Solo (ANTARA) -
Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggelar kirab tujuh pusaka di malam 1 Sura, yaitu pada pergantian hari Rabu (19/7) menuju Kamis.

Pantauan ANTARA di Solo, sebelum pusaka dikeluarkan dari dalam keraton, seorang abdi dalem wanita keluar. Tepat di depan pintu utama keraton atau yang disebut Kori Kamandungan, abdi dalem tersebut terlihat menyalakan dupa yang dibakar di atas tungku sembari berdoa.
 
Di bagian halaman luar, sejumlah abdi dalem pria mulai menyebarkan ubi untuk kerbau yang akan bertugas mengawal sejumlah pusaka keraton. Tepat setengah jam sebelum pusaka dikeluarkan, terlihat lima ekor kerbau atau disebut juga kebo bule datang dari arah alun-alun kidul yang selama ini menjadi kandang sehari-hari.

Usai makan ubi yang sebelumnya sudah disiapkan, pada pukul 24.00 WIB bertepatan dengan dibunyikannya lonceng sebanyak 12 kali, kerbau mulai jalan untuk memimpin kirab sekaligus mengawal pusaka.

Terlihat putra mahkota Keraton Surakarta Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Purboyo bersama dengan kerabat keraton juga mengikuti kirab atau topo bisu.

Di belakang rombongan terlihat satu per satu pusaka mulai dikeluarkan. Setiap pusaka dikawal oleh rombongan peserta kirab sekaligus abdi dalem yang membawa oncor serta payung keraton.

Mengenai ritual malam 1 Sura di Keraton Surakarta, Pengageng Sasana Wilapa Keraton Surakarta Kanjeng Raden Aryo Dani Nur Adiningrat mengatakan prosesi dimulai dengan tradisi wilujengan pada pukul 19.00 WIB. Selanjutnya ada peringatan haul Pakubuwono X yang meninggal pada malam 1 Sura.
 
"Jam 22.30 WIB mulai dilakukan persiapan. Abdi dalem dan sentono dalem yang dapat tugas ngampil dan bongkar berjajar, dibagikan sangsang atau kalung bunga melati, setelah itu gajah nguling atau hiasan telinga yang menandakan dia utusan raja untuk bawa pusaka," katanya.

Selanjutnya pusaka yang disimpan di gedong pusaka dikeluarkan satu per satu. Sesampainya di pelataran, pembawa pusaka didampingi oleh abdi dalem yang membawa tombak dan oncor.
 
"Lalu dibuat grup-grup untuk kemudian dikirabkan," imbuhnya.

Ia menambahkan ketika iring-iringan kirab berangkat, ada ritual doa di kawasan sakral keraton yang disebut bandengan. Selain itu, juga dilakukan shalat hajat dan shalat malam di masjid dalam keraton. "Jadi, ada yang berdoa lewat kirab, meditasi," tambahnya.
 
Sementara itu, ribuan warga adat di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Rabu menggelar ritual sedekah bumi dengan melarung aneka hasil bumi yang dikemas dalam wujud tumpeng besar ke tengah Telaga Ngebel, danau alami yang ada di kaki Gunung Wilis, untuk menyambut tahun baru Islam atau Suroan di daerah itu.

Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, ritual atau upacara adat yang dikenal dengan istilah larung sesaji itu berlangsung semarak.

Pemerintah Kabupaten Ponorogo menjadikan momentum kegiatan larung sesaji di Telaga Ngebel ini sebagai salah satu ikon utama dalam rangkaian kegiatan "Grebeg Suro", berbarengan dengan gelaran Festival Reyog Nasional yang rutin digelar setiap tahun.

Sesaji yang dilarung dalam acara tersebut merupakan hasil bumi yang dibentuk gunungan tumpeng. Total ada empat gunungan yang diarak mengelilingi Telaga Ngebel.

Salah satu gunungan utama kemudian dilarung ke tengah danau sedangkan tiga sisanya "dipurak" atau diperebutkan oleh warga.

"Hari ini larungan dimaknai sebuah doa dikemas dengan cara budaya dengan teatrikal agar kemudian semua simbol-simbol menunjukkan kita patuh kepada Gusti Allah juga kepada pendahulu kita," kata Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam pidato sambutannya.
 


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Keraton Surakarta kirab tujuh pusaka pada malam 1 Sura

Pewarta : Aris Wasita
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2024