Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI) Laksdya TNI Dr. Aan Kurnia membeberkan perkembangan Laut China Selatan (LCS) di perbatasan Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau dalam kuliah umum di Universitas Padjajaran (UNPAD) secara daring.
"Tiga kekuatan China untuk mengklaim LCS dengan memberdayakan kapal-kapal nelayan di tempat paling depan yang sudah diberikan pelatihan militer, kemudian kapal China Coast Guard dan Navy China," kata Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Dr Aan Kurnia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, kata dia, LCS sangat strategis sehingga menjadi incaran sejumlah negara, karena 80 persen kapal-kapal melewati LCS serta jalur perdagangan. Selain itu, terdapat cadangan minyak dan gas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu negara dan sumber daya alam yang memiliki sumber pakan ikan besar.
"Potensi yang luar biasa dimiliki LCS membawa dampak sengketa di Laut China Selatan," kata dia lagi.
Dampak tersebut, ujarnya pula, terbagi dua yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung sengketa ini yaitu akan banyak kekuatan militer negara non-claimant hadir dan meningkatnya dinamika internasional terkait dengan LCS.
Sementara, dampak tidak langsung adalah kegiatan ekonomi di Natuna akan terganggu, gangguan terhadap lalu lintas pelayaran sehingga menciptakan krisis ekonomi dan energi. Kemudian kontestasi di laut akan mendorong negara yang terlibat untuk meningkatkan kemampuan perangnya.
Dalam materi kuliahnya, Laksdya TNI Dr Aan Kurnia membeberkan strategi Bakamla RI dalam menghadapi situasi di LCS. Salah satu strategi yang diterapkan yaitu menghadirkan konsep kebijakan.
"Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," ujar dia.
Konsep kebijakan jangka pendek yang dirancang, yaitu menghadirkan simbol negara dan aktivitas di Laut Natuna Utara. Sedangkan jangka panjang yakni mencegah LCS sebagai mandala perang.
Pada akhir materinya, Laksdya TNI Dr Aan Kurnia menyampaikan tiga poin penting. Pertama, konflik di LCS memiliki risiko, tidak saja terkait hak berdaulat tetapi dapat bermuara pada kedaulatan terutama bila eskalasi meningkat sampai dengan penggunaan senjata.
Kedua, Bakamla memainkan peran penting dan sentral di tengah meningkatnya risiko kehadiran kekuatan militer asing yang dapat mendorong terjadinya eskalasi. Kehadiran Bakamla akan menunjukkan intensi terhadap penegakan hukum tetapi tanpa ada tekanan yang dapat mendorong eskalasi.
Terakhir, Bakamla memiliki tugas dan fungsi yang selaras dengan coast guard, sehingga bisa dinyatakan Bakamla adalah Indonesia Coast Guard yang memiliki tugas penegakan hukum di laut pada masa damai, dan menjadi kekuatan pengganda matra laut di masa perang.
"Tiga kekuatan China untuk mengklaim LCS dengan memberdayakan kapal-kapal nelayan di tempat paling depan yang sudah diberikan pelatihan militer, kemudian kapal China Coast Guard dan Navy China," kata Kepala Bakamla RI Laksdya TNI Dr Aan Kurnia melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut, kata dia, LCS sangat strategis sehingga menjadi incaran sejumlah negara, karena 80 persen kapal-kapal melewati LCS serta jalur perdagangan. Selain itu, terdapat cadangan minyak dan gas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu negara dan sumber daya alam yang memiliki sumber pakan ikan besar.
"Potensi yang luar biasa dimiliki LCS membawa dampak sengketa di Laut China Selatan," kata dia lagi.
Dampak tersebut, ujarnya pula, terbagi dua yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung sengketa ini yaitu akan banyak kekuatan militer negara non-claimant hadir dan meningkatnya dinamika internasional terkait dengan LCS.
Sementara, dampak tidak langsung adalah kegiatan ekonomi di Natuna akan terganggu, gangguan terhadap lalu lintas pelayaran sehingga menciptakan krisis ekonomi dan energi. Kemudian kontestasi di laut akan mendorong negara yang terlibat untuk meningkatkan kemampuan perangnya.
Dalam materi kuliahnya, Laksdya TNI Dr Aan Kurnia membeberkan strategi Bakamla RI dalam menghadapi situasi di LCS. Salah satu strategi yang diterapkan yaitu menghadirkan konsep kebijakan.
"Baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang," ujar dia.
Konsep kebijakan jangka pendek yang dirancang, yaitu menghadirkan simbol negara dan aktivitas di Laut Natuna Utara. Sedangkan jangka panjang yakni mencegah LCS sebagai mandala perang.
Pada akhir materinya, Laksdya TNI Dr Aan Kurnia menyampaikan tiga poin penting. Pertama, konflik di LCS memiliki risiko, tidak saja terkait hak berdaulat tetapi dapat bermuara pada kedaulatan terutama bila eskalasi meningkat sampai dengan penggunaan senjata.
Kedua, Bakamla memainkan peran penting dan sentral di tengah meningkatnya risiko kehadiran kekuatan militer asing yang dapat mendorong terjadinya eskalasi. Kehadiran Bakamla akan menunjukkan intensi terhadap penegakan hukum tetapi tanpa ada tekanan yang dapat mendorong eskalasi.
Terakhir, Bakamla memiliki tugas dan fungsi yang selaras dengan coast guard, sehingga bisa dinyatakan Bakamla adalah Indonesia Coast Guard yang memiliki tugas penegakan hukum di laut pada masa damai, dan menjadi kekuatan pengganda matra laut di masa perang.