Yerusalem (ANTARA) - Dua menteri Israel menolak rencana perdamaian yang diusulkan Amerika Serikat untuk pembentukan negara Palestina.

Menurut laporan surat kabar Washington Post, AS dan sejumlah negara Arab sedang menyelesaikan rencana perdamaian jangka panjang antara Israel dan Palestina.

Rencana tersebut mencakup kerangka waktu yang pasti untuk pembentukan negara Palestina, yang dapat diumumkan paling cepat beberapa minggu ke depan.

''Kami tidak akan pernah setuju, dalam keadaan apa pun, terhadap rencana ini yang pada dasarnya mengatakan bahwa Palestina pantas mendapatkan hadiah atas pembantaian mengerikan yang mereka lakukan terhadap kami, yaitu sebuah negara Palestina dengan ibu kota di Yerusalem,'' tulis Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich di platform media sosial X, Kamis.

Menurut dia, negara Palestina adalah ancaman nyata terhadap Israel, seperti yang terlihat dari serangan kelompok pejuang Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

Menteri Keamanan Nasional sayap kanan Israel Itamar Ben-Gvir juga menentang rencana perdamaian yang dilaporkan Washington Post.

“1.400 orang terbunuh, dan dunia ingin memberi mereka (Palestina) sebuah negara. Itu tidak akan terjadi!'' kata dia di X. Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Arab-Israel tahun 1967.

Mereka mencaplok seluruh kota pada 1980 dan mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang “abadi dan tidak terbagi”--dalam sebuah tindakan yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional.

Sementara itu, Palestina berharap dapat mendirikan negara merdeka di Jalur Gaza dan Tepi Barat, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

Israel telah menggempur Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober. Serangan itu menewaskan sedikitnya 28.576 orang dan menyebabkan kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.

Di lain pihak, hampir 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Hamas.

Israel digugat melakukan genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam keputusan sementara pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

Sumber: Anadolu

Tidak yakin menang....
 


Sebuah jajak pendapat di Israel pada Rabu (14/2) menunjukkan bahwa masyarakat Israel semakin tidak yakin bahwa pemerintahnya bisa menang dalam operasi militernya di Jalur Gaza.

Survei yang dilakukan oleh Jewish People Policy Institute tersebut menggambarkan bahwa keyakinan masyarakat pada kemenangan Israel turun sebesar 20 persen dari Oktober 2023.

"Hanya setengah lebih sedikit kalangan responden Yahudi yang masih yakin kemenangan akan tercapai," demikian diungkapkan institut tersebut.

Survei menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap pemerintah Israel turun dari 38 persen bulan lalu ke 34 persen. Tingkat kepercayaan terhadap petinggi militer juga semakin turun karena perang semakin berlarut tanpa ada tanda-tanda kemenangan.

Sementara itu, kepercayaan terhadap perdana menteri Benjamin Netanyahu yang sudah rendah sebelum Israel menyerang Jalur Gaza pada Oktober 2023 -- karena kebijakannya yang tidak populer soal reformasi hukum-- tetap tidak meningkat.

"Hanya 33 persen populasi Yahudi Israel yang memiliki keyakinan tinggi pada perdana menteri," kata institut tersebut.

Survei  juga mendapati bahwa hanya 30 persen warga Israel yang masih ingin pemilu digelar sesuai waktunya, sementara sepertiga lainnya menginginkan pemilu dimajukan sesegera mungkin.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Israel tolak rencana perdamaian yang diusulkan AS untuk Palestina

Pewarta : Yashinta Difa Pramudyani
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2024