Jakarta (ANTARA) - Jaksa penuntut umum KPK menuntut dua anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah selama 6 tahun penjara dan dua orang lagi rekannya dituntut 7 tahun penjara.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ikhsan Fernandi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, menilai mereka terbukti menerima suap Rp240 juta dari petinggi PT Sinar Mas agar tidak melakukan rapat dengar pendapat (RDP) terkait dengan dugaan pencemaran limbah sawit.

Keempat terdakwa tersebut adalah Ketua Komisi B DPRD Provinsi Kalteng Borak Milton, Sekretaris Komisi B DPRD Provinsi Kalteng Punding Ladewiq H. Bangkan, serta anggota Komisi B DPRD Provinsi Kalteng Edy Rosada dan Arisavanah.

Dalam dakwaannya, JPU menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Edy Rosada dan Arisavanah dengan pidana penjara masing-masing selama 6 tahun ditambah pidana denda masing-masing sebesar Rp200 juta diganti pidana kurungan selama 3 bulan, sedangkan dua orang lainnya dituntut 6 tahun penjara.

Dalam sidang itu, jaksa Ikshan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.

"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa I Borak Milton dan terdakwa II Punding Ladewiq H. Bangkan dengan pidana penjara masing-masing selama 7 tahun ditambah pidana denda masing-masing sebesar Rp200 juta diganti pidana kurungan selama 3 bulan," katanya.

Keempatnya juga dituntut pencabutan hak politik dalam waktu tertentu.

"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik kepada para terdakwa selama 3 tahun setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokoknya," kata jaksa Ikhsan.

Tuntutan itu berdasarkan Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No. 20 /2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Keempatnya dinilai terbukti menerima suap dari Edy Saputra Suradja selaku Wakil Direktur Utama PT SMART Tbk. dan Direktur/Managing Director PT Binasawit Abadi Pratama (BAP), Willy Agung Adipradhana selaku Direktur Operasional Sinar Mas Wilayah Kalimantan Tengah IV, V, dan Gunungmas/Chief Executive Officer (CEO) Perkebunan Sinar Mas 6A Kalimantan Tengah-Utara dan Teguh Dudy Syamsuri Zaldy selaku Department Head Document and License Perkebunan Sinar Mas untuk wilayah Kalimantan Tengah-Utara.

Tujuan pemberian uang itu adalah agar Borak, Punding, Edy dan Arisavanah tidak melakukan rapat dengar pendapat (RDP) terkait dengan dugaan pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalteng, tidak adanya izin hak guna usaha (HGU), tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPH), dan belum ada plasma yang dilakukan oleh PT BAP.

PT BAP mengelola lahan sawit seluas lebih kurang 37.401 hektare di Kabupaten Seruyan, Kalteng.

Pada bulan September 2018, ada pemberitaan media massa mengenai tujuh perusahaan sawit yang diduga melakukan pencemaran di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, salah satunya adalah PT BAP. Laporan itu dibahas di Badan Musyawarah (BAMUS) dan disepakati melakukan pengawasan melalui Komisi B yang membidangi perekonomian dan sumber daya alam.

Komisi B lalu melakukan kunjungan kerja ke Kantor PT BAP di Gedung Sinar Mas Land Plaza Jakarta pada tanggal 26 s.d. 29 September 2018 dipimpin Muhammad Asera selaku Wakil Ketua Komisi B bertemu dengan Teguh Dudy Syamsuri Zaldi selaku perwakilan PT BAP.

Di sela-sela pertemuan, Teguh membagikan kepada masing-masing anggota Komisi B DPRD Kalteng yang hadir sebesar Rp1 juta, sedangkan staf Komisi B sebesar Rp500 ribu.

Kunjungan lapangan Komisi B DPRD Kalteng ke lokasi perkebunan PT BAP akhirnya dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2018 bersama dinas terkait.

Dalam kunjungan itu, Teguh memerintahkan seorang stafnya untuk memberi uang Rp20 juta sebagai uang saktu bagi tim yang datang. Akan tetapi, pemberian itu ditolak Borak Milton, lalu dia menyampaikan kepada Teguh bahwa Komisi B tidak bisa menerima uang tersebut dan meminta disiapkan dokumen terkait dengan perizinan sebagai bahan RDP Komisi B.

Pada pertemuan 17 Oktober 2018 di Ruang Komisi B antara Teguh, Borak, Punding, Edy Rosada, dan Arisavanah, Punding meminta Rp300 juta agar Komisi B meluruskan berita di media massa terkait dengan temuannya. Borak Milton lalu memutuskan agar anggota Komisi B mendapat Rp20 juta untuk 12 orang anggota komisi sehingga total permintaan sebesar Rp240 juta.

Menanggapi permintaan tersebut, Edy Saputra melaporkan kepada Komisaris Utama PT BAP sekaligus Direktur Utama PT SMART Tbk. Jo Daud Dharsono. Jo Daud menyetujui pemberian uang kepada Komisi B DPRD Provinsi Kateng asal ada jaminan tertulis dari Komisi B.

Namun, Borak menjawab tidak dapat memberikan jaminan tertulis, tetapi dapat menjamin RDP tidak dilaksanakan serta akan memberikan press release bahwa setelah dilakukan invetigasi tidak ada ditemukan pelanggaran lingkungan oleh PT BAP.

Uang Rp240 juta itu lalu dikeluarkan dengan memo internal "biaya perjalanan dinas Teguh Dudy Syamsuri Zaldy". Pada tanggal 26 Oktober 2018, sebesar Rp240 juta diambil bagian treasury dengan kata sandi "Alquran" telah tersedia dan akan diambil Tirra Anastasia Kemur, lalu menyerahkannya Edy Rosada dan Arisavanah di pusat nasi bakar Food Court Sarnah Jakarta Pusat. Pada saat serah terima itu Tirra, Edy Rosada, dan Arisavanah diamankan petugas KPK.

Terkait dengan perkara ini, Willy Agung, Teguh Dudy Syamsuri, dan Edy Saputra Suradja sudah divonis penjara selama 1 tahun dan 8 bulan ditambah denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019