun penjara. Selain itu, mereka juga dihukum denda masing-masing Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. (*)

Copyright © ANTARA 2007