Jakarta (ANTARA) - Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mendesak angkutan dalam jaringan (daring) untuk memprioritaskan keamanan dan keselamatan para konsumennya.

"Promo jor-joran yang dilakukan aplikator untuk merebut pasar bisa berbahaya. Sekarang konsumen makin pintar, mereka tidak mau asal murah tapi keamanan dan keselamatannya dipertanyakan," kata ketua KKI Dr. David M.L. Tobing dalam konferensi pers hasil survei "Preferensi konsumen terhadap layanan moda transportasi darat urban di Indonesia" yang dilakukan di Jakarta, Selasa.

KKI mengimbau agar setiap operator transportasi daring memiliki program menyeluruh dan sistematik, serta memiliki solusi teknologi yang memadai untuk menjamin keamanan dan keselamatan konsumen.

Selain itu KKI menilai aplikator jasa layanan transportasi daring perlu mengikutsertakan mitra pengemudinya dalam pelatihan sistematik, dan memastikan setiap mitra menjalankan Standar Prosedur Operasional penyediaan layanan yang benar dalam semua bentuk pelayanan.

Dari hasil survei yang dilakukan KKI, angkutan daring menjadi pilihan utama bagi para konsumen di perkotaan untuk menjawab kebutuhan transportasi mereka. Angkutan daring unggul dari dua moda transportasi massal, yakni bus Trans dan Kereta Rel Listrik (KRL).

Namun dalam survei itu terungkap juga bahwa masih terdapat risiko keamanan dan keselamatan terhadap para konsumen. Risiko-risiko yang dimaksud terkait dengan kecelakaan, kekerasan, pelecehan, dan kehilangan barang.

Saat ini angkutan daring dibagi dua yakni ojek dan taksi. Untuk layanan Goride dari Gojek, hasil survei KKI mencatat terdapat 6,6 persen responden yang pernah mengalami kecelakaan. Grabbike dari Grab memiliki catatan kecelakaan yang lebih besar yakni 8,8 persen.

Hal serupa terjadi pada poin kekerasan. Dari survei didapati 5,3 persen konsumen Goride pernah mendapatkan tindak kekerasan, sedangkan di Grabbike angka tersebut mencapai 6,4 persen.

Untuk taksi daring, sebanyak 1,9 persen responden Gocar dari Gojek mengaku pernah mengalami kecelakaan. Angka ini lebih besar di Grabcar yakni sebesar 3,7 persen.

Pada risiko pelecehan seksual, terdapat 1,9% responden yang menyatakan pernah dilecehkan di Gocar, sedangkan di Grabcar angka itu mencapai 3,5 persen.

Survei ini dilakukan di 15 kabupaten/kotamadya di enam provinsi, dengan melibatkan 625 responden, pada Februari sampai April 2019.

Baca juga: Transportasi daring menjadi pilihan utama konsumen urban

Baca juga: Dishub: Mau eksis di Jakarta, transportasi daring harus berbenah

Pewarta: A Rauf Andar Adipati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019