Batam (ANTARA) - Dewan Kesenian Riau (DKR) bekerja sama dengan Universitas Lancang Kuning (Unilak) akan mengelar Festival Sutardji Calzoum Bachri (FSCB) pada 24-26 Juni di Pekanbaru, Riau.
“Kegiatan ini diharapkan dapat terlaksana berkala untuk terus menghidupkan semangat kreatif yang berakar pada tradisi tanpa melupakan perkembangan sejagat,” kata Ketua Umum DKR, Taufik Hidayat, kepada pers Kamis.
Menurut dia, kegiatan tersebut terbuka bagi pencinta sastra dari mana pun mereka berada termasuk dari negara serumpun dan akan dilakukan secara virtual.
“Oleh karena keadaan, sebagian besar kegiatan dilaksanakan secara virtual. Isnya Allah, Bang Tadji juga ikut bersama kita di Pekanbaru,” kata Taufik.
Ia menjelaskan pada tahap awal, FSCB diisi dengan serangkaian kegiatan yang sudah dipersiapkan sejak lama. Di antaranya adalah syukuran 80 tahun SCB, peluncuran buku Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri oleh Taufik Ikram Jamil, pengumuman pemenang video klip puisi Sutardji, dan simposium. Semua kegiatan didukung oleh Pemprov Riau dan Lembaga Adat Melayu Riau.
Taufik mengatakan, rangkaian kegiatan tersebut tinggal pelaksanaannya lagi karena bahannya sudah tersedia. Buku biografi Sutardji sudah selesai dicetak, sedangkan sayembara video klip puisi sudah ditutup dengan peserta 251 orang/kelompok yang berasal dari berbagai daerah Indonesia.
“Jumlah peserta sayembara video klip puisi di luar dugaan kami membeludak, sebab kami memperkirakan hanya diikuti 50-an peserta atau kelompok,” katanya.
Pada simposium diharapkan pembicaraan kreatif dan akademis tentang kredo-kredo puisi Sutardji. Pasalnya, kredo puisi Sutardji tidak hanya satu sebagaimana yang diketahui selama ini, tetapi ternyata dua kredo yang dimuat dalam buku SCB terbaru “Kecuali”, 2021. Hal ini tentu menarik, untuk melihat hubungan dan materinya--belum lagi mengingat kredo itu sendiri tergolong langka dibuat oleh penyair di dunia.
Pada bagian syukuran 80 tahun SCB, ditampilkan pembacaan puisi oleh SCB sendiri bersama kelompok seniman di Riau. Penampilan ini menekankan bagaimana konsep perpuisian Nusantara tidak hanya tergantung pada aksara, tetapi juga lisan. Keduanya tidak dapat dipisahkan yang sejak lama wujud dan diolah SCB sebagai sesuatu yang baru.
Taufik Hidayat megatakan, festival ini tentu tidak saja membicarakan karya SCB, tetapi semua karya sastra dan implikasinya secara bertahap dan rambang. SCB sebagai simbol antara lain untuk mengatakan bagaimana keberaksaraan dan kelisanan tidak bisa dipisahkan dalam sistem sastra Nusantara yang berbeda dengan Barat yang menekankan pada keberaksaraan semata.
Komentar