Baik Pemerintah Kota Malang maupun Kabupaten Malang harus duduk bersama dan mencari jalan tengah guna mengedepankan kepentingan yang lebih luas, yakni masyarakat di kedua wilayah tersebut.
Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Ekonom Universitas Brawijaya Malang Nugroho Suryo Bintoro menyatakan, untuk menyelesaikan konflik sumber air yang kian meruncing, Pemerintah Kota dan Kabupaten Malang, Jawa Timur, perlu menghilangkan ego sektoral dan mengedepankan kepentingan masyarakat.

"Saya kira jangan ada ego sektoral, kenapa tidak dilakukan secara bersama-sama saja," kata Nugroho di Kota Malang, Jumat.

Nugroho mengatakan bahwa baik Pemerintah Kota Malang maupun Kabupaten Malang harus duduk bersama dan mencari jalan tengah guna mengedepankan kepentingan yang lebih luas, yakni masyarakat di kedua wilayah tersebut.

Menurut Nugroho, jika keduanya sama-sama bersikeras, tidak akan mampu menghasilkan jalan tengah yang menguntungkan kedua pihak. Seharusnya, kedua pihak fokus pada pengelolaan sumber air itu, untuk mendapatkan solusi terbaik.

"Akar masalahnya, sumber air ada di mana. Kecenderungannya, pemilik sumber air akan meminta lebih besar. Ketika mengandalkan ego, tidak akan ketemu," kata Nugroho.

Sengketa terkait sumber air antar dua pemerintah daerah tersebut berawal dari Pemerintah Kabupaten Malang yang menaikkan tarif sewa dari Rp80 per meter kubik, menjadi Rp610 per meter kubik. Masalah tersebut sudah terjadi cukup lama.

Sementara itu Pemerintah Kota Malang menyatakan bahwa tarif yang dipatok oleh Pemerintah Kabupaten Malang terlalu tinggi. Pemerintah Kota Malang, saat itu, hanya mampu membayar Rp120 per meter kubik.

Sengketa itu terkait Sumber Air Wendit berada di Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Air yang berasal dari sumber tersebut, dipergunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Malang untuk memasok kebutuhan warga Kota Malang.

Puncak dari sengketa tersebut, beberapa waktu lalu pihak Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Malang memasang papan pengawasan di Rumah Pompa Air milik PDAM Kota Malang, yang dinyatakan tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Gangguan (HO).

Pada Rumah Pompa Air tersebut, terdapat tiga bangunan yang dimiliki PDAM Kota Malang. Bangunan pompa air pertama dibangun pada 1980, kedua pada 1992, dan bangunan ketiga dibangun pada 2004. Ketiganya disebutkan tidak memiliki IMB dan HO.

"Masalah ego sektoral ini sangat terlihat. Ego sektoral itu menjadi persoalan, antara saya yang punya, dengan saya yang investasi lebih besar. Itu yang agak berat," kata Nugroho.

Saat ini, Pemerintah Kota Malang menyatakan bahwa pihaknya tengah berupaya merampungkan proses pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Pompa Air PDAM Kota Malang.

Pihak Pemerintah Kabupaten Malang menyatakan, sudah tiga kali melayangkan surat kepada PDAM Kota Malang untuk segera mengurus dokumen kelengkapan izin operasional. Namun, surat tersebut belum mendapatkan tindak lanjut dari PDAM dan Pemerintah Kota Malang.

Pihak Pemerintah Kabupaten Malang menyatakan bahwa Rumah Pompa Air PDAM Kota Malang tersebut diindikasi melanggar dua aturan. Pertama, melanggar Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2018 Pasal 12 Ayat 1 tentang IMB.

Kedua, melanggar Perda Nomor 12 Tahun 2017 Pasal 3 Ayat 1 tentang Izin Gangguan atau HO. Meskipun dinyatakan belum memiliki izin dan diindikasi melanggar dua aturan, operasional Rumah Pompa Air PDAM Kota Malang tersebut dipastikan tetap berjalan normal, supaya tidak terjadi gejolak sosial.
Baca juga: Sengketa Sumber Air Wendit-Malang segera dirampungkan direksi PDAM

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019