Batam (ANTARA) - Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Batam, Kepulauan Riau menangani 144 kasus kekerasan anak-anak yang terlibat dalam berbagai permasalahan sepanjang 2024.
Kepala UPTD PPA Kota Batam Dedy Suryadi di Batam, Selasa, mengatakan dari angka tersebut, kasus kekerasan seksual mendominasi jumlah laporan yang diterima, yang kemudian diikuti kekerasan fisik, psikis, penelantaran, perebutan hak asuh, perundungan, serta kasus anak berhadapan dengan hukum, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dengan begitu, katanya, perlindungan terhadap anak-anak korban menjadi prioritas utama selama proses penanganan kasus.
"Kami siapkan rumah aman bagi korban yang merasa tidak nyaman atau tidak ingin kembali ke rumahnya. Namun, jika korban merasa nyaman tinggal bersama orang tuanya, kami tetap melakukan pengawasan secara intensif," kata dia.
Sejumlah langkah dilakukan UPTD PPA dalam menangani kasus tersebut dimulai dari penjangkauan, pendampingan, konseling, dan rujukan.
Ia menjelaskan proses konseling bagi korban diberikan hingga tiga kali.
"Biasanya konseling berlangsung dua atau tiga kali, tergantung kebutuhan korban," ujar dia.
Untuk pendampingan hukum terhadap korban, pihaknya bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron melalui nota kesepahaman.
"Kami konsultasi dengan LBH Mawar Saron serta rekan-rekan lawyer lainnya. Jadi untuk pendampingan hukum, kami percayakan pada mereka. Kami lebih fokus pada pendampingan psikologis dan sosial,” ujar dia.
Untuk menekan angka kekerasan seksual terhadap anak, UPTD PPA Kota Batam berperan aktif dalam kegiatan sosialisasi, forum diskusi, bekerja sama dalam pencegahan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Kami sering memberikan materi sosialisasi yang ditujukan kepada berbagai elemen masyarakat, termasuk sekolah, lembaga, dan peguyuban pemerhati anak dan perempuan. Keterbukaan korban untuk berbicara adalah salah satu indikasi meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelaporan," kata dia.
Dengan sosialisasi yang gencar dilakukan di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi, diharapkan kasus kekerasan anak di Kota Batam menurun.
Kepala UPTD PPA Kota Batam Dedy Suryadi di Batam, Selasa, mengatakan dari angka tersebut, kasus kekerasan seksual mendominasi jumlah laporan yang diterima, yang kemudian diikuti kekerasan fisik, psikis, penelantaran, perebutan hak asuh, perundungan, serta kasus anak berhadapan dengan hukum, dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Dengan begitu, katanya, perlindungan terhadap anak-anak korban menjadi prioritas utama selama proses penanganan kasus.
"Kami siapkan rumah aman bagi korban yang merasa tidak nyaman atau tidak ingin kembali ke rumahnya. Namun, jika korban merasa nyaman tinggal bersama orang tuanya, kami tetap melakukan pengawasan secara intensif," kata dia.
Sejumlah langkah dilakukan UPTD PPA dalam menangani kasus tersebut dimulai dari penjangkauan, pendampingan, konseling, dan rujukan.
Ia menjelaskan proses konseling bagi korban diberikan hingga tiga kali.
"Biasanya konseling berlangsung dua atau tiga kali, tergantung kebutuhan korban," ujar dia.
Untuk pendampingan hukum terhadap korban, pihaknya bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron melalui nota kesepahaman.
"Kami konsultasi dengan LBH Mawar Saron serta rekan-rekan lawyer lainnya. Jadi untuk pendampingan hukum, kami percayakan pada mereka. Kami lebih fokus pada pendampingan psikologis dan sosial,” ujar dia.
Untuk menekan angka kekerasan seksual terhadap anak, UPTD PPA Kota Batam berperan aktif dalam kegiatan sosialisasi, forum diskusi, bekerja sama dalam pencegahan penanganan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Kami sering memberikan materi sosialisasi yang ditujukan kepada berbagai elemen masyarakat, termasuk sekolah, lembaga, dan peguyuban pemerhati anak dan perempuan. Keterbukaan korban untuk berbicara adalah salah satu indikasi meningkatnya kesadaran akan pentingnya pelaporan," kata dia.
Dengan sosialisasi yang gencar dilakukan di berbagai jenjang pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi, diharapkan kasus kekerasan anak di Kota Batam menurun.