Tingkatkan pengawasan, BPOM RI - Pemprov DIY jalin kerjasama

Tingkatkan pengawasan, BPOM RI - Pemprov DIY jalin kerjasama

Kepala BPOM RI Penny K. Lukito (kanan) menandatangani MoU dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam hal kerjasama peningkatan efektivitas dan pengawasan obat dan makanan.

Yogyakarta (Antara News) - Dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan serta daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI menjalin kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY).

Kerjasama tersebut dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani langsung oleh BPOM RI, Penny K. Lukito dan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Beberapa hal yang menjadi poin kerjasama itu yakni pengawasan terpadu di bidang obat dan makanan, peningkatan pemberdayaan masyarakat, pembinaan dan pendampingan UMKM obat tradisional, kosmetik, dan pangan olahan, kemudian integrasi data dan sistem informasi dalam rangka percepatan perizinan, serta bantuan teknis yang mendukung tugas dan fungsi kedua belah pihak.

Sinergi ini memiliki nilai yang sangat strategis, mengingat Yogyakarta merupakan kota yang memiliki daya tarik tinggi untuk investasi serta potensi pengembangan ekspor produk obat tradisional dan makanan, kata Penny di kompleks Kepatihan Yogyakarta, Jumat.

Dia menambahkan, bahwa sinergi ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing bangsa melalui penguatan jejaring pengawasan terpadu, pembinaan UMKM, dan peningkatan kesadaran masyarakat menjadi konsumen cerdas yang memahami pentingnya obat dan makanan aman, berkhasiat atau bermanfaat dan bermutu.

Terlebih lagi, UMKM di Yogyakarta jumlahnya cukup tinggi, khususnya yang bergerak dalam bidang obat tradisional dan pangan olahan. Tercatat setidaknya terdapat 943 UMKM di Yogyakarta yang bergerak di bidang pengelolaan pangan.

Kerjasama ini diharapkan memberikan kontribusi nyata dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan produktivitas masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat DIY, ujarnya.

Sementara itu Sri Sultan mengatakan bahwa selama ini memang banyak kasus pemalsuan obat, yang ironisnya merupakan produk-produk yang laku dipasaran. Selain itu juga beredar produk obat dan makanan yang ilegal. Seperti misalnya produk buatan Tiongkok yang baru sebanyak 2 persen yang terdaftar.

"Dari berbagai kasus itu mengisyaratkan ada yang salah dalam sistem pengawasan obat dan makanan di negeri ini. Antara lain sanksi pemalsu obat yang terlalu ringan, sehingga tidak menimbulkan efek jera," ucap Sri Sultan.

Pewarta :
Editor : PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2024