Batam (ANTARA) - Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Batam, Kepulauan Riau (Kepri) melatih siswa dari jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA memproduksi telur asin, selain sebagai bagian dari pembelajaran vokasi, juga melatih siswa dalam kegiatan ekonomi.   

“Sekolah kami memiliki usaha tata boga, dikerjakan oleh anak-anak bersama instrukturnya,” kata Kepala SLB Negeri Batam Dian Indriany di Batam, Jumat.  

Menurut dia, produksi telur asin ini dilakukan rutin setiap hari, sebagai produk tetap, lebih dari 10 papan (1 papan isi 30) telur disiapkan untuk dibuat penganan asal Brebes, Jawa Tengah tersebut.   

Namun, kata dia, produksi telur asin tidaklah menguntungkan, 30 persen telur gagal diproduksi karena keterbatasan anak-anak berkebutuhan khusus dalam melakukan kegiatan. Seperti pecah karena jatuh, atau lainnya.   

“Kami punya usaha tapi sistemnya pembelajaran. Karena kami bukan cari keuntungan, tapi malah rugi istilahnya. Karena mereka yang mengerjakan, dari satu anak bisa pecah 1, 6 telur, tak masalah merugi, tapi kan memberikan pembelajaran buat anak-anak bukan cari untung,” kata Dian.

Telur-telur asin tersebut dibuat di sekolah, diasinkan dengan cara diawetkan menggunakan media abu. Telur yang sudah diawetkan lalu dijual oleh guru, maupun orang tua murid di warung-warung dekat rumah dan sekolah.   

Uang hasil penjualan selain digunakan untuk biaya produksi, juga dikembalikan untuk siswa sebagai uang saku. Dari penjualan ini, siswa diajarkan berjualan dan mengelola keuangan.

Selain telur asin, siswa-siswa SLB Negeri Batam juga dilatih membuat aneka roti, aneka kue, keripik gonggong. Tetapi, telur salah satu produk pangan yang dihasilkan yang lebih aman untuk dipasarkan ke masyarakat.

“Kenapa telur asin, karena menurut kami masyarakat lebih bisa menerima telur asin ini dibandingkan produk pangan lainnya dari sisi higienisnya. Karena kan terjaga kualitasnya, tidak terkontaminasi dengan lainnya,” kata Dian.

Setelah dilatih memproduksi pangan, para siswa juga dilatih untuk berjualan. Setiap bulan digelar "market day", para siswa akan memasarkan hasil muatan lokal (mulok) yang mereka bawa dari rumah untuk dijual di sekolah.

“Mereka memasarkan hasil muloknya, makanan khas Melayu, bawa dari rumah nanti dijual di sekolah," katanya.

"Siswa diajarkan berjualan, karena ketika mereka keluar (dari sekolah) minimal mereka harus mandiri memiliki kemampuan, walaupun hanya berjualan, karena enggak semua bisa, harus dilatih kemampuan hitung-hitungan uang hasil penjualan,” kata Dian menambahkan.

Baca juga: BPOM Batam edukasi keamanan pangan untuk anak-anak disabilitas


Pewarta : Laily Rahmawaty
Editor : Angiela Chantiequ
Copyright © ANTARA 2024