Audit perlu dilakukan ketika e-rekap sudah menjadi sistem resmi, katanya
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus mempersiapkan wacana penerapan rekapitulasi suara secara elektronik atau e-rekap pada Pilkada serentak 2020, salah satunya dengan menggelar forum diskusi terarah bersama sejumlah pakar dan ahli.

"Minggu depan kita baru akan FGD dengan beberapa pakar hukum tata negara dan administrasi untuk melihat seberapa kokoh penyelenggaraan e-rekap di pilkada kita," kata Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi usai diskusi tentang E-rekap di kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu.

Menurut Pram, pihaknya belum melakukan diskusi dengan pihak-pihak terkait seperti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) maupun Bawaslu terkait e-rekap.

Ia mengatakan, KPU saat fokus dulu untuk menyiapkan e-rekap secara bertahap, sembari diskusi terus berjalan sambil mendidik publik bahwa sistem ini adalah sesuatu yang harus dijalankan.

"Tahapnya ini dulu," katanya.

Baca juga: Mendagri: KPU perlu terapkan e-voting di pilkada serentak 2020

Ia mengatakan, setelah sesi FGD selesai digelar, KPU baru akan membangun sistemnya, setelah sistem siap baru akan dilakukan audit.

KPU, kata dia, akan meminta dilakukan audit e-rekap kepada lembaga berwenang ketika sudah menjadi sistem resmi dalam penghitungan suara pemilu.

"Audit perlu dilakukan ketika e-rekap sudah menjadi sistem resmi," katanya.

Audit ini, lanjut Pram, tidak berlaku pada Situng. Karena situng bukan sistem formal untuk melakukan rekapitulasi surat suara.

Pram mengatakan, ada banyak sekali detail yang harus didiskusikan, terutama secara teknikal penerapa sistem elektronik tersebut.

Akan seperti apa sistemnya, prosedurnya, kesiapan sumber daya manusianya dan tingkat keamanan serta kepercayaan publik terhadapnya menjadi perhatian serius KPU sebelum menerapkan e-rekap.

Baca juga: KPU belum lirik e-voting untuk Pilkada 2020

Di tingkat KPU juga masih menjadi perdebatan apakah e-rekap akan dilaksanakan di seluruh daerah peserta pilkada atau di wilayah-wilayah tertentu yang dipilih sebagai pilot project.

"Pilot project itu bukan uji coba ya. Uji coba sudah kita lakukan, dilakukan berkali-lai jadi piloting bukan untuk uji coba tapi penerapan di beberapa daerah tertentu ," katanya.

Terkait di daerah mana saja, Pram menyatakan belum bisa ditentukan karena perlu melalui mekanisme rapat pleno KPU untuk memilih daerah atau wilayah tertentu.

Terkait uji coba, e-rekap sudah pernah diujicobakan pada Pilkada 2017 lalu, yakni di Teluk Naga, Tenggerang dan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

"Karena ini bagian dari roadmap e-rekap yang kita miliki, jadi itu bagian dari salah satu uji coba yang kita lakukan pada Pilkada serentak 2017 lalu," katanya.

"Uji coba itu bagian dari salah satu sistem atau prosedur untuk melakukan e-rekapitulasi dan itu bisa saja nanti kita lanjutkan," katanya menambahkan.

Terkait Pilkada 2020 akan menggunakan sistem yang mana, Pram mengatakan, pihaknya belum sampai ke tahap itu dan belum tau akan menggunakan sistem yang mana.

Baca juga: Menkominfo bilang e-voting bisa diterapkan di Pilkada 2024

Kemungkinan juga sistem e-rekap dilakukan tepat cara manual, yakni menggelar rapat pleno, membukan formulir C1, dihadiri oleh saksi setelah surat suara dihitung, baru data C1 yang direkap secara elektronik.

Jadi, lanjut Pram, pihaknya saat ini masih harus memperbanyak wacana e-rekap dikembangkan di ruang publik, karena tantangannya dilihat dari Pemilu 2019, disamping soal teknikalitas, Situng berlarut jadi pertanyaan publik, jadi tantangan yang tidak bisa diabaikan.

"Semakin banyak publik yang tidak percaya pada hasil penyelenggara pemilu, legitimasinya rendah," kata Pram.

KPU berencana menggunakan rekapitulasi elektronik (e-rekap) pada Pilkada Serentak 2020. KPU menyebut penggunaan e-rekap lebih cepat dan dapat dipercaya.
 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2019