Batam (ANTARA) - Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Batam, Kepulauan Riau (Kepri), memiliki inovasi pelayanan pengurusan Surat Izin Impor (SKI) dan Surat Izin Ekspor (SKE) bernama Sipadan yang memudahkan pelaku usaha di dalam maupun luar negeri untuk mendapatkan izin mengedarkan produk pangan dan kosmetik.
“Jadi SKI ini izin untuk produk luar yang masuk ke Indonesia, sedangkan SKE untuk produk Indonesia yang akan diekspor ke luar,” kata Kepala BPOM Batam Musthofa Anwari di Kantor BPOM Batam, Kamis.
Musthofa menjelaskan BPOM Batam membuat aplikasi Sipadan SKI-SKE ini sejak 2021 dan hingga kini keberadaannya telah meningkatkan jumlah pengajuan SKI dan SKE di BPOM.
Baca juga: DPRD soroti kapasitas APBD Kepri yang stagnan
Menurut dia, tahun 2021 ada 1.665 pengajuan SKI, tahun 2022 ada 1.752 SKI, dan tahun 2023 sebanyak 1.806 SKI. “Untuk 2024 ini sampai dengan Juli sudah ada 956 pengajuan SKI,” katanya.
Dengan peningkatan pengajuan SKI ini, kata dia, selain meningkatkan pelayanan BPOM kepada pelaku usaha serta memberikan jaminan produk obat dan makanan yang beredar sudah berizin, juga berimplikasi terhadap peningkatan pemasukan negara melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Karena pemasukan SKI dikenakan tarif PBNP sebesar Rp50 ribu untuk bahan baku dan Rp100 ribu untuk produk jadi.
“Dari tahun ke tahun, kisaran penerimaan negara melalui SKI ini sekitar Rp600 juta sampai dengan Rp700 juta. Sampai triwulan II tahun 2024 ini sudah mencapai Rp400 juta,” kata Musthofa.
Baca juga: Kunjungan kerja Komisi III DPR RI serap aspirasi terkait hukum di Kepri
Aplikasi pengurusan SKI-SKE secara daring ini atau Sipadan SKI-SKE merupakan satu-satunya inovasi milik BPOM Batam-Kepri.
Sebagai wilayah perbatasan, kata Musthofa, Kepri memiliki potensi masuknya produk dari luar negeri ke Indonesia sehingga produk impor, khususnya berupa pangan dan kosmetik, merupakan produk potensial bisnis untuk diimpor.
Produk impror sebelum diizinkan beredar harus melalui proses pengawasan pre-market (sebelum beredar) dan sebagai produk luarannya berupa Nomor Izin Edar (NIE).
“Setelah produk memiliki izin edar, barulah produk tersebut dapat dipasarkan di Indonesia,” katanya.
Baca juga: Tingkatkan kepedulian sosial, PLN Batam berkolaborasi dengan PMI Batam lakukan donor darah
SKI berbeda dengan surat keterangan impor. SKI dikeluarkan oleh BPOM RI yang terdiri atas Surat Keterangan Impor Border (SKI Border) dan SKI Post Border. Produk pangan dan kosmetik yang memiliki NIE tetapi belum memiliki SKI akan dikenakan sanksi sesuai peraturan BPOM Nomor 27 tahun 2022 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam wilayah Indonesia.
Sanksi tersebut berupa peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan pemasukan dan/atau peredaran, penutupan akses secara elektronik pengajuan permohonan SKI Border atau SKI Post Border untuk produk yang bersangkutan paling lama satu tahun, penarikan produk obat dan makanan dari peredaran, pemusnahan atau pengiriman kembali (re-eksport), pembekuan izin edar, hingga pencabutan izin.
“Pengurusan SKI tidak sulit, persyaratannya berupa dokumen kelengkapan administrasi produk seperti invoice, packing list dan lainnya, termasuk dokumen teknis seperti hasil uji,” katanya.
Baca juga:
Realisasi subsidi bunga pinjaman modal UMKM di Kepri mencapai Rp944 juta
Sandiaga Uno dijadwalkan lakukan penilaian desa wisata di Natuna Kepri