Batam (ANTARA) - Kepala BP Batam Muhammad Rudi menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, dan menjelaskan kelanjutan rencana investasi di Pulau Rempang, pada Senin.
"Sudah kita laporkan perkembangannya (investasi di Pulau Rempang) kepada Komisi VI DPR RI dan telah direspon baik dengan beberapa catatan," kata Rudi, sebagaimana dalam keterangan tertulis BP Batam, Selasa.
Menurut Rudi, Komisi VI DPR RI memberikan respon yang baik terkait penjelasannya mengenai perkembangan investasi di Pulau Rempang.
"Pendekatan Humanis dalam sosialisasi dan pendataan tetap harus dikedepankan, kemudian kami juga diminta untuk tetap melibatkan tokoh masyarakat setempat dalam seluruh prosesnya," kata Rudi.
Ia mengatakan hal-hal itu telah dilakukan oleh BP Batam dan untuk mendukung percepatan realisasi investasi di Pulau Rempang.
Rudi bersama jajaran di BP Batam berkomitmen untuk terus menjalankan amanah yang disampaikan oleh Komisi VI DPR RI tersebut.
"Seluruh saran dari Komisi VI DPR RI akan kami pelajari dan kami terapkan dalam seluruh aspek investasi khususnya di Batam agar kesejahteraan masyarakat bisa meningkat dan ekonomi Batam terus bertumbuh," kata Rudi.
"Dengan respon yang positif dari Kementerian Investasi/BKPM RI serta Komisi VI DPR RI, kami yakin percepatan investasi di Pulau Rempang ini dapat kita wujudkan bersama-sama dalam waktu dekat," kata dia.
Masih dalam rapat yang sama, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia menjelaskan pembangunan Rempang diharapkan dapat terus berjalan dan bisa memberikan dampak peningkatan kesejahteraan kepada masyarakat setempat.
"Melihat kondisi yang terjadi di lapangan, kita berharap investasi di Pulau Rempang ini bisa terus berjalan lancar dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar," kata Bahlil.
Menteri juga menjawab pertanyaan legislator soal kekhawatiran Hak Pengelolaan Lahan (HPL), peran Xinyi Group dalam membangun ekosistem industri skala besar, serta anggapan bahwa investasi ini terkesan terburu-buru.
"Untuk HPL nanti akan diserahkan kepada Pemerintah dalam hal ini adalah BP Batam sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam," terang Bahlil.
"Selanjutnya peran Xinyi Group dalam mengembangkan industri skala besar tidak perlu diragukan lagi, karena pengembangan kawasan (Pulau Rempang) ini tidak hanya membangun satu pabrik saja melainkan seluruh ekosistem industri di dalamnya, mulai dari inti usaha yang terdiri dari 8 sektor industri hingga kebutuhan pangan dan kompetensi SDM. Jadi semua ini akan saling mendukung membentuk suatu ekosistem industri berskala besar," lanjutnya.
"Terakhir, soal kesan terburu-buru, kita perlu pahami bahwa investasi ini adalah soal momentum sehingga ketika ada investor yang mau masuk, kita harus siap sesegera mungkin untuk merealisasikannya. Kita harus menyiapkan dulu seluruh infrastruktur pendukungnya baru mereka (investor) datang, kalo tidak mereka akan lari ke negara lain karena banyak negara yang berminat pada investasi besar ini dan kita tidak akan tahu kapan lagi kita (Indonesia) akan mendapat kesempatan sebesar ini lagi," pungkas Bahlil.
"Sudah kita laporkan perkembangannya (investasi di Pulau Rempang) kepada Komisi VI DPR RI dan telah direspon baik dengan beberapa catatan," kata Rudi, sebagaimana dalam keterangan tertulis BP Batam, Selasa.
Menurut Rudi, Komisi VI DPR RI memberikan respon yang baik terkait penjelasannya mengenai perkembangan investasi di Pulau Rempang.
"Pendekatan Humanis dalam sosialisasi dan pendataan tetap harus dikedepankan, kemudian kami juga diminta untuk tetap melibatkan tokoh masyarakat setempat dalam seluruh prosesnya," kata Rudi.
Ia mengatakan hal-hal itu telah dilakukan oleh BP Batam dan untuk mendukung percepatan realisasi investasi di Pulau Rempang.
Rudi bersama jajaran di BP Batam berkomitmen untuk terus menjalankan amanah yang disampaikan oleh Komisi VI DPR RI tersebut.
"Seluruh saran dari Komisi VI DPR RI akan kami pelajari dan kami terapkan dalam seluruh aspek investasi khususnya di Batam agar kesejahteraan masyarakat bisa meningkat dan ekonomi Batam terus bertumbuh," kata Rudi.
"Dengan respon yang positif dari Kementerian Investasi/BKPM RI serta Komisi VI DPR RI, kami yakin percepatan investasi di Pulau Rempang ini dapat kita wujudkan bersama-sama dalam waktu dekat," kata dia.
Masih dalam rapat yang sama, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia menjelaskan pembangunan Rempang diharapkan dapat terus berjalan dan bisa memberikan dampak peningkatan kesejahteraan kepada masyarakat setempat.
"Melihat kondisi yang terjadi di lapangan, kita berharap investasi di Pulau Rempang ini bisa terus berjalan lancar dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar," kata Bahlil.
Menteri juga menjawab pertanyaan legislator soal kekhawatiran Hak Pengelolaan Lahan (HPL), peran Xinyi Group dalam membangun ekosistem industri skala besar, serta anggapan bahwa investasi ini terkesan terburu-buru.
"Untuk HPL nanti akan diserahkan kepada Pemerintah dalam hal ini adalah BP Batam sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam," terang Bahlil.
"Selanjutnya peran Xinyi Group dalam mengembangkan industri skala besar tidak perlu diragukan lagi, karena pengembangan kawasan (Pulau Rempang) ini tidak hanya membangun satu pabrik saja melainkan seluruh ekosistem industri di dalamnya, mulai dari inti usaha yang terdiri dari 8 sektor industri hingga kebutuhan pangan dan kompetensi SDM. Jadi semua ini akan saling mendukung membentuk suatu ekosistem industri berskala besar," lanjutnya.
"Terakhir, soal kesan terburu-buru, kita perlu pahami bahwa investasi ini adalah soal momentum sehingga ketika ada investor yang mau masuk, kita harus siap sesegera mungkin untuk merealisasikannya. Kita harus menyiapkan dulu seluruh infrastruktur pendukungnya baru mereka (investor) datang, kalo tidak mereka akan lari ke negara lain karena banyak negara yang berminat pada investasi besar ini dan kita tidak akan tahu kapan lagi kita (Indonesia) akan mendapat kesempatan sebesar ini lagi," pungkas Bahlil.