Jakarta (ANTARA) - Partai politik (parpol) di Tanah Air bakal pusing dengan ketentuan ambang batas pencalonan presiden 20 persen, kata Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.
"Ini 'kan memang semua mumet (pusing). Partai-partai juga puyeng dengan 'presidential threshold' yang harus mencapai 20 persen," katanya saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Ambang batas ini merupakan batas minimal suara yang mesti dimiliki oleh peserta pemilu untuk memperoleh hak tertentu dalam pemilu, antara lain jumlah kursi di DPR hingga mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilu.
Ambang batas parlemen adalah ambang batas perolehan suara minimal partai peserta pemilu untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR, pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menegaskan ambang batas parlemen adalah sebesar 4 persen.
Sementara presidential threshold merupakan ambang batas pencalonan presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) oleh partai politik. Presidential threshold pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta diterapkan dalam Pemilu 2004, Pemilu 2009, dan Pemilu 2014.
Namun, sejak berlakunya UU Pemilu dan dijalankannya pemilu serentak, aturan presidential threshold
menggunakan perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya dan presidential threshold dalam UU Pemilu ditetapkan sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. Aturan ini masih berlaku di Pemilu 2024.
Menurut Siti, ketentuan ambang batas 20 persen tersebut tidak hanya membuat partai-partai kecil dan menengah kesulitan mengusung calon presiden, akan tetapi partai besar atau yang memiliki perolehan kursi terbanyak di DPR RI harus tetap berkoalisi demi mengusung calon presiden. Kondisi itu, nengharuskan setiap parpol berkoalisi memenangkan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung pada Pemilu 2024.
Menurut dia, sejumlah parpol sudah saling merapat, yang menjadi sinyal membentuk koalisi. Contohnya, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang lebih awal dibentuk Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dari tiga partai yang tergabung, Golkar tampak lebih getol akan mengusung kadernya dibandingkan dua partai lainnya. Hal itu diperkuat dari hasil keputusan Musyawarah Nasional Golkar.
Kemudian komunikasi politik dari pertemuan antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar pada Sabtu (18/6) malam di kediaman Prabowo. Kedua partai tersebut diketahui sepakat bekerja sama menghadapi Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Apalagi, katanya, sudah mulai muncul pengerucutan sikap politik beberapa partai. KIB sudah ada tiga partai, dan sebelumnya disebut-sebut ada Koalisi Semut Merah antara PKS dan PKB. Selain itu, ada kemungkinan terbangunnya koalisi antara Demokrat dengan PKS, termasuk bergabungnya NasDem.
"Ini masih saling mencari kecocokan karena tidak sekadar koalisi karena calon yang diusung bisa menjadi pemantik konflik atau perpecahan jika tidak sepaham," jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti: Parpol bakal pusing dengan ketentuan ambang batas 20 persen
"Ini 'kan memang semua mumet (pusing). Partai-partai juga puyeng dengan 'presidential threshold' yang harus mencapai 20 persen," katanya saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Ambang batas ini merupakan batas minimal suara yang mesti dimiliki oleh peserta pemilu untuk memperoleh hak tertentu dalam pemilu, antara lain jumlah kursi di DPR hingga mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden dalam pemilu.
Ambang batas parlemen adalah ambang batas perolehan suara minimal partai peserta pemilu untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi di DPR, pertama kali diterapkan pada Pemilu 2009. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menegaskan ambang batas parlemen adalah sebesar 4 persen.
Sementara presidential threshold merupakan ambang batas pencalonan presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) oleh partai politik. Presidential threshold pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta diterapkan dalam Pemilu 2004, Pemilu 2009, dan Pemilu 2014.
Namun, sejak berlakunya UU Pemilu dan dijalankannya pemilu serentak, aturan presidential threshold
menggunakan perolehan jumlah kursi DPR dan suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya dan presidential threshold dalam UU Pemilu ditetapkan sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional. Aturan ini masih berlaku di Pemilu 2024.
Menurut Siti, ketentuan ambang batas 20 persen tersebut tidak hanya membuat partai-partai kecil dan menengah kesulitan mengusung calon presiden, akan tetapi partai besar atau yang memiliki perolehan kursi terbanyak di DPR RI harus tetap berkoalisi demi mengusung calon presiden. Kondisi itu, nengharuskan setiap parpol berkoalisi memenangkan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusung pada Pemilu 2024.
Menurut dia, sejumlah parpol sudah saling merapat, yang menjadi sinyal membentuk koalisi. Contohnya, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang lebih awal dibentuk Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dari tiga partai yang tergabung, Golkar tampak lebih getol akan mengusung kadernya dibandingkan dua partai lainnya. Hal itu diperkuat dari hasil keputusan Musyawarah Nasional Golkar.
Kemudian komunikasi politik dari pertemuan antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar pada Sabtu (18/6) malam di kediaman Prabowo. Kedua partai tersebut diketahui sepakat bekerja sama menghadapi Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Apalagi, katanya, sudah mulai muncul pengerucutan sikap politik beberapa partai. KIB sudah ada tiga partai, dan sebelumnya disebut-sebut ada Koalisi Semut Merah antara PKS dan PKB. Selain itu, ada kemungkinan terbangunnya koalisi antara Demokrat dengan PKS, termasuk bergabungnya NasDem.
"Ini masih saling mencari kecocokan karena tidak sekadar koalisi karena calon yang diusung bisa menjadi pemantik konflik atau perpecahan jika tidak sepaham," jelasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Peneliti: Parpol bakal pusing dengan ketentuan ambang batas 20 persen