Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Pemerintah akan menerapkan penegakan hukum kepada perusahaan yang tidak melakukan rehabilitasi terhadap lubang bekas galian tambang sehingga menyebabkan bencana alam dan merugikan masyarakat sekitar.

Untuk menerapkan sanksi tersebut, Wakil Presiden Jusuf Kalla memanggil tiga Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Kantor Wapres Jakarta, Selasa.

"Jadi harus ada sanksi karena merusak lingkungan yang tidak direhabilitasi ini. Rakyat kecil kena, sementara penambang yang mengambil manfaat itu meninggalkannya begitu saja," kata Wapres JK.

Lubang bekas galian tambang yang tidak direklamasi tersebut, lanjut JK, menyebabkan dampak kerugian bagi masyarakat. Salah satunya ialah bencana banjir bandang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara dan di Samarinda, Kalimantan Timur.

"Di Konawe dan Samarinda, semua itu daerah tambang, akibat hutan-hutan dibabat kemudian tanahnya diambil. Akhirnya begitu datang hujan deras, banjir, lalu apa yang diperoleh manfaat dari tambang itu? Jauh lebih besar kerusakannya, korbannya, daripada yang diperoleh," katanya.

Kewajiban bagi perusahaan untuk merehabilitasi daerah bekas tambang sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Pertambangan Batubara.

Regulasi tersebut juga sudah diperkuat dengan Peraturan Menteri Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada Kegiatan Usaha Minerba. Namun, jumlah dan luas lahan bekas galian tambang yang masih dibiarkan menganga semakin luas hingga berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

"Ada di undang-undang, jelas semuanya, dia harus reklamasi. Contoh saja di Kaltim, puluhan anak dan dewasa meninggal di bekas galian tambang. Nah, itu akan bertambah terus kalau tidak direklamasi, akan rusak lingkungan," ujarnya.*

Baca juga: KLHK: Pemulihan wilayah terdampak merkuri masuk prioritas nasional

Baca juga: Penambang ilegal di kawasan Pungguk Bangka Tengah masih "membandel"


Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019