Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyebutkan penegakan hukum berakar pada nilai moral dan sejarah. Hal itu dikatakan Menko dalam kunjungan kerja ke Pulau Lingga, Kepulauan Riau, Senin (27/10).
Menko Yusril mengatakan berbagai nilai yang diwariskan para pendahulu, termasuk Sultan Mahmud Riayat Syah, sejalan dengan prinsip penegakan hukum yang berkeadilan.
“Hukum tidak hanya soal aturan tertulis, tetapi juga soal moral, kejujuran, dan keberanian menegakkan kebenaran, seperti para pendiri kerajaan Melayu yang menjadikan keadilan dan kehormatan sebagai dasar kepemimpinan,” ujar Yusril, seperti dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.
Maka dari itu, ia berharap semangat perjuangan dan nilai keislaman yang tumbuh di tanah Melayu bisa menjadi inspirasi bagi aparat hukum dan penyelenggara negara.
Dirinya menuturkan seluruh pihak harus bisa belajar dari sejarah bahwa keadilan merupakan fondasi peradaban.
"Tanpa moral dan nilai-nilai kemanusiaan, hukum akan kehilangan rohnya,” ucap dia menegaskan.
Kunjungan tersebut merupakan lanjutan dari lawatannya ke Pulau Penyengat dalam rangka menelusuri jejak sejarah dan nilai-nilai luhur yang menjadi dasar pembentukan hukum dan peradaban bangsa.
Adapun Pulau Lingga pernah menjadi pusat penting bagi Kerajaan Riau-Lingga dan sering dijuluki sebagai "Negeri Bunda Tanah Melayu" karena warisan budaya Melayu yang kuat.
Di pulau itu, Yusril mengunjungi Masjid Sultan dan Makam Sultan Mahmud Riayat Syah, pejuang dan pemimpin Kesultanan Riau-Lingga yang dikenal menjunjung tinggi keadilan serta keberanian melawan penjajahan.
Ia juga berziarah ke Makam Bukit Cengkeh dan mengunjungi Museum Bukit Linggam Cahaya untuk menyaksikan permainan tradisional gasing sebagai simbol ketekunan dan kearifan lokal.
Kunjungan Menko ke Pulau Lingga menjadi simbol kesinambungan antara pelestarian budaya dan pembinaan karakter bangsa dalam memperkuat sistem hukum nasional yang berakar pada nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan.
Sementara itu, Menko membuka Festival Sastra Internasional Gunung Bintan 2025 di Tanjungpinang, Selasa malam, yang disebutnya sebagai diplomasi budaya untuk memperkuat citra Indonesia dan melestarikan khazanah Melayu.
Menurut Yusril, FSIGB bukan sekadar panggung baca puisi atau bedah buku, melainkan juga ruang refleksi kemanusiaan yang menegaskan peran penting sastra dalam membangun peradaban yang adil dan berkeadilan.
Sastra, katanya, adalah manifestasi tertinggi kebebasan berekspresi dan tempat bagi nurani manusia berbicara tanpa batas.
“Bahkan penderitaan manusia bisa diungkapkan lewat kata-kata puisi. Sastra mampu memanusiakan manusia dan sejalan dengan upaya memperkuat budaya sadar hukum serta HAM di masyarakat,” ujarnya.
Yusril menambahkan, kehadiran sastrawan dari berbagai negara memperlihatkan bahwa Kepulauan Riau dan Indonesia adalah bagian dari komunitas sastra global yang saling terhubung.
Ia optimistis kegiatan ini akan memperkuat citra pariwisata dan memperluas pengenalan budaya Indonesia di dunia.
Ia juga menegaskan peran Kepulauan Riau sebagai pusat perkembangan sastra Melayu yang telah melahirkan banyak pujangga dan karya klasik bernilai tinggi.
“Kita adalah generasi penerus yang akan melanjutkan tradisi sastra itu ke masa depan,” katanya.
Ketua Panitia FSIGB Rida K Liamsi mengatakan festival yang pertama kali digelar pada 2018 ini menjadi agenda tahunan untuk memperkuat posisi Kepulauan Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara, dengan peserta dari Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Rida menuturkan, nama Gunung Bintan dipilih sebagai ikon festival karena perannya dalam sejarah sastra Melayu, tempat lahirnya tokoh besar seperti Raja Ali Haji, Engku Muda Raja Ibrahim, dan Sutardji Calzoum Bachri.
Dengan semangat takkan Melayu hilang di bumi, FSIGB diharapkan menjadi ruang kolaborasi dan kebanggaan terhadap khazanah Melayu.
Festival Sastra Internasional Gunung Bintan 2025 berlangsung pada 28–31 Oktober dengan rangkaian kegiatan seperti panggung baca puisi, seminar kesusastraan, dan bedah buku.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menko Yusril: Penegakan hukum berakar pada nilai moral dan sejarah