New York, Amerika Serikat (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi merespons pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat Sesi Debat Umum Sidang ke-79 Majelis Umum PBB.

Jadwal pidato keduanya berselang hari. Netanyahu berada di podium Majelis Umum pada Jumat (27/9). Sehari kemudian pada Sabtu (28/9), Retno menyampaikan pesannya pada forum yang sama di Markas Besar PBB New York, Amerika Serikat.

“Kemarin PM Netanyahu menyatakan, ‘Israel ingin damai…’, ‘Israel mendamba perdamaian’. Apa benar? Bagaimana mungkin kita akan percaya pernyataan itu?” kata Menlu.

“Kemarin, saat dia di sini, Israel melakukan serangan udara besar-besaran terhadap Beirut yang belum pernah terjadi sebelumnya. PM Netanyahu ingin perang berlanjut. Kita harus menghentikannya, sekali lagi, kita harus menghentikannya.”

Menurut Retno, jalan yang harus diambil negara dunia adalah memberikan tekanan kepada Israel untuk kembali ke jalan keluar politis, Solusi Dua Negara.

Pernyataan Menlu tersebut kemudian mendapat sambutan riuh tepuk tangan dari para delegasi yang hadir.

Retno kemudian menekankan lagi sejumlah hal yang bisa dan harus dilakukan oleh negara-negara dunia secara kolektif, sebagaimana yang juga dia sampaikan dalam forum-forum PBB lainnya.

“Saya mendesak negara-negara yang belum mengakui Negara Palestina untuk melakukannya sekarang juga! Jika masing-masing dari kita melakukannya, saya yakin hal ini akan berdampak,” ujar Menlu.

Dia menambahkan bahwa pengakuan terhadap Palestina berarti menginvestasikan sebuah dunia yang lebih damai, adil, dan berperikemanusiaan.

Selain itu, Retno menyebut pihak yang paling mampu untuk menghentikan kekejaman Israel terhadap Bangsa Palestina adalah Dewan Keamanan PBB.

“Mandat Dewan Keamanan adalah untuk menjaga dan menciptakan perdamaian, bukan menjaga dan memperpanjang masa perang, atau bahkan lebih buruk lagi yaitu mendukung pelaku kekejaman,” ujar Retno.

Ribuan warga Lebanon...

Sementara itu, serangan udara Israel di Lebanon telah memicu migrasi massal ribuan orang yang melarikan diri ke Suriah, sebuah negara yang sudah hancur akibat bertahun-tahun konflik.

Menurut sumber setempat, lebih dari 5.000 keluarga Lebanon, termasuk anggota Hizbullah dan kerabat mereka, telah menyeberang ke Suriah sejak dimulainya serangan Israel pada 23 September.

Keluarga-keluarga yang terlantar ini menetap di desa-desa sekitar Damaskus, Aleppo, Homs, dan Hama, wilayah yang dibombardir hebat dan sebagian besar ditinggalkan karena bertahun-tahun peperangan di bawah rezim Assad.

Komite yang berafiliasi dengan Hizbullah di Suriah dilaporkan membantu menampung para pendatang baru ini.

Awalnya mereka ditempatkan di tempat penampungan sementara, namun secara bertahap dipindahkan ke desa-desa yang hancur akibat perang.

'Kami Akan Pergi ke Damaskus'

Hüseyin Ali, seorang pria Lebanon yang melarikan diri dari kekerasan, menceritakan kepada Anadolu tentang kondisi yang semakin memburuk di Lebanon selatan.

"Anda tidak bisa lagi tinggal di Lebanon selatan, daerah Dahiyeh, atau di wilayah-wilayah yang didominasi Syiah. Kami terus-menerus diserang karena kami Syiah," kata Ali.

"Kami akan pergi ke Damaskus di mana lebih aman bagi kami. Kami sangat menyukai Bashar al-Assad."

Penduduk lainnya yang melarikan diri, Muhammet Ferruh, menggambarkan betapa intensif serangan di sekitar rumahnya di Lebanon selatan.

"Tak ada satu pun dari kerabat saya yang tersisa di desa. Serangan terjadi di sekitar desa setiap hari, dan pada hari-hari awal, serangan besar menargetkan pusat desa," katanya, seraya menambahkan bahwa 26 orang tewas pada hari pertama serangan.

Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, Tac Seyyid dari Baalbek, menceritakan ketakutannya akan kekerasan tersebut.

"Suara-suara itu sangat menakutkan bagi saya," ujarnya. "Situasi di Baalbek sangat menakutkan. Kami tidak bisa tidur di malam hari. Sekarang, kami akan pergi ke Damaskus."

Israel telah menghantam Lebanon sejak Senin (23/9) pagi dengan serangan udara yang telah menewaskan lebih dari 700 korban jiwa dan melukai hampir 2.200 orang, menurut angka yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan Lebanon.

Kementerian juga melaporkan bahwa jumlah korban tewas di Lebanon sejak Oktober lalu mencapai 1.540 orang, selain lebih dari 77.000 orang yang terlantar dari wilayah selatan dan timur negara tersebut.

Sebelumnya, dalam sebuah pernyataan pada Sabtu, tentara Israel mengklaim bahwa pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah telah "dihabisi" dalam sebuah operasi yang menargetkan komando pusat Hizbullah yang berada di bawah sebuah bangunan hunian di pinggiran selatan Beirut.

Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam perang lintas batas sejak dimulainya serangan Israel terhadap Jalur Gaza, yang telah menewaskan hampir 41.600 korban jiwa, sebagian besar wanita dan anak-anak, setelah serangan lintas batas oleh Hamas pada 7 Oktober lalu.

Masyarakat internasional telah memperingatkan serangan di Lebanon, karena dikhawatirkan dapat memperluas konflik Gaza menjadi perang regional.

Sumber: Anadolu

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menlu RI: Bagaimana bisa kita percaya pidato Netanyahu?

Pewarta : Suwanti
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2024