Batam (ANTARA) - Masjid Agung Sultan Mahmud Riayat Syah, yang digadang-gadang terbesar di Sumatera, rencananya akan diresmikan pada 20 September 2019, dan bisa langsung digunakan.

"Kami akan resmikan pada 20 September 2019, karena sudah bisa digunakan saat itu," kata Wali Kota Batam Muhammad Rudi di Batam, Rabu.

Keseluruhan pembangunan masjid itu ditargetkan selesai pada 2020.

Ia mengatakan Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah sengaja dibangun dengan fasilitas memadai, demi kenyamanan dan keamanan jamaah dan pengunjung yang datang.

Pada peresmian September nanti, pemerintah mengundang 3 ulama besar untuk hadir, yaitu Ustad Abdul Somad, Kyai Habib Syech Abdul Qodir Assegaf dan ulama asal Malaysia Datok Kazim Elias.

Dalam kesempatan itu, Wali Kota menyampaikan, pemerintah sengaja membangun Masjid Agung di Sagulung, kawasan pemukiman dan dekat dengan kawasan industri galangan kapal, yang jauh dari pusat pemerintahan.

"Sengaja kami bangun di Sagulung, supaya masyakat tidak bertanya-tanya, masjid daerah kami bangun di sama. Itu karena Sagulung harus dikembangkan juga," kata dia saat sambutan sebelum Shalat Idul Fitri.

Khatib Shalat Idul Fitri Lukman Rivai menyampaikan, Kota Batam dibangun dengan semangat pembangunan Kota Madinah, sesuai dengan visi dan misi pemerintah sejak berpuluh tahun yang lalu, untuk menjadikan Batam sebagai Bandar Kota Madani.

Madani, kata dia, berasal dari kata Madinah. Untuk menggapai visi dan misi menjadi Bandar Kota Madani, maka pemimpin hendaknya menjadikan cara Rasulullah dalam membangun Kota Madinah.

"Renungkan teladan nabi dan muslimin dalam membangun Madinah saat itu. Madihan yang dibangun oleh komunitas unggulan, sarat kebajikan yang kalau diteladani masih relevan hinga sekarang," kata dia.

Terdapat lima hal yang perlu diteladani dalam pembangunan Kota Madani.

Pertama, yang paling awal dilakukan Nabi adalam membangun masjid sebagai pusat pembinaan akhlak umat, pilar utama pembangunan kota, yang sampai sekarang tetap dipelihara sebagai peradaban umat.

Kemudian, kota madani juga membangun persaudaran, tanpa diskriminasi.

Perbedaan pendapat dijadikan rahmat semangat kritis dan kompetitif. Di kota manadi, dibudayakan islah, tabayun, tidak menghina, buruk sangka, mencari kesalahan orang lain dan memfitnah.

Yang ketiga, Madinah dibangun dengan dialog dan kesepakatan di tengah kebhinekaan. Saat dibangun, Madinah terdiri dari berbagai elemen masyarakat dan suku. Juga terdapat penganut agama lain.

Lalu keempat, pembangunan dilakukan dengan kekuatan ekonomi.

"Kalau masjid tempat beribadah, maka pasar pusat ekonomi, melalui perdagangan yang tata caranya diatur," kata dia.

Dan yang terakhir, Rasul mendambakan perdamaian, dan tidak akan menempuh perang, selama bisa dirundingkan.
 

Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019