Jakarta (ANTARA) - Arahan Presiden RI Joko Widodo agar seluruh pejabat negara dan aparatur sipil negara (ASN) tidak menggelar acara buka puasa bersama selama Ramadhan 1444 Hijriah, perlu dimaknai secara positif.

"Yang jelas, larangan buka bersama ini jangan disalahartikan, bukan melarang kegiatan keagamaan," kata Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay di Jakarta, Kamis (23/3/2023).

Menurut dia, alasan yang disampaikan dalam surat arahan tersebut karena saat ini Indonesia masih dalam masa transisi dari pandemi menuju endemi.

"Secara global, status penanganan COVID-19 masih pandemi. WHO sampai saat ini belum berubah. Indonesia tentu harus ikut aturan WHO tersebut, termasuk mewaspadai berbagai kemungkinan menyebarnya virus berbahaya tersebut," ujarnya.

Baca juga: Presiden RI minta buka puasa bersama pejabat pemerintah ditiadakan

Oleh sebab itu, lanjut dia, masih diperlukan kehati-hatian lantaran masih terbuka kemungkinan adanya penyebaran virus COVID-19 di tempat-tempat yang jadi kerumunan massa.

"Lagian, kita juga masih mendengar adanya kasus-kasus baru. Pasien terpapar masih banyak yang dirawat. Ini menandakan, Indonesia masih perlu hati-hati dan waspada," tambahnya.

Dalam konteks tersebut, Saleh menilai larangan buka puasa bersama bagi pejabat negara dan ASN bukan berarti mengurangi amalan dan aktivitas ibadah.

Baca juga: Pengamat ungkap plus minus bila pilpres diikuti tiga pasang calon

"Anggaran buat bukbernya dialihfungsikan saja. Bisa dibuat untuk membantu masyarakat kurang mampu. Kegiatan seperti ini nilainya pasti tidak kalah dengan bukber," tuturnya.






 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Anggota DPR: Arahan Presiden tak buka bersama perlu dimaknai positif

Pewarta : Melalusa Susthira Khalida
Editor : Fery Heriyanto
Copyright © ANTARA 2024