Batam (ANTARA Kepri) - Aparat kantor bea dan cukai di negara-negara Eropa sering meragukan keaslian produksi Indonesia buatan Batam, kata Direktur Lalu Lintas Barang Badan Pengusahaan Batam, Fathullah.
Badan Pengusahaan (BP) Batam kerap mendapat pertanyaan dari aparat bea dan cukai di sana tentang keaslian negara asal barang yang diimpor dari Batam, kata Fatullah di Batam, Kepulauan Riau, Senin.
Ia menanggapi pertanyaan seperti itu BP Batam menegaskan bahwa tidak pernah ada barang jadi buatan asing yang kemudian distempel "made in Indonesia".
"Setiap ada pelaporan, kami langsung menelusuri asal usul barang, dan itu tidak ada. Maka kami kirim balasan, bahwa barang itu memang buatan sini, sesuai," kata Fatullah.
BP Batam mengecek langsung ke setiap pabrik yang memproduksi untuk mengetahui kandungan lokal tiap produk untuk memastikan pelaksanaan rule of origin
Pelabelan certificate of origin, kata dia, memiliki aturan persentase tersendiri, yang bervariasi terhadap setiap barang berbeda.
"Rata-rata 25 sampai 40 persen," kata dia.
Mengenai tudingan pelabelan barang saat alih muatan kapal, ia membantahnya.
Menurut dia, hingga kini belum ada praktik seperti itu di Batam, sehingga tudingan itu langsung terbantahkan.
Sebelumnya, pada Jumat pekan silam Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan praktik alih muatan kapal (transhipment) yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan Batam, Provinsi Kepulauan Riau rawan manipulasi negara produsen barang menjadi produksi Indonesia.
"Kita menduga barang China yang transit di Batam labelnya diganti," katanya.
Menteri mengatakan praktik transhipment barang jadi asal China tujuan ekspor transit di Batam untuk mendapatkan certificate of origin oleh pelaku usaha di Batam.
Kapal yang membawa barang-barang yang diproduksi di China beralih kapal di Batam. Namun, saat alih kapal itu, sertifikat asal negara diganti menjadi "made in Indonesia".
Menurut Menteri, praktik itu mengganggu kegiatan ekspor bagi industri yang benar-benar melakukan produksi di Indonesia.
"Di samping itu barang tersebut juga dikhawatirkan akan masuk ke pasar dalam negeri secara ilegal sehingga akan mendistorsi pasar dalam negeri," kata Menteri.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Kawasan Bebas Batam Mustofa Widjaja mengatakan belum mengetahui ada pengajuan certificate of origin dari pengusaha.
"Selama ini belum pernah ada perusahaan yang mengajukan certificate of origin," kata Mustofa.(Y011/A013)
Editor: Dedi
Badan Pengusahaan (BP) Batam kerap mendapat pertanyaan dari aparat bea dan cukai di sana tentang keaslian negara asal barang yang diimpor dari Batam, kata Fatullah di Batam, Kepulauan Riau, Senin.
Ia menanggapi pertanyaan seperti itu BP Batam menegaskan bahwa tidak pernah ada barang jadi buatan asing yang kemudian distempel "made in Indonesia".
"Setiap ada pelaporan, kami langsung menelusuri asal usul barang, dan itu tidak ada. Maka kami kirim balasan, bahwa barang itu memang buatan sini, sesuai," kata Fatullah.
BP Batam mengecek langsung ke setiap pabrik yang memproduksi untuk mengetahui kandungan lokal tiap produk untuk memastikan pelaksanaan rule of origin
Pelabelan certificate of origin, kata dia, memiliki aturan persentase tersendiri, yang bervariasi terhadap setiap barang berbeda.
"Rata-rata 25 sampai 40 persen," kata dia.
Mengenai tudingan pelabelan barang saat alih muatan kapal, ia membantahnya.
Menurut dia, hingga kini belum ada praktik seperti itu di Batam, sehingga tudingan itu langsung terbantahkan.
Sebelumnya, pada Jumat pekan silam Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan praktik alih muatan kapal (transhipment) yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan Batam, Provinsi Kepulauan Riau rawan manipulasi negara produsen barang menjadi produksi Indonesia.
"Kita menduga barang China yang transit di Batam labelnya diganti," katanya.
Menteri mengatakan praktik transhipment barang jadi asal China tujuan ekspor transit di Batam untuk mendapatkan certificate of origin oleh pelaku usaha di Batam.
Kapal yang membawa barang-barang yang diproduksi di China beralih kapal di Batam. Namun, saat alih kapal itu, sertifikat asal negara diganti menjadi "made in Indonesia".
Menurut Menteri, praktik itu mengganggu kegiatan ekspor bagi industri yang benar-benar melakukan produksi di Indonesia.
"Di samping itu barang tersebut juga dikhawatirkan akan masuk ke pasar dalam negeri secara ilegal sehingga akan mendistorsi pasar dalam negeri," kata Menteri.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Kawasan Bebas Batam Mustofa Widjaja mengatakan belum mengetahui ada pengajuan certificate of origin dari pengusaha.
"Selama ini belum pernah ada perusahaan yang mengajukan certificate of origin," kata Mustofa.(Y011/A013)
Editor: Dedi