Jakarta (ANTARA) - Negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyambut baik gagasan Indonesia untuk peningkatan kerja sama pendidikan tinggi, yang ditujukan bagi pengembangan ekonomi.

Gagasan tersebut dibahas dalam sebuah simposium yang diselenggarakan Kantor Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah dan OKI di Jakarta, Kamis, supaya kerja sama pendidikan tinggi Indonesia dengan Timur Tengah dan OKI tidak hanya berfokus pada bidang keilmuan Agama Islam dan Bahasa Arab.

Duta Besar Iran untuk Indonesia Valiollah Mohammadi menjelaskan bahwa institusi pendidikan tinggi memainkan peran penting dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) di negaranya setelah Revolusi Islam 1979.

“Setelah Revolusi Islam kami fokus pada pendidikan, dan kini kami memiliki berbagai pencapaian yang siap kami bagikan bagi negara-negara OKI termasuk Indonesia,” tutur Valiollah.

Iran memiliki lebih dari 250 institusi pendidikan tinggi dan 40 taman teknologi yang semuanya aktif digunakan untuk penelitian sains dan teknologi.

Iran saat ini berada di peringkat kelima dunia sebagai negara yang unggul dalam bidang nanoteknologi dan peringkat ke-20 dunia dalam bidang bioteknologi, selain keunggulan lain dalam bidang pendidikan kedokteran.

“Saya percaya setiap anggota OKI memiliki keunggulan yang bisa ditawarkan ke negara mitra, seperti Indonesia. Dan meskipun sudah ada beberapa universitas Iran yang bekerja sama dengan mitranya di Indonesia, kami yakin masih banyak ruang kerja sama yang bisa diisi,” ujar Valiollah.

Sependapat dengan Dubes Iran, Wakil Kepala Misi Kedutaan Besar Maroko di Indonesia Mounir Belayachi menekankan pentingnya kerja sama pendidikan tinggi yang nyata dan dijalin berdasarkan bidang keunggulan masing-masing negara.

Maroko yang terletak di Afrika Utara dan berjarak 10 kilometer dari Eropa atau tepatnya Spanyol, adalah negara Muslim yang unggul di bidang energi terbarukan dengan taman tenaga surya terbesar dunia.

Maroko juga merupakan produsen dan eksportir pertama fosfat serta pupuk.

“Kami membantu menyokong ketahanan pangan India sampai 6 persen, dan hampir 40 persen untuk Pakistan. Jadi kami punya banyak hal untuk ditawarkan, berbagai teknologi yang terbilang unik dan dapat dimanfaatkan dengan maksimal untuk mendorong ekonomi,” tutur Mounir.

Wakil Rektor bidang Kerja Sama dan Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Paripurna P Sugarda menyatakan ketertarikannya untuk menjalin kerja sama dengan universitas di Iran, terutama untuk bidang ilmu nuklir.

Menurut dia, penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai harus didorong mengingat biayanya yang sangat murah.

“Kita harus menyadari bahwa daya saing bangsa ini terutama di bidang industri sangat dipengaruhi oleh seberapa besar kita bisa menekan biaya energi. Jadi negara yang punya energi canggih dan kuat akan memenangi persaingan global,” tutur dia.

Paripurna menjelaskan bahwa selama ini UGM telah menjalin banyak kerja sama dengan institusi pendidikan di Timur Tengah maupun negara-negara anggota OKI, tetapi masih terbatas pada bidang sosial budaya dan bahasa.

“Bahkan untuk industri makanan halal yang jadi keunggulan UGM juga belum maksimal kerja samanya,” kata dia.

Karena itu, selain dukungan inisiasi pemerintah, setiap universitas yang ingin bekerjasama perlu menggunakan cara-cara yang agresif melalui topik-topik riset yang menarik atau insentif yang diberikan kepada mahasiswa atau dosen.

Insentif tersebut bisa berupa fasilitas asrama gratis atau pembebasan biaya studi sehingga institusi pendidikan tersebut menjadi atraktif untuk mitranya.

Meskipun Indonesia dan negara anggota OKI lainnya memiliki keinginan besar untuk meningkatkan kemitraan pendidikan tinggi, namun sejumlah tantangan masih perlu disoroti.

Tantangan pertama, menurut Paripurna, adalah bahasa mengingat perguruan tinggi di Timur Tengah belum memiliki banyak program internasional dengan pengantar Bahasa Inggris.

Selain itu, minat akademisi Indonesia untuk belajar di Timur Tengah dan negara-negara OKI tidak sebesar jika dibandingkan dengan belajar ke Eropa, Australia, Amerika Serikat, atau Jepang.

“Banyak dari mereka tidak menyadari bahwa negara-negara Timur Tengah punya keunikan tersendiri terutama di bidang nuklir dan nanoteknologi, sehingga menjadi tugas kami bersama untuk mendorong para akademisi menggali potensi kerja sama di sana,” tutur Paripurna. 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2019