Tanjungpinang (ANTARA) - Puluhan aktivis menyampaikan doa dalam bentuk puisi agar Nurdin Basirun cukup sekali menjabat sebagai Gubernur Kepulauan Riau.

Puisi itu dibacakan Novi, salah seorang mahasiswi yang bergabung dalam aksi unjuk rasa di Kantor Pemprov Kepri, Jumat.

"Kau..., kami beri nafkah sehari-hari untuk bekerja dengan hati, bukan dengan nafsu birahi. Kau remuk amanah yang telah kami beri. Cukup sekali kau memimpin Kepri. Itu Doa kami!" ucapnya, yang diaminkan puluhan aktivis yang berasal dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dan Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah.

Puisi itu sebagai bentuk kekecewaan para aktivis terhadap sejumlah kebijakan Gubernur Kepri Nurdin, seperti proyek pembangunan Jalan Lingkar Gurindam 12 di Tanjungpinang, dan surat keputusan yang menyebabkan terjadinya pertambangan bauksit di Bintan.

Koordinator aksi, Salim, mengatakan, proyek Gurindam 12 menelan anggaran hampir setengah triliun rupiah, yang dipaksakan dilaksanakan mulai tahun 2018 selama tiga tahun. Padahal saat itu Kepri mengalami defisit anggaran yang besar, pertumbuhan perekonomian yang melambat hingga 2 persen, dan pengangguran yang mencapai 7,12 persen.

"Lantas apa yang ada dibenak Gubernur Kepri sehingga memasukkan rencana proyek itu saat mendekati pengesahan anggaran tahun 2018?" katanya.

Para aktivis juga mensinyalir pemenang lelang proyek itu merupakan perusahaan yang sudah masuk kotak hitam.

"Proyek ini dilaksanakan, baru lobi warga. Padahal seharusnya disesuaikan dengan keinginan masyarakat," ucapnya.

Salim menduga gubernur tidak fokus mengurus pemerintahan. Anggaran daerah seharusnya disalurkan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk membangun ikon Kepri saat jumlah pengangguran dan angka kemiskinan meningkat.

"Harus ada program untuk menumbuhkan perekonomian masyarakat, tetapi yang dilakukan malah menimbun laut untuk kepentingan proyek jalan lingkar. Akibatnya, nelayan terganggu," katanya.

Aktivitas pertambangan bauksit di Bintan juga meresahkan masyarakat. Surat gubernur yang membuka pintu PT Gunung Bintan Abadi mendapat kuota ekspor sebesar 1,6 juta ton, tanpa membangun "smelter". Kondisi Bintan, kata dia kini rusak parah, sementara ijin ekspor berakhir 19 Maret 2019.

Pendapatan Kepri dari pertambangan bauksit tahun 2018 ternyata nol. Sementara kerusakan hutan dan pulau-pulau tidak mungkin dapat diperbaiki dalam waktu cepat.

"Kebijakan gubernur bertentangan dengan visi dan misinya. Hutan dan lingkungan bekas tambang bauksit di Bintan rusak parah. Siapa yang bertanggung jawab? Kami dukung KPK dan KLHK mengungkap kasus ini sampai ke akar-akarnya," ucapnya.***2***
 

Pewarta : Nikolas Panama
Editor : Kabiro kepri
Copyright © ANTARA 2024