Jenewa (ANTARA) - Puluhan negara pada Kamis (4/7) secara resmi mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk menyelidiki ribuan pembunuhan, yang terjadi selama perang melawan narkoba di bawah program Presiden Filipina Rodrigo Duterte, kata sejumlah pejuang hak asasi manusia.

Islandia menyampaikan rancangan resolusi dengan sebagian besar dukungan datang dari negara-negara Eropa, kata mereka.

RUU itu berisi desakan agar Pemerintah Filipina mencegah pembunuhan semena-semena.

RUU juga menandai kali pertama Dewan Hak Asasi Manusia PBB diminta untuk menangani krisis tersebut.

Pemerintah Duterte selama ini bersikeras bahwa lebih dari 5.000 tersangka pengedar narkoba yang terbunuh oleh polisi dalam operasi antinarkotika itu semuanya terlibat dalam perkelahian.

Namun, para pejuang HAM mengatakan sedikitnya 27.000 orang terbunuh sejak Duterte terpilih sebagai presiden pada 2016 melalui program penumpasan kejahatan.

"Sekarang, tiga tahun kemudian, 27.000 orang terbunuh, dalam penumpasan besar-besaran," kata Ellecer "Budit" Carlos dari kelompok yang berpusat di Manilai, iDefend, kepada Reuters.

Forum di Jenewa itu akan melakukan pemungutan suara soal RUU tersebut pada 12 Juli.

Filipina merupakan salah satu dari 47 anggota Dewan HAM.

Baca juga: Duterte tantang musuhnya: Makzulkan saya, saya akan penjarakan kalian

Baca juga: Presiden Filipina diadukan ke Mahkamah Pidana Internasional

Baca juga: Duterte lanjutkan perang narkoba

Penerjemah: Tia Mutiasari
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2019