Batam (ANTARA Kepri) - Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, mengatakan aturan bebas "roaming" di ASEAN akan diberlakukan pada 2014.
"Saya maunya lebih cepat. Mungkin dua tahun ke depan tercapai," kata Menteri usai menyerahkan Mobil Pelayanan Internet di Batam, Sabtu.
Menteri mengatakan mulai 2014, antar negara ASEAN tidak ada lagi "roaming" sehingga biaya percakapan warga antar negara ASEAN lebih murah.
Bebas "roaming", juga akan memudahkan warga perbatasan yang kesulitan mendapatkan sinyal telepon selular Indonesia.
Mengenai sinyal telepon di perbatasan, ia mengatakan emang terjadi di beberapa daerah di perbatasan.
Menurut dia, sinyal perusahaan penyelia telepon selular di Singapura memperkuat sinyal sehingga terasa hingga Batam.
"Singapura membangkitkan power 3G sedangkan kita baru 1G, sehingga melewati," kata Menteri.
Ia mengatakan akan meminta perusahaan penyelia telepon selular Indonesia untuk memperkuat jaringan di daerah untuk melindungi warga perbatasan.
Menteri menyatakan hampir seluruh Wilayah Indonesia sudah terlayani jaringan telepon selular. "Sebanyak 94 persen sudah ter-'cover' semua," kata Menteri.
Sebelumnya, warga Tanjung Memban, Awang mengatakan harus berlari ke Batu Besar yang berjarak sekitar satu kilometer untuk mendapatkan sinyal Indonesia karena di sekitar rumahnya hanya terlayani sinyal Singapura.
"Bahaya kalau dapat sinyal Singapura, mahal betul," kata dia.
Awang mengaku bingung daerahnya masih "dikuasai" sinyal asing. Padahal jarak tempat tinggalnya ke wilayah lain yang memiliki sinyal Indonesia hanya sekitar satu km.
"Awak serasa di Singapura kalau begini, padahal 67 tahun sudah kita merdeka," kata dia.
Dia mengaku harus mematikan telepon genggamnya ketika berada di dalam rumah agar terhindar dari "roaming". "Asal-asal awak terima telepon, kena "roaming" pula," kata dia.
Beban "roaming" memang relatif lebih mahal ketimbang biaya normal. Contohnya saja, jika pada pengiriman pesan singkat normal hanya Rp100-Rp350 per pesan, maka jika menggunakan sinyal negara lain menjadi Rp2.000-Rp3.000 per pesan.
Manajer Teknis Telkomsel Batam, Andreas Saing mengatakan harus ada regulasi sinyal di daerah perbatasan agar tidak melampaui wilayah negara. Dengan begitu, sinyal provider Malaysia, juga Singapura tidak memasuki wilayah Indonesia.
Kebijakan itu, seharusnya didiskusikan oleh perwakilan dua negara agar tidak merugikan masyarakat, kata dia.
Ia mengatakan seharusnya ada batas internasional yang tegas agar sinyal tidak "menyeberang" ke wilayah negara lain. Jika regulasi itu ada dan diterapkan secara baik, maka warga negara Indonesia tidak perlu khawatir terbebani "roaming" bila berada di daerah perbatasan. (Y011/Y008)
Editor: Rusdianto
"Saya maunya lebih cepat. Mungkin dua tahun ke depan tercapai," kata Menteri usai menyerahkan Mobil Pelayanan Internet di Batam, Sabtu.
Menteri mengatakan mulai 2014, antar negara ASEAN tidak ada lagi "roaming" sehingga biaya percakapan warga antar negara ASEAN lebih murah.
Bebas "roaming", juga akan memudahkan warga perbatasan yang kesulitan mendapatkan sinyal telepon selular Indonesia.
Mengenai sinyal telepon di perbatasan, ia mengatakan emang terjadi di beberapa daerah di perbatasan.
Menurut dia, sinyal perusahaan penyelia telepon selular di Singapura memperkuat sinyal sehingga terasa hingga Batam.
"Singapura membangkitkan power 3G sedangkan kita baru 1G, sehingga melewati," kata Menteri.
Ia mengatakan akan meminta perusahaan penyelia telepon selular Indonesia untuk memperkuat jaringan di daerah untuk melindungi warga perbatasan.
Menteri menyatakan hampir seluruh Wilayah Indonesia sudah terlayani jaringan telepon selular. "Sebanyak 94 persen sudah ter-'cover' semua," kata Menteri.
Sebelumnya, warga Tanjung Memban, Awang mengatakan harus berlari ke Batu Besar yang berjarak sekitar satu kilometer untuk mendapatkan sinyal Indonesia karena di sekitar rumahnya hanya terlayani sinyal Singapura.
"Bahaya kalau dapat sinyal Singapura, mahal betul," kata dia.
Awang mengaku bingung daerahnya masih "dikuasai" sinyal asing. Padahal jarak tempat tinggalnya ke wilayah lain yang memiliki sinyal Indonesia hanya sekitar satu km.
"Awak serasa di Singapura kalau begini, padahal 67 tahun sudah kita merdeka," kata dia.
Dia mengaku harus mematikan telepon genggamnya ketika berada di dalam rumah agar terhindar dari "roaming". "Asal-asal awak terima telepon, kena "roaming" pula," kata dia.
Beban "roaming" memang relatif lebih mahal ketimbang biaya normal. Contohnya saja, jika pada pengiriman pesan singkat normal hanya Rp100-Rp350 per pesan, maka jika menggunakan sinyal negara lain menjadi Rp2.000-Rp3.000 per pesan.
Manajer Teknis Telkomsel Batam, Andreas Saing mengatakan harus ada regulasi sinyal di daerah perbatasan agar tidak melampaui wilayah negara. Dengan begitu, sinyal provider Malaysia, juga Singapura tidak memasuki wilayah Indonesia.
Kebijakan itu, seharusnya didiskusikan oleh perwakilan dua negara agar tidak merugikan masyarakat, kata dia.
Ia mengatakan seharusnya ada batas internasional yang tegas agar sinyal tidak "menyeberang" ke wilayah negara lain. Jika regulasi itu ada dan diterapkan secara baik, maka warga negara Indonesia tidak perlu khawatir terbebani "roaming" bila berada di daerah perbatasan. (Y011/Y008)
Editor: Rusdianto