Tanjungpinang (ANTARA) - Ketua Umum (Ketum) Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) Ady Indra Pawennari melakukan pertemuan dengan Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi/BKPM Todotua Pasaribu di kantornya, Senin (3/2).
Usai pertemuan, Ady menyampaikan potensi dan kualitas pasir kuarsa yang tersebar di sejumlah daerah di Indonesia dan telah diekspor ke China dalam waktu empat tahun terakhir, sehingga mulai menjadi perhatian sejumlah investor dalam dan luar negeri.
Oleh karena itu, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) perlu mendapatkan informasi yang komprehensif dari asosiasi yang mewadahi usaha pertambangan pasir kuarsa tersebut.
"Pembicaraan kami lebih fokus pada tantangan investasi, termasuk masalah lahan dan perizinan di daerah-daerah penghasil pasir kuarsa di Indonesia," ungkapnya.
Menurut Ady dalam pertemuan tersebut, juga dibahas mengenai regulasi dan kebijakan pemerintah daerah yang berbeda-beda antara provinsi yang satu dengan provinsi lainnya, sehingga berpotensi mengurangi daya saing investasi di daerah.
Ady mencontohkan, perbedaan kebijakan penetapan Harga Patokan Mineral (HPM) untuk komoditas pasir kuarsa di Provinsi Kepri, Kalimantan Barat dan Bangka Belitung. HPM ini merupakan basis perhitungan pengenaan retribusi/pajak daerah.
Di Provinsi Kepri, khususnya di Kabupaten Lingga dan Natuna, sambung Ady, HPM Pasir Kuarsa ditetapkan sebesar Rp250 ribu per ton.
Sedangkan di Kalimantan Barat, khususnya di Kabupaten Ketapang, HPM Pasir Kuarsa ditetapkan sebesar Rp26.415 per ton dan di Kabupaten Sambas ditetapkan sebesar Rp66.038 per ton. Sementara di Bangka Belitung ditetapkan sebesar Rp50 ribu per ton.
"Bayangkan, selisihnya antara Lingga, Natuna di Kepri dan Ketapang di Kalimantan Barat bisa sampai 946 persen. Ini anomali, karena biaya produksi sebagai basis harga mulut tambang tidak digunakan dalam penetapan HPM," jelasnya.
Padahal, harga di mulut tambang itu, merupakan acuan penentuan HPM sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor : 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Saya pastikan, kalau semua daerah mengacu pada aturan yang sudah ditetapkan, HPM pasir kuarsa relatif kurang lebih sama atau setidaknya tidak ada perbedaan yang signifikan," tambah Ady.
Hal lain yang menjadi pembahasan antara Ketua Umum HIPKI dan Wamen Investasi dan Hilirisasi/BKPM, adalah lamanya proses pengurusan perizinan dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ke IUP Operasi Produksi yang memakan waktu 2 - 3 tahun.
"Kalau investor menghendaki suplai bahan baku yang besar dan kontinyu, maka pemerintah harus mempercepat proses perizinan, tanpa mengabaikan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan," tutur Ady.
Chief Executive Officer (CEO) PT. Multi Mineral Indonesia ini, juga mengaku menyampaikan harapan agar pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan segera menetapkan Harga Patokan Ekspor (HPE) untuk komoditas Pasir Kuarsa.
Hadir mendampingi orang nomor dua di Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM itu, antara lain, Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal, Nurul Ichwan dan Deputi Bidang Kerjasama Penanaman Modal, Tirta Nugraha Mursitama.