Wapres: Kurangi Ketergantungan "Smartphone" Impor

id Wapres,jusuf,kalla,Kurangi,batam,Ketergantungan,Smartphone,ponsel,Impor

Batam (Antara Kepri) - Wakil Presiden Jusuf Kalla berharap Indonesia bisa mengurangi ketergantungan "smartphone" (telepon pintar) impor dengan cara mendorong bertumbuhnya industri tersebut di dalam negeri serta memberikan sejumlah insentif.

"Tentu kita ingin mengurangi produk impor, tapi perlu memperbaiki kualitas dan harganya agar bersaing," kata Jusuf Kalla kepada pers di Batam, Kepulauan Riau, Jumat.

Hal tersebut disampaikan saat meninjau pabrik "smartphone" PT SAT Nusapersada Tbk. Hadir dalam kunjungan itu Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara serta Gubernur Kepri Muhammad Sani.

Dikatakan Wapres, sebenarnya alat elektronik atau apapun bisa dibuat di dalam negeri, sehingga diperlukan promosi besar-besaran dan menggandeng operator telepon untuk memperkenalkan produk lokal.

"Promosi perlu dilakukan sebagai upaya untuk memperkenalkan bahwa Indonesia sudah bisa memproduksi sendiri," ujarnya.

Untuk mendukung kemajuan industri tersebut, Wapres akan minta kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Perindustrian untuk membantu mengembangkan industri tersebut.

Mengenai industri pendukung, wapres mengatakan tak perlu dikhawatirkan.

"Biasanya tumbuhnya itu otomatis, kalau tumbuh industri, pendukungnya akan tumbuh juga," ucap Kalla.

Wapres menilai perangkat telekomunikasi smartphone telah menjadi kebutuhan hidup setiap orang, termasuk bagi penduduk Indonesia yang saat ini berkisar 250 juta orang sehingga kebutuhan perangkat telekomunikasi pun sangat tinggi.

Data dari KSO Sucofindo Suveyor Indonesia menunjukkan impor telepon seluler (ponsel) ke Indonesia pada tahun 2013 mencapai 58 juta unit atau senilai 2,6 miliar dolar AS. Diperkirakan impor pada tahun 2014 mencapai 60 juta unit atau senilai 3,4 miliar dolar AS.

Hal ini membuat Indonesia dinobatkan sebagai negara paling konsumtif di antara negara lain se-Asia Tenggara berdasarkan lembaga riset Gfk Asia.

Regulasi untuk menjadikan Indonesia menjadi negara produksi sebenarnya telah ada, yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi No. 7 Tahun 2009 yang mewajibkan Tingkat Kadungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 30 persen untuk semua perangkat telekomunikasi 4G LTE yang menggunakan frekuensi 2,3 Ghz dan 3,3 Ghz, tetapi kedepannya peraturan ini akan diubah sehingga semua perangkat telekomunikasi 4G LTE wajib TKDN, bukan pada frekuensi tertentu saja.

Kemudian, Peraturan Menteri Perdagangan No. 82 Tahun 2012 berserta perubahannya yang mewajibkan importir ponsel untuk mendirikan pabrik ponsel di Indonesia, serta Peraturan Menteri Perindustrian No. 108 Tahun 2012 yang mewajib melakukan pendaftaran setiap ponsel impor agar dapat menekan kuota impor ponsel ke Indonesia.

Tetapi jika semua peraturan tersebut tidak ditegakkan dan dijalankan oleh Pemerintah Indonesia, maka peraturan tersebut akan menjadi kenangan saja dan Indonesia akan tetap menjadi negara konsumsi, bukan negara produksi.

Jika semua ponsel impor diproduksi dalam negeri, maka diperkirakan negara akan berpotensi menerima pajak pertahun sekitar Rp180 miliar dan menciptakan 30.000 lapangan kerja.

Hal ini belum termasuk pertumbuhan perusahaan pendukung lainnya, seperti pembuat komponen, disainn, serta distributor. (Antara)

Editor: Rusdianto

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE