Natuna (ANTARA) - BM Syamsuddin memiliki nama Asli Bujang Mat Syamsudin adalah seorang sastrawan, lahir di Sedanau, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, 10 Mei 1935 dan meninggal dunia pada usia 85 tahun di Padang dan dikebumikan di Pekanbaru 20 Februari 1997.
Komunitas Natunasastra sebagai pelaksana kegiatan malam mengenang 24 tahun karya BM Syamsuddin berharap dengan diadakannya kegiatan tersebut agar tumbuh kembali semangat generasi muda Natuna untuk memelihara budaya melalui karya sastra setempat.
"Tujuan acara tidak lain untuk memberi penghargaan kepada BM Syamsuddin dengan cara yang sederhana dan mampu Natunasastra lakukan", kata Destriyadi Imam N usai acara yang digelar di Pondok Sepertiga Malam, Pramuka, Ranai, Natuna, Sabtu malam.
Selain itu juga, ia mengatakan ingin mengajak para generasi muda agar lebih mengenal tokoh sastrawan asal Natuna itu.
" Kami ingin mengajak teman - teman untuk saling merenungi diri sendiri sejauh mana kita mengenal BM Syamsuddin karena kiprah beliau sangat luar biasa untuk kebudayaan dan sastra di Riau dan Kepulauan Riau, khususnya Natuna", kata Destriyadi.
Hadir pula dalam acara tersebut, Rita Rupiati putri BM Syamsuddin, Ia mengisahkan awal mula ayahnya menggeluti dunia sastra sejak kecil dan karyanya mulai dikenal berawal dari BM Syamsuddin pergi merantau ke Pekanbaru, Riau.
"Karena beliau menganggap karyanya tidak akan berkembang jika tetap bertahan di Natuna saat itu, kami juga sempat ditinggalkan beberapa lama di Penagi (Natuna) demi ia mengejar cita-cita beliau sebagai sastrawan, saat itu saya masih sangat kecil", ujar Rita.
Ia juga menceritakan kecilnya BM.Syamsuddin belajar menulis diawali dengan sering membantu teman-teman kecilnya membuat surat.
"Berawal dari menulis surat cinta para sahabat kecilnya, dari situlah Ia terus belajar dan mendalami karya tulis", kata Rita.
Ia juga mengatakan latar belakang keluarga ayahnya atau orang tua BM Syamsuddin tidak ada yang memiliki bakat sebagai sastrawan.
"Semua itu beliau dapatkan secara otodidak, namun yang disayangkan juga sebaliknya hingga saat ini anak-anaknya satupun tidak ada yang bisa meneruskan itu, sedih, tetapi apa boleh buat, hal ini memang sulit dan kami tidak memiliki bakat untuk itu", kata Rita.
Dari sekian banyak karya ayahnya yang paling berkesan dalam ingatan Rita adalah sebuah karya yang berjudul Berkelincing.
"Kelincing itukan kuat makan dan pendiam, Ia pernah mengatakan inspirasi beliau menulis itu melihat sikap dari salah satu anaknya, itu mungkin dia bergurau, namun itulah yang membuat saya selalu ingat akan karya beliau tersebut", kata Rita.
Ia berharap karya BM Syamsuddin bisa dicetak ulang, menjadi karya yang tetap mendapat tempat di hati generasi muda, serta buku beliau juga akan selalu beredar di masyarakat.
"Justru yang meminta cetak ulang karya beliau malah dari luar daerah seperti Papua dan daerah lain, padahal karya beliau banyak mengangkat cerita rakyat masyarakat Natuna", kata Rita.
Sementara, Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Natuna, Hadisun saat menghadiri kegiatan tersebut mengatakan pemerintah sangat mengapresiasi kegiatan tersebut.
"Indikator dari hidupnya budaya, kesenian, adab, tradisi, sejarah, cagar budaya, adalah munculkan kepedulian generasi muda akan hal seperti ini, inilah ruhnya pariwisata", kata Hadisun.
Agak berjalan baik, katanya lagi, harus sering digalakkan karya sastra, kesenian, budaya dan lainnya akan terus tumbuh.
"Dua tahun lalu sastra dan sejarah belum ada penggiat, mungkin belum waktunya muncul, komunitas sastra dan sejarah baru bermunculan pada saat ini, itu pun karena ada beberapa pemuda yang sudah menekuni itu", kata Hadisun.
Ia mengakui sejak Kabupaten Natuna berdiri, fasilitas penunjang para sastrawan dan para pekerja seni lainnya belum maksimal.
"Sebut saja panggung, sastra jika tidak ada itu dia akan mati, sastrawan Natuna luar biasa, banyak, salah satunya BM. Syamsudin asal Sedanau yang terkenal dengan cerita rakyatnya, khususnya dunia pendidikan dan cerita pendek, adapula Abdullah Kadir Ibrahim asal Kelarik dan banyak lagi," kata Hadisun.
Ia berharap dengan bangkitnya generasi muda saat ini, akan tumbuh dan berkembang lagi dunia sastra di Natuna.
Pariwisata dan budaya sangat erat kaitannya, kata Hadisun, namun ada persoalan yang harus diperhatikan saat ini oleh pemerintah.
"Kita akui kurangnya dukungan pemerintah, karena budaya akan tumbuh jika ada upaya penyelamatan, pengembangan, pembinaan, barulah pemanfaatan, pariwisata kan hanya memanfaatkan saja, terpenting adalah memeliharanya", kata Hadisun.
Selain menyuguhkan hasil karya tulis B.M.Syamsuddin acara juga diisi dengan kegiatan membaca puisi oleh para pelajar, mahasiswa, pemuda dan tamu yang hadir.
Komunitas Natunasastra sebagai pelaksana kegiatan malam mengenang 24 tahun karya BM Syamsuddin berharap dengan diadakannya kegiatan tersebut agar tumbuh kembali semangat generasi muda Natuna untuk memelihara budaya melalui karya sastra setempat.
"Tujuan acara tidak lain untuk memberi penghargaan kepada BM Syamsuddin dengan cara yang sederhana dan mampu Natunasastra lakukan", kata Destriyadi Imam N usai acara yang digelar di Pondok Sepertiga Malam, Pramuka, Ranai, Natuna, Sabtu malam.
Selain itu juga, ia mengatakan ingin mengajak para generasi muda agar lebih mengenal tokoh sastrawan asal Natuna itu.
" Kami ingin mengajak teman - teman untuk saling merenungi diri sendiri sejauh mana kita mengenal BM Syamsuddin karena kiprah beliau sangat luar biasa untuk kebudayaan dan sastra di Riau dan Kepulauan Riau, khususnya Natuna", kata Destriyadi.
Hadir pula dalam acara tersebut, Rita Rupiati putri BM Syamsuddin, Ia mengisahkan awal mula ayahnya menggeluti dunia sastra sejak kecil dan karyanya mulai dikenal berawal dari BM Syamsuddin pergi merantau ke Pekanbaru, Riau.
"Karena beliau menganggap karyanya tidak akan berkembang jika tetap bertahan di Natuna saat itu, kami juga sempat ditinggalkan beberapa lama di Penagi (Natuna) demi ia mengejar cita-cita beliau sebagai sastrawan, saat itu saya masih sangat kecil", ujar Rita.
Ia juga menceritakan kecilnya BM.Syamsuddin belajar menulis diawali dengan sering membantu teman-teman kecilnya membuat surat.
"Berawal dari menulis surat cinta para sahabat kecilnya, dari situlah Ia terus belajar dan mendalami karya tulis", kata Rita.
Ia juga mengatakan latar belakang keluarga ayahnya atau orang tua BM Syamsuddin tidak ada yang memiliki bakat sebagai sastrawan.
"Semua itu beliau dapatkan secara otodidak, namun yang disayangkan juga sebaliknya hingga saat ini anak-anaknya satupun tidak ada yang bisa meneruskan itu, sedih, tetapi apa boleh buat, hal ini memang sulit dan kami tidak memiliki bakat untuk itu", kata Rita.
Dari sekian banyak karya ayahnya yang paling berkesan dalam ingatan Rita adalah sebuah karya yang berjudul Berkelincing.
"Kelincing itukan kuat makan dan pendiam, Ia pernah mengatakan inspirasi beliau menulis itu melihat sikap dari salah satu anaknya, itu mungkin dia bergurau, namun itulah yang membuat saya selalu ingat akan karya beliau tersebut", kata Rita.
Ia berharap karya BM Syamsuddin bisa dicetak ulang, menjadi karya yang tetap mendapat tempat di hati generasi muda, serta buku beliau juga akan selalu beredar di masyarakat.
"Justru yang meminta cetak ulang karya beliau malah dari luar daerah seperti Papua dan daerah lain, padahal karya beliau banyak mengangkat cerita rakyat masyarakat Natuna", kata Rita.
Sementara, Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Natuna, Hadisun saat menghadiri kegiatan tersebut mengatakan pemerintah sangat mengapresiasi kegiatan tersebut.
"Indikator dari hidupnya budaya, kesenian, adab, tradisi, sejarah, cagar budaya, adalah munculkan kepedulian generasi muda akan hal seperti ini, inilah ruhnya pariwisata", kata Hadisun.
Agak berjalan baik, katanya lagi, harus sering digalakkan karya sastra, kesenian, budaya dan lainnya akan terus tumbuh.
"Dua tahun lalu sastra dan sejarah belum ada penggiat, mungkin belum waktunya muncul, komunitas sastra dan sejarah baru bermunculan pada saat ini, itu pun karena ada beberapa pemuda yang sudah menekuni itu", kata Hadisun.
Ia mengakui sejak Kabupaten Natuna berdiri, fasilitas penunjang para sastrawan dan para pekerja seni lainnya belum maksimal.
"Sebut saja panggung, sastra jika tidak ada itu dia akan mati, sastrawan Natuna luar biasa, banyak, salah satunya BM. Syamsudin asal Sedanau yang terkenal dengan cerita rakyatnya, khususnya dunia pendidikan dan cerita pendek, adapula Abdullah Kadir Ibrahim asal Kelarik dan banyak lagi," kata Hadisun.
Ia berharap dengan bangkitnya generasi muda saat ini, akan tumbuh dan berkembang lagi dunia sastra di Natuna.
Pariwisata dan budaya sangat erat kaitannya, kata Hadisun, namun ada persoalan yang harus diperhatikan saat ini oleh pemerintah.
"Kita akui kurangnya dukungan pemerintah, karena budaya akan tumbuh jika ada upaya penyelamatan, pengembangan, pembinaan, barulah pemanfaatan, pariwisata kan hanya memanfaatkan saja, terpenting adalah memeliharanya", kata Hadisun.
Selain menyuguhkan hasil karya tulis B.M.Syamsuddin acara juga diisi dengan kegiatan membaca puisi oleh para pelajar, mahasiswa, pemuda dan tamu yang hadir.