Batam (ANTARA News) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengatakan pemerintah sedang mengkaji pendampingan bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Di negara maju, pendampingan tidak hanya bagi korban kekerasan, karena pelaku mungkin saja menderita penyakit jiwa," kata Menteri Linda dalam Pertemuan Regional Pencegahan dan Penanganan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Senin 18i Oktober 2010.
Menteri mengatakan di Indonesia, pemerintah sedang mengkaji pendampingan bagi pelaku agar kekerasan terhadap perempuan tidak berulang-ulang.
"Pendampingan juga harus diberikan kepada lelaki. Kita harus tahu apa masalah lelaki, untuk menghindari kekerasan terhadap perempuan," kata Menteri.
Menteri mengatakan pendampingan bagi perempuan dan lelaki menyangkut persamaan perlakuan mengenai gender, bukan emansipasi.
Ia mengatakan Kementerian telah menetapkan standar pelayanan minimal (SPM) bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
SPM akan berada di setiap daerah. Kesiapan pemda membuka SPM bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan akan semakin cepat jika di daerah tersebut sudah tersedia Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
"SPM menjadi panduan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memberikan layanan terpadu minimal," kata Menteri.
Lima SPM yang ditetapkan antara lain penanganan pelaporan pengaduan, pemeriksaan kesehatan terhadap korban, rehabilitasu sosial korban kekerasan, penegakan dan memberikan bantuan hukum kepada korban kekerasan.
Data BPS tahun 2006 pada survei kekerasan bekerja sama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat, angka kekerasan terhadap perempuan secara nasional mencapai 2,27 juta perempuan (3,07 persen).
Sedangkan kekerasan terhadap anak, BPS mencatat 3,02 persen atau secara angka nasional 2,29 juta anak mengalami tindak kekerasan di Indonesia. (Y011/A013/Btm1)
"Di negara maju, pendampingan tidak hanya bagi korban kekerasan, karena pelaku mungkin saja menderita penyakit jiwa," kata Menteri Linda dalam Pertemuan Regional Pencegahan dan Penanganan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Batam, Provinsi Kepulauan Riau, Senin 18i Oktober 2010.
Menteri mengatakan di Indonesia, pemerintah sedang mengkaji pendampingan bagi pelaku agar kekerasan terhadap perempuan tidak berulang-ulang.
"Pendampingan juga harus diberikan kepada lelaki. Kita harus tahu apa masalah lelaki, untuk menghindari kekerasan terhadap perempuan," kata Menteri.
Menteri mengatakan pendampingan bagi perempuan dan lelaki menyangkut persamaan perlakuan mengenai gender, bukan emansipasi.
Ia mengatakan Kementerian telah menetapkan standar pelayanan minimal (SPM) bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
SPM akan berada di setiap daerah. Kesiapan pemda membuka SPM bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan akan semakin cepat jika di daerah tersebut sudah tersedia Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
"SPM menjadi panduan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam memberikan layanan terpadu minimal," kata Menteri.
Lima SPM yang ditetapkan antara lain penanganan pelaporan pengaduan, pemeriksaan kesehatan terhadap korban, rehabilitasu sosial korban kekerasan, penegakan dan memberikan bantuan hukum kepada korban kekerasan.
Data BPS tahun 2006 pada survei kekerasan bekerja sama dengan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencatat, angka kekerasan terhadap perempuan secara nasional mencapai 2,27 juta perempuan (3,07 persen).
Sedangkan kekerasan terhadap anak, BPS mencatat 3,02 persen atau secara angka nasional 2,29 juta anak mengalami tindak kekerasan di Indonesia. (Y011/A013/Btm1)