Jakarta (ANTARA) - Miftahul Ulum disebut dapat mengatur jabatan di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) saat menjabat sebagai asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi.

"Saya bukan takut ke Ulum karena jabatan, tapi orang mengatakan semua, orang itu bisa mengatur semuanya, contoh perubahan jabatan," kata mantan Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Baca juga: Aspri Menpora membenarkan terima uang 'ngopi' dari terdakwa Ending

Baca juga: Menpora tegaskan tak ketahui perwakilan KONI datang ke Muktamar NU


Mulyana menyampaikan hal tersebut saat diperiksa sebagai terdakwa dalam kasus penerimaan suap berupa satu unit mobil Fortuner senilai Rp480 juta, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9, bernilai total sekitar Rp900 juta dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI Johny E Awuy.

Ulum adalah asisten pribadi Menpora Imam Nahrowi yang bertugas pada 2015-2019. Dalam sidang 25 April 2019 Wakil Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lina Nurhasanah mengaku memberikan uang Rp3 miliar ke Ulum, namun hal tersebut dibantah Ulum.

Sedangkan dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan Sekretaris Jenderal (Sekjen) KONI Ending Fuad Hamidy berkoordinasi dengan Ulum selaku asisten pribadi Imam Nahrowi terkait jumlah commitment fee sebesar 15-19 persen yang harus diberikan KONI kepada Kemenpora agar dana hibah segera dicairkan.

Baca juga: Jaksa KPK tampilkan daftar pembagian dana hibah dari Sekjen KONI

"Ya semua jabatan bisa, termasuk saya, yang saya dengar seperti itu, termasuk saya diisukan akan diganti, akan digeser. Saya katakan dipecat saja, biar saya tidak jadi beban, tapi akhirnya tidak terjadi seperti itu," tambah Mulyana.

Mulyana mengaku mendengar hal tersebut dari Ending Fuad Hamidy.

"Saya dianggap mempersulit. Saya katakan tidak mempersulit tapi sesuai dengan aturan, karena saya juga berkomitmen untuk mengubah kebijakan soal APBN kepada pihak ketiga maka saya harus terapkan komitmen itu," ungkap Mulyana.

Terkait dengan proposal pencairan anggaran hibah untuk KONI, Mulyana mengaku sejumlah pejabat di Kemenpora dapat ditekan oleh Ulum.

"Misalnya kepada Pak Chandra sebagai PPK (pejabat pembuat komitmen), Pak Adhi sebagai PPK, kepada saya sebagai KPA (Kuasa Pengguna Anggaran), dan ini bukan berlaku untuk saya pribadi tapi seluruh kedeputian, ditanya kenapa kok belum cair-cair, ada apa, kami jawab harus sesuai prosedur," kata Mulyana.

Mulyana menilai bahwa pertanyaan dan permintaan Ulum kepada para pejabat Kemenpora adalah juga perintah dari Menpora.

"Setahu saya dan seingat saya, saya yakin betul bahwa ekuivalen dari Ulum adalah menteri, artinya ya sama, apa yang disampaikan Ulum, saya yakin menteri juga tahu. Pada 'season' tertentu, saya lupa waktunya, memang Pak Menteri pernah menanyakan pada saya mengenai bantuan KONI," ungkap Mulyana.

Menpora Imam Nahrawi, menurut Mulyana, juga pernah menyampaikan agar segala sesuatu dapat disampaikan melalui Ulum.

"Secara umum (Menpora) menyampaikan kalau ada apa-apa sampaikan saja ke Ulum, apakah itu terkait dengan proposal KONI dan lainnya, secara eksplisit memang tidak tertulis, omongan seperti itu. Ulum juga pernah menyampaikan kekurangan uang operasional karena menteri harus ke sana ke mari, maka Ulum yang bergerak meminta, terpaksa kami melalui sekretaris deputi dan sebagainya (memberi)," jelas Mulyana.

Baca juga: Menpora jadi saksi dugaan suap dana hibah KONI di Pengadilan Tipikor
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019