Lingga (Antaranews Kepri) - Tradisi Barongsai buang sial atau pengusir roh jahat dalam perayaan tahun baru Imlek kini menjadi tradisi yang wajib bagi seluruh warga Tionghua di Pulau Singkep Kabupaten Lingga untuk mendapatkan keberuntungan di tahun baru Imlek.
"Tradisi ini mulai berkembang di Pulau Singkep dan sekitarnya ditahun dua ribuan, semenjak itu tradisi barongsai menjadi wajib bagi masyarakat sebagai pelengkap perayaan Imlek. Mereka datang dari satu rumah kerumah lainnya, karna hampir semua rumah orang tionghua yang kami sambangi bisa sampai satu pekan baru selesai kita lakukan ritual barongsai ini," kata Aden salah satu mantan pemain Barongsai kepada Antara, Sabtu.
Menurut seorang warga Tionghua di Kabupaten Lingga lainnya, Yung Sun, kehadiran tarian naga atau yang disebut dengan barongsai ini biasanya diiringi dengan bunyi petasan atau mercon, menurut keyakinan masyarakat Tionghua dengan mengajak Barongsai menari ditiap-tiap rumah adalah untuk mendapatkan keberuntungan ditahun-tahun yang akan datang.
Barongsai akan disuguhkan dengan angpao atau ampolo yang berisi uang, yang biasanya digantung diatas pintu masuk rumah setelah menari beberapa menit barongsai akan mengambil angpao yang tergantung tersebut seberapa tinggi pun harus diambil dengan teknik kungfu yang memang sudah dilatih kepada para pemain barongsai.
"Diiring dengan petasan dan angpao yang dimakan oleh naga, itulah simbol bahwa hantu atau kesialan selama ini dimakan dan oleh naga sehingga tinggal keberuntungan yang ada dirumah," kata Yung.
Dulunya barongsai atau tarian naga adalah bagian dari upaya petani-petani Tiongkok untuk mengusir hama-hama jahat yang menganggu hasil pertanian mereka, seiring berjalannya waktu tradisi turun temurun ini terus dipertahankan dan kini seakan menjadi tradisi wajib bagi setiap rumah di perayaan Imlek.
Angpao atau uang yang diperoleh dari hasil makanan naga duplikat yang dinamakan Barongsai tersebut biasanya akan dibagikan kepada para pemain barongsai, dan sisanya akan disimpang di kas kelenteng Cetya Dharma Ratna Dabosingkep yang selama ini cukup banyak melahirkan para pemain-pemain barongsai.
Para pemain barongsai ini rata-rata anak-anak muda yang berasal dari warga tionghua yang dilatih selama berhari-hari sebelum mampu memegang badan naga yang cukup berat tersebut. Tidak hanya saat Imlek Barongsai juga kerap ditampilkan saat perayaan-perayaan lainnya baik itu keluarga maupun kegiatan-kegiatan ceremonial dikalangan pemerintah. (Antara)
Editor : Pradanna Putra
"Tradisi ini mulai berkembang di Pulau Singkep dan sekitarnya ditahun dua ribuan, semenjak itu tradisi barongsai menjadi wajib bagi masyarakat sebagai pelengkap perayaan Imlek. Mereka datang dari satu rumah kerumah lainnya, karna hampir semua rumah orang tionghua yang kami sambangi bisa sampai satu pekan baru selesai kita lakukan ritual barongsai ini," kata Aden salah satu mantan pemain Barongsai kepada Antara, Sabtu.
Menurut seorang warga Tionghua di Kabupaten Lingga lainnya, Yung Sun, kehadiran tarian naga atau yang disebut dengan barongsai ini biasanya diiringi dengan bunyi petasan atau mercon, menurut keyakinan masyarakat Tionghua dengan mengajak Barongsai menari ditiap-tiap rumah adalah untuk mendapatkan keberuntungan ditahun-tahun yang akan datang.
Barongsai akan disuguhkan dengan angpao atau ampolo yang berisi uang, yang biasanya digantung diatas pintu masuk rumah setelah menari beberapa menit barongsai akan mengambil angpao yang tergantung tersebut seberapa tinggi pun harus diambil dengan teknik kungfu yang memang sudah dilatih kepada para pemain barongsai.
"Diiring dengan petasan dan angpao yang dimakan oleh naga, itulah simbol bahwa hantu atau kesialan selama ini dimakan dan oleh naga sehingga tinggal keberuntungan yang ada dirumah," kata Yung.
Dulunya barongsai atau tarian naga adalah bagian dari upaya petani-petani Tiongkok untuk mengusir hama-hama jahat yang menganggu hasil pertanian mereka, seiring berjalannya waktu tradisi turun temurun ini terus dipertahankan dan kini seakan menjadi tradisi wajib bagi setiap rumah di perayaan Imlek.
Angpao atau uang yang diperoleh dari hasil makanan naga duplikat yang dinamakan Barongsai tersebut biasanya akan dibagikan kepada para pemain barongsai, dan sisanya akan disimpang di kas kelenteng Cetya Dharma Ratna Dabosingkep yang selama ini cukup banyak melahirkan para pemain-pemain barongsai.
Para pemain barongsai ini rata-rata anak-anak muda yang berasal dari warga tionghua yang dilatih selama berhari-hari sebelum mampu memegang badan naga yang cukup berat tersebut. Tidak hanya saat Imlek Barongsai juga kerap ditampilkan saat perayaan-perayaan lainnya baik itu keluarga maupun kegiatan-kegiatan ceremonial dikalangan pemerintah. (Antara)
Editor : Pradanna Putra