Tanjungpinang (Antara Kepri) - Tidak jelasnya penetapan batas kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) di Kota Tanjungpinang masih menjadi permasalah bagi pemerintah kota untuk mempromosikan diri mencari investor asing.

Bahkan, upaya penetapan wilayah yang seharusnya jelas titik keberadaannya itu, sampai saat ini masih semu. Sehingga, tidak satu pun Penanaman Modal Asing (PMA) mau menabur sahamnya di wilayah Tanjungpinang.

"Sampai saat ini, kami tak tau batas pasti kawasan FTZ di wilayah kota ini," tegas Kabid Penanaman Modal Dinas Perindustrian dan Perdagangan Ekonomi Kreatif dan Penanaman Modal (Disperindag Ekraf dan PM)  Kota Tanjungpinang, Roswita.

Ketidakpastian batas tersebut memang tidak diketahuinya, lantaran pihak yang memiliki tupoksi menangani kawasan bebas tersebut kemungkinan masih belum melakukan aksi, termasuk urusan "Tonggak 1.300 hektar" yang dicanangkan FTZ.

Perihal yang dimaksud menimbulkan pertanyaan bagi Roswita tentang, dimana lokasi 1.300 hektar yang disebut FTZ berada di Kota Tanjungpinang itu.

"Penetapan batas wilayah FTZ itu penting, sehingga investor asing mengetahui batas asli wilayah yang akan ditanam investasi, karena awalnya para investor selalu menanyakan lahan," kata Roswita.

Perihal lahan menjadi prioritas utama para investor, karena warna investasi asing selalu pekat dalam menanamkan modalnya.

"Mereka tidak main-main, artinya mereka berani menamkan modalnya dalam jumlah besar, begitu gaya investor asing ketika ingin berinvestasi," paparnya.

Sementara FTZ yang diharapkan menjadi modal awal untuk membuka lapak investasi, justru dinilai belum jelas.

Selain itu, urusan energi seperti air dan listrik yang seharusnya menunjang minat investor juga dinilai belum optimal dilakukan pihak terkait untuk skala  ibukota suatu provinsi.

Seingat Roswita, pada 2006 investor Korea Selatan sempat sepakat berinvestasi dibidang pelabuhan di Kota Tanjungpinang dengan menyediakan listrik dan air secara mandiri, namun  kesepakatan tersebut bubar karena permasalahan lahan.

Menurutnya, sebelum FTZ, dulu sudah ada yang disebut Sijori, (Singapura-Johor-Riau), namun hasil dari kerjasama tiga negara juga belum menampakkan hasil. Ditambah lagi, masuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang membuat aksi promosi daerah semakin bingung mengatur arah.

Seandainya dipaksakan dengan kondisi yang ada, pola kerjasama yang akan dilakukan antara pemerintah daerah dengan pihak PMA juga belum terbaca olehnya.

"Apakah sistem kontrak, pinjam pakai lahan atau kerjasama yang bagaimana, juga belum menunjukkan adanya kejelasan," tegas Roswita.

Contohnya Bukit Manuk, meskipun Detailed Enginering Design (DED) sudah selesai, tetapi jika pola kerjasamanya masih belum jelas, maka pihaknya pun belum berani melakukan promosi.

"Konsep atau pola kerjasama itu harusnya jelas, karena sasaran promosi ini Penanaman Modal Asing (PMA) dengan investasi yang tidak 'main-main'," tegasnya.

Dan seandainya ada investor asing yang masuk ke Tanjungpinang melalui SKPD lain, tentu sebagai badan Penanaman Modal yang menempel di Disperindag-Ekraf Kota Tanjungpinang, pihaknya akan mengetahui karena fungsi pengawasan dan promosi melalui bidangnya.

"Namun sampai saat ini kami belum menerima laporan adanya PMA yang masuk ke Kota Tanjungpinang," ujarnya kepada Antara.

Ditambah lagi, sistem penanaman modal di Tanjungpinang ternyata masih belum online, sehingga pelayanan kepada calon investor masih  ditempuh dengan mekanisme manual.

"Seharusnya sistem online sudah diterapkan di Kota Tanjungpinang, namun proses pembelajaran sistem tersebut tidak masuk ke Tanjungpinang, ditambah lagi Tanjungpinang mengalami defisit," kata Kasi Pengawasan dan Pengendalian Bidang Penanaman Modal, Hendrik.

Perihal tidak diberlakukannya sistem online atau yang disebut Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) tersebut menjadi perhatian dinas terkait pasalnya, ajang pembelajaran mengenai SPIPISE seharusnya digilir Pemkot Tanjungpinang pada 2015 ini.

Namun, setelah pembelajaran SPIPISE dilakukan di Kota Batam dan Kabupaten Bintan pada tahun lalu, Tanjungpinang tidak mendapatkan gilir menerima pembelajaran tentang sistem tersebut, padahal perihal pembelajaran itu sudah lama ditunggu untuk mengganti mekanisme penanaman modal dari manual ke online. (Antara)

Editor: Evy R. Syamsir

Pewarta : Saud MC
Editor :
Copyright © ANTARA 2025