Batam (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau menyerahkan bantuan dana insentif senilai Rp4 miliar kepada 3.345 anggota tim pendamping keluarga (TPK) BKKBN di wilayah setempat.
Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad di Batam Rabu mengatakan, pemberian insentif tersebut merupakan bentuk perhatian pemerintah daerah serta menjadi salah satu upaya dalam menurunkan angka stunting di wilayah Kepri.
"Anggaran bantuan tadi dari APBD, dan dengan bantuan ini keinginan kita supaya stunting ini bisa menurun serendah-rendahnya," kata Ansar.
Ia menjelaskan, anggaran bantuan operasional tersebut diberikan selama 12 bulan kepada tim pendamping keluarga, yang terdiri atas bidan, kader KB, dan kader PKK, mereka akan menerima Rp100.000 per bulan.
Kabupaten Bintan menerima bantuan sebesar Rp324 juta untuk 270 TPK, Kota Tanjungpinang Rp291,6 juta untuk 243 TPK, Kabupaten Karimun Rp550,8 juta untuk 459 TPK.
Kemudian, Kota Batam menerima bantuan sebesar Rp1,9 miliar untuk 1.632 TPK, Kabupaten Lingga Rp352,8 juta untuk 294 TPK, Kabupaten Anambas Rp308,8 juta untuk 174 TPK, dan Kabupaten Natuna menerima sebesar Rp327,6 juta untuk 273 orang TPK.
"Intinya kita ingin memberikan kontribusi yang besar buat negara ini, bahwa Kepri bisa mengendalikan dan menurunkan stunting. Tapi dengan memprioritaskan usaha-usaha preventif mulai dari ibu hamil, memperluas layanan kesehatan, cakupan timbangan bayi," kata Ansar.
Menurutnya, dalam upaya penurunan angka stunting, diperlukan sinergi dari pemerintah kabupaten/kota serta seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi.
"COVID-19 saja sebegitu berat bisa kita atasi, saya yakin masalah stunting kita bisa. Kepri ini penduduknya tidak terlalu banyak, memang tantangan kita geografis saja. Kalau itu semua kita gerakkan dan ini menjadi fokus perhatian semua, saya kira bukan tidak mungkin kita bisa turunkan -stunting- serendah-rendahnya," katanya.
Kepala Perwakilan BKKBN Kepri Rohina menyebutkan, Pemprov Kepri merupakan satu-satunya pemerintah daerah yang menganggarkan untuk penanganan stunting, melalui bantuan insentif bagi TPK.
"Kegunaannya adalah untuk tambahan operasional tim pendamping keluarga, diharapkan oleh pak gubernur apa yang kita targetkan bisa tercapai, mereka bisa mendampingi secara langsung calon pengantin, ibu hamil, dan baduta -bayi bawah dua tahun-," kata Rohina.
Ia menyebutkan pula bahwa dengan dilakukan pendampingan itu, akan didapatkan data dan capaian yang akurat, sehingga hal yang diinginkan untuk gagasan percepatan penurunan stunting bisa tercapai dengan baik.
Berdasarkan data SGGI tahun 2022, prevalensi stunting di Kepri masih di angka 15,4 persen. Pada tahun 2024, Provinsi Kepri menargetkan prevalensi stunting pada kisaran angka 10,21 persen.
Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad di Batam Rabu mengatakan, pemberian insentif tersebut merupakan bentuk perhatian pemerintah daerah serta menjadi salah satu upaya dalam menurunkan angka stunting di wilayah Kepri.
"Anggaran bantuan tadi dari APBD, dan dengan bantuan ini keinginan kita supaya stunting ini bisa menurun serendah-rendahnya," kata Ansar.
Ia menjelaskan, anggaran bantuan operasional tersebut diberikan selama 12 bulan kepada tim pendamping keluarga, yang terdiri atas bidan, kader KB, dan kader PKK, mereka akan menerima Rp100.000 per bulan.
Kabupaten Bintan menerima bantuan sebesar Rp324 juta untuk 270 TPK, Kota Tanjungpinang Rp291,6 juta untuk 243 TPK, Kabupaten Karimun Rp550,8 juta untuk 459 TPK.
Kemudian, Kota Batam menerima bantuan sebesar Rp1,9 miliar untuk 1.632 TPK, Kabupaten Lingga Rp352,8 juta untuk 294 TPK, Kabupaten Anambas Rp308,8 juta untuk 174 TPK, dan Kabupaten Natuna menerima sebesar Rp327,6 juta untuk 273 orang TPK.
"Intinya kita ingin memberikan kontribusi yang besar buat negara ini, bahwa Kepri bisa mengendalikan dan menurunkan stunting. Tapi dengan memprioritaskan usaha-usaha preventif mulai dari ibu hamil, memperluas layanan kesehatan, cakupan timbangan bayi," kata Ansar.
Menurutnya, dalam upaya penurunan angka stunting, diperlukan sinergi dari pemerintah kabupaten/kota serta seluruh elemen masyarakat untuk berpartisipasi.
"COVID-19 saja sebegitu berat bisa kita atasi, saya yakin masalah stunting kita bisa. Kepri ini penduduknya tidak terlalu banyak, memang tantangan kita geografis saja. Kalau itu semua kita gerakkan dan ini menjadi fokus perhatian semua, saya kira bukan tidak mungkin kita bisa turunkan -stunting- serendah-rendahnya," katanya.
Kepala Perwakilan BKKBN Kepri Rohina menyebutkan, Pemprov Kepri merupakan satu-satunya pemerintah daerah yang menganggarkan untuk penanganan stunting, melalui bantuan insentif bagi TPK.
"Kegunaannya adalah untuk tambahan operasional tim pendamping keluarga, diharapkan oleh pak gubernur apa yang kita targetkan bisa tercapai, mereka bisa mendampingi secara langsung calon pengantin, ibu hamil, dan baduta -bayi bawah dua tahun-," kata Rohina.
Ia menyebutkan pula bahwa dengan dilakukan pendampingan itu, akan didapatkan data dan capaian yang akurat, sehingga hal yang diinginkan untuk gagasan percepatan penurunan stunting bisa tercapai dengan baik.
Berdasarkan data SGGI tahun 2022, prevalensi stunting di Kepri masih di angka 15,4 persen. Pada tahun 2024, Provinsi Kepri menargetkan prevalensi stunting pada kisaran angka 10,21 persen.