Tanjungpinang (Antara Kepri) - Mahasiswa dari beberapa organisasi di Kota Tanjungpinang mengurungkan rencana berunjuk rasa menolak pelaksanaan Tamadun Melayu I Provinsi Kepulauan Riau, Jumat, sebab tidak diizinkan oleh kepolisian.
"Kami tidak mendapat izin dari pihak kepolisian," kata Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tanjungpinang Zainal Abidin.
Aksi corat-coret jalan, sebagaimana yang direncanakan aktivis PMII dan organisasi kemahasiswaan lain juga tidak terealisasi. Padahal, mereka sudah merencanakannya sebagai ekspresi penolakan terhadap penggunaan anggaran daerah sebesar Rp5 miliar untuk acara Tamadun Melayu di Gedung Daerah Tanjungpinang, 27-30 September 2013..
"Pengamanan di setiap sudut kota terlalu ketat," ungkapnya.
PMII menyatakan menolak kunjungan kerja Wakil Presiden Boediono ke Tanjungpinang sebab kegiatan itu tidak memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Kepri.
"Kami tolak kunjungan Boediono di Tanjungpinang," ucapnya.
Boediono tiba di Tanjungpinang sekitar pukul 10.15 WIB, kemudian melakukan perjalanan dari Bandara Raja Haji Fisabillah menuju Gedung Daerah. Seluruh jalan yang dilalui Wakil Presiden dikosongkan, dan mendapat pengamanan yang ketat dari anggota polisi serta TNI.
Selain PMII Tanjungpinang, aktivis dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Tanjungpinang juga tidak jadi menggelar aksi unjuk rasa karena lambat mengajukan surat pemberitahuan kepada pihak yang berwajib.
GMNI Tanjungpinang berkeinginan menyampaikan aspirasi terkait permasalahan strategis yang terjadi di Kepri.
"Sebenarnya kami ingin menyampaikannya langsung kepada Wakil Presiden sebelum membuka acara Tamadun Melayu. Tapi, kami tidak mendapat izin dari pihak kepolisian," ujarnya.
Permasalahan strategis itu, antara lain terkait surat keputusan Kementerian Kehutanan yang menetapkan beberapa kawasan di kabupaten dan kota di Kepri sebagai kawasan hutan lindung dan hutan konversi.
"Selain itu, kami juga ingin menyampaikan permasalahan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Bintan, Batam, Karimun dan Tanjungpinang segera dibenahi. Kami desak pemerintah pusat memberlakukan FTZ secara menyeluruh, dengan ketentuan yang jelas dan tegas," kata Ketua GMNI Tanjungpinang Askarmin Harun.
Sebelumnya, Kapolres Tanjungpinang AKBP Patar Sianipar mengatakan, aksi unjuk rasa tidak diizinkan karena sampai H-3 Tamadun Melayu tidak ada satu pun organisasi yang mengajukan surat pemberitahuan aksi kepada pihak kepolisian.
"Silakan melakukan aksi, tetapi harus sesuai dengan ketentuan. Kami hanya melaksanakan ketentuan yang berlaku dan menjaga Kota Tanjungpinang tetap aman selama Tamadun Melayu dilaksanakan," ujarnya.
Patar juga mengimbau semua pihak untuk bersama-sama mendukung acara berskala internasional yang digelar Pemerintah Kepri tersebut untuk memajukan budaya Melayu.
"Acara itu dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat Kepri, karena itu mari sama-sama kita jaga agar acara tersebut terlaksana secara maksimal," katanya.(Antara)
Editor: Dedi
"Kami tidak mendapat izin dari pihak kepolisian," kata Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tanjungpinang Zainal Abidin.
Aksi corat-coret jalan, sebagaimana yang direncanakan aktivis PMII dan organisasi kemahasiswaan lain juga tidak terealisasi. Padahal, mereka sudah merencanakannya sebagai ekspresi penolakan terhadap penggunaan anggaran daerah sebesar Rp5 miliar untuk acara Tamadun Melayu di Gedung Daerah Tanjungpinang, 27-30 September 2013..
"Pengamanan di setiap sudut kota terlalu ketat," ungkapnya.
PMII menyatakan menolak kunjungan kerja Wakil Presiden Boediono ke Tanjungpinang sebab kegiatan itu tidak memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Kepri.
"Kami tolak kunjungan Boediono di Tanjungpinang," ucapnya.
Boediono tiba di Tanjungpinang sekitar pukul 10.15 WIB, kemudian melakukan perjalanan dari Bandara Raja Haji Fisabillah menuju Gedung Daerah. Seluruh jalan yang dilalui Wakil Presiden dikosongkan, dan mendapat pengamanan yang ketat dari anggota polisi serta TNI.
Selain PMII Tanjungpinang, aktivis dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Tanjungpinang juga tidak jadi menggelar aksi unjuk rasa karena lambat mengajukan surat pemberitahuan kepada pihak yang berwajib.
GMNI Tanjungpinang berkeinginan menyampaikan aspirasi terkait permasalahan strategis yang terjadi di Kepri.
"Sebenarnya kami ingin menyampaikannya langsung kepada Wakil Presiden sebelum membuka acara Tamadun Melayu. Tapi, kami tidak mendapat izin dari pihak kepolisian," ujarnya.
Permasalahan strategis itu, antara lain terkait surat keputusan Kementerian Kehutanan yang menetapkan beberapa kawasan di kabupaten dan kota di Kepri sebagai kawasan hutan lindung dan hutan konversi.
"Selain itu, kami juga ingin menyampaikan permasalahan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Bintan, Batam, Karimun dan Tanjungpinang segera dibenahi. Kami desak pemerintah pusat memberlakukan FTZ secara menyeluruh, dengan ketentuan yang jelas dan tegas," kata Ketua GMNI Tanjungpinang Askarmin Harun.
Sebelumnya, Kapolres Tanjungpinang AKBP Patar Sianipar mengatakan, aksi unjuk rasa tidak diizinkan karena sampai H-3 Tamadun Melayu tidak ada satu pun organisasi yang mengajukan surat pemberitahuan aksi kepada pihak kepolisian.
"Silakan melakukan aksi, tetapi harus sesuai dengan ketentuan. Kami hanya melaksanakan ketentuan yang berlaku dan menjaga Kota Tanjungpinang tetap aman selama Tamadun Melayu dilaksanakan," ujarnya.
Patar juga mengimbau semua pihak untuk bersama-sama mendukung acara berskala internasional yang digelar Pemerintah Kepri tersebut untuk memajukan budaya Melayu.
"Acara itu dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat Kepri, karena itu mari sama-sama kita jaga agar acara tersebut terlaksana secara maksimal," katanya.(Antara)
Editor: Dedi