Tanjungpinang (ANTARA) - Gubernur Provinsi Kepulauan Riau Ansar Ahmad menyampaikan pengamanan laut perlu ditingkatkan, menyusul maraknya aktivitas penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal ikan asing (KIA) terutama di perairan Natuna.
Ansar menerima laporan dari Bupati Natuna Wan Siswandi bahwa nelayan di pulau terluar Indonesia itu kerap mendapati KIA asal Vietnam hingga China menjarah hasil perikanan di perairan Natuna Utara.
"Bahkan baru-baru ini ada laporan, nelayan kita diintimidasi pihak kapal penjaga pantai China saat tengah melaut di perairan Natuna Utara," kata Ansar, di Tanjungpinang, Jumat.
Baca juga:
Bea Cukai ungkap TPPU hasil rokok ilegal capai Rp1 triliun
DKP Kepri sebut Pemerintah Malaysia bebaskan satu dari dua nelayan Natuna
Oleh karena itu, Ansar meminta pihak-pihak terkait keamanan laut meningkatkan patroli rutin dan pengawasan di perairan Natuna, agar kapal-kapal asing tidak semena-mena memasuki perairan Tanah Air, apalagi sampai mencuri ikan hingga melakukan intimidasi terhadap nelayan lokal.
Ia tidak ingin nelayan Natuna justru tidak leluasa dan ketakutan menangkap ikan di wilayah perairan sendiri. Apalagi kapal-kapal asing itu dilengkapi dengan peralatan canggih, sementara nelayan lokal masih menggunakan peralatan tangkap yang didominasi sistem tradisional.
"Kami bersama Bupati Natuna akan menyurati TNI AL dan pemerintah pusat untuk turun tangan terkait permasalahan ini," ujar Ansar.
Selain itu, Ansar juga meminta pihak-pihak terkait menertibkan beroperasinya alat tangkap ikan yang dilarang pemerintah, khususnya di perairan Pulau Bintan.
Ia mengatakan dalam sebulan terakhir, nelayan Pulau Bintan mengeluhkan penggunaan kapal dengan alat tangkap berupa pukat harimau dan cantrang dari dalam hingga luar daerah di laut sekitar.
"Alat tangkap itu beroperasi di bawah 30 mil dan mengganggu hasil tangkap nelayan yang menggunakan alat tangkap tradisional," kata Ansar.
Dia menyatakan pula bahwa alat tangkap itu juga dapat merusak terumbu karang dan sarana alat tangkap nelayan lokal, karena mampu beroperasi menyentuh dasar perairan dan menjaring semua biota laut tanpa terkecuali.
Dengan beroperasinya pukat harimau dan cantrang, secara otomatis pendapatan nelayan Pulau Bintan pun makin merosot, bahkan kini tak jarang nelayan lokal pulang ke rumah tanpa membawa ikan setelah turun melaut.
Baca juga:
Pemprov Kepri ingatkan nelayan tidak melaut saat gelombang tinggi
Ratusan warga Natuna ikuti tradisi mandi safar
Secara khusus, Ansar mengaku sudah meminta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Dirjen PSDKP) KKP RI untuk meningkatkan pengawasan, sekaligus menertibkan alat tangkap ikan yang melanggar aturan di perairan Bintan dan Kepri pada umumnya.
"Warga pesisir kita mayoritas nelayan dan sangat bergantung dengan hasil tangkapan ikan. Jadi sudah tanggung jawab pemerintah melindungi keamanan dan keselamatan nelayan saat melaut, sehingga mereka bisa pulang bawa ikan untuk dijual dan memenuhi hajat hidup," demikian Ansar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gubernur Kepri sebut pengamanan laut perlu ditingkatkan
Ansar menerima laporan dari Bupati Natuna Wan Siswandi bahwa nelayan di pulau terluar Indonesia itu kerap mendapati KIA asal Vietnam hingga China menjarah hasil perikanan di perairan Natuna Utara.
"Bahkan baru-baru ini ada laporan, nelayan kita diintimidasi pihak kapal penjaga pantai China saat tengah melaut di perairan Natuna Utara," kata Ansar, di Tanjungpinang, Jumat.
Baca juga:
Bea Cukai ungkap TPPU hasil rokok ilegal capai Rp1 triliun
DKP Kepri sebut Pemerintah Malaysia bebaskan satu dari dua nelayan Natuna
Oleh karena itu, Ansar meminta pihak-pihak terkait keamanan laut meningkatkan patroli rutin dan pengawasan di perairan Natuna, agar kapal-kapal asing tidak semena-mena memasuki perairan Tanah Air, apalagi sampai mencuri ikan hingga melakukan intimidasi terhadap nelayan lokal.
Ia tidak ingin nelayan Natuna justru tidak leluasa dan ketakutan menangkap ikan di wilayah perairan sendiri. Apalagi kapal-kapal asing itu dilengkapi dengan peralatan canggih, sementara nelayan lokal masih menggunakan peralatan tangkap yang didominasi sistem tradisional.
"Kami bersama Bupati Natuna akan menyurati TNI AL dan pemerintah pusat untuk turun tangan terkait permasalahan ini," ujar Ansar.
Selain itu, Ansar juga meminta pihak-pihak terkait menertibkan beroperasinya alat tangkap ikan yang dilarang pemerintah, khususnya di perairan Pulau Bintan.
Ia mengatakan dalam sebulan terakhir, nelayan Pulau Bintan mengeluhkan penggunaan kapal dengan alat tangkap berupa pukat harimau dan cantrang dari dalam hingga luar daerah di laut sekitar.
"Alat tangkap itu beroperasi di bawah 30 mil dan mengganggu hasil tangkap nelayan yang menggunakan alat tangkap tradisional," kata Ansar.
Dia menyatakan pula bahwa alat tangkap itu juga dapat merusak terumbu karang dan sarana alat tangkap nelayan lokal, karena mampu beroperasi menyentuh dasar perairan dan menjaring semua biota laut tanpa terkecuali.
Dengan beroperasinya pukat harimau dan cantrang, secara otomatis pendapatan nelayan Pulau Bintan pun makin merosot, bahkan kini tak jarang nelayan lokal pulang ke rumah tanpa membawa ikan setelah turun melaut.
Baca juga:
Pemprov Kepri ingatkan nelayan tidak melaut saat gelombang tinggi
Ratusan warga Natuna ikuti tradisi mandi safar
Secara khusus, Ansar mengaku sudah meminta Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Dirjen PSDKP) KKP RI untuk meningkatkan pengawasan, sekaligus menertibkan alat tangkap ikan yang melanggar aturan di perairan Bintan dan Kepri pada umumnya.
"Warga pesisir kita mayoritas nelayan dan sangat bergantung dengan hasil tangkapan ikan. Jadi sudah tanggung jawab pemerintah melindungi keamanan dan keselamatan nelayan saat melaut, sehingga mereka bisa pulang bawa ikan untuk dijual dan memenuhi hajat hidup," demikian Ansar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gubernur Kepri sebut pengamanan laut perlu ditingkatkan