Tanjungpinang (Antaranews Kepri) - Dinas Pariwisata Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau menilai uji coba Festival Imlek tahun 2018, berhasil, sehingga akan dilaksanakan pada tahun selanjutnya.
Kepala Dispar Tanjungpinang, Reni Yusneli, di Tanjungpinang, Senin, menjelaskan, Festival Imlek yang diselenggarakan dua hari lalu disaksikan ribuan warga dan juga wisatawan.
"Warga, wisman dan wisatawan domestik sangat antusiasme menyaksikan berbagai kegiatan dalam Festival Imlek, padahal hanya dilakukan secara sederhana, tetapi menarik. Ini menjadi dasar bagi kami untuk menyelenggarakannya kembali pada tahun 2018," ujarnya.
Reni mengemukakan, Festival Imlek cenderung pada kegiatan seni dan budaya tionghoa. Dalam festival itu dilakukan atraksi barongsai, naga berukuran besar yang dimainkan sejumlah orang yang berpengalaman.
Selain itu, diselenggarakan Pawai Imlek, yang menampilkan beraneka ragam kebudayaan tionghoa, mulai dari pakaian adat perkawinan hingga dewa-dewa. Anak-anak sekolah yang berasal dari suku Tionghoa juga ikut meramaikan pawai itu.
"Sekolah Tionghoa tertua di Tanjungpinang juga ada sebagai petanda sejak dahulu mereka sudah menimbah ilmu di negeri melayu," ucapnya.
Fakta sejarah juga mengungkap warga etnis tionghoa sejak dahulu sudah berbaur dengan etnis melayu. Warga etnis melayu sejak dahulu hingga sekarang terbuka menerima warga dari etnis manapun.
Kehidupan yang harmonis antara etnis melayu dan tionghoa dibuktikan dengan dibangunnya klenteng di Kawasan Kota Lama Tanjungpinang sejak abab 17. Klenteng itu pula menunjukkan bahwa pihal Kerajaan Riau-Lingga-Pahang, memberi ruang kepada suku Tionghoa untuk melaksanakan kegiatan keagamaan.
"Pembangunan bersejarah di Pulau Penyengat juga pada abab 17. Mana yang lebih dahulu dibangun, apakah masjid di Pulau Penyengat atau klenteng? Membangun kembali sejarah hubungan etnis tionghoa dan etnis melayu pasti menarik perhatian warga lokal dan wisatawan," ujarnya.
Reni mengatakan, Pawai Imlek 2018 direncanakan menampilkan keberagaman suku, menunjukkan kebhinekaan. "Kalau tahun ini hanya ada etnis Jawa yang bermain reog saat Festival Imlek, tahun depan ditampilkan beragam suku," katanya.
Saat ini, kata dia mayoritas pelaku usaha di Tanjungpinang adalah etnis tionghoa. Karena itu, perayaan Imlek dalam setiap tahun selalu meriah di Kawasan Kota Lama.
"Tahun ini juga sangat meriah, dan dihadiri oleh wisatawan dari berbagai negara, termasuk Singapura dan Malaysia yang dekat dengan Tanjungpinang," tuturnya. Baca juga: Makna tradisi barongsai bagi etnis tionghoa
Kepala Dispar Tanjungpinang, Reni Yusneli, di Tanjungpinang, Senin, menjelaskan, Festival Imlek yang diselenggarakan dua hari lalu disaksikan ribuan warga dan juga wisatawan.
"Warga, wisman dan wisatawan domestik sangat antusiasme menyaksikan berbagai kegiatan dalam Festival Imlek, padahal hanya dilakukan secara sederhana, tetapi menarik. Ini menjadi dasar bagi kami untuk menyelenggarakannya kembali pada tahun 2018," ujarnya.
Reni mengemukakan, Festival Imlek cenderung pada kegiatan seni dan budaya tionghoa. Dalam festival itu dilakukan atraksi barongsai, naga berukuran besar yang dimainkan sejumlah orang yang berpengalaman.
Selain itu, diselenggarakan Pawai Imlek, yang menampilkan beraneka ragam kebudayaan tionghoa, mulai dari pakaian adat perkawinan hingga dewa-dewa. Anak-anak sekolah yang berasal dari suku Tionghoa juga ikut meramaikan pawai itu.
"Sekolah Tionghoa tertua di Tanjungpinang juga ada sebagai petanda sejak dahulu mereka sudah menimbah ilmu di negeri melayu," ucapnya.
Fakta sejarah juga mengungkap warga etnis tionghoa sejak dahulu sudah berbaur dengan etnis melayu. Warga etnis melayu sejak dahulu hingga sekarang terbuka menerima warga dari etnis manapun.
Kehidupan yang harmonis antara etnis melayu dan tionghoa dibuktikan dengan dibangunnya klenteng di Kawasan Kota Lama Tanjungpinang sejak abab 17. Klenteng itu pula menunjukkan bahwa pihal Kerajaan Riau-Lingga-Pahang, memberi ruang kepada suku Tionghoa untuk melaksanakan kegiatan keagamaan.
"Pembangunan bersejarah di Pulau Penyengat juga pada abab 17. Mana yang lebih dahulu dibangun, apakah masjid di Pulau Penyengat atau klenteng? Membangun kembali sejarah hubungan etnis tionghoa dan etnis melayu pasti menarik perhatian warga lokal dan wisatawan," ujarnya.
Reni mengatakan, Pawai Imlek 2018 direncanakan menampilkan keberagaman suku, menunjukkan kebhinekaan. "Kalau tahun ini hanya ada etnis Jawa yang bermain reog saat Festival Imlek, tahun depan ditampilkan beragam suku," katanya.
Saat ini, kata dia mayoritas pelaku usaha di Tanjungpinang adalah etnis tionghoa. Karena itu, perayaan Imlek dalam setiap tahun selalu meriah di Kawasan Kota Lama.
"Tahun ini juga sangat meriah, dan dihadiri oleh wisatawan dari berbagai negara, termasuk Singapura dan Malaysia yang dekat dengan Tanjungpinang," tuturnya. Baca juga: Makna tradisi barongsai bagi etnis tionghoa
Editor: Rusdianto