"Allahu Akbar" Membahana di Langit Mesir

id mesir, mubarak, mundur, militer, amerika

Kairo (ANTARA) - Begitu Wakil Presiden Mesir Omar Suleiman mengumumkan mundurnya Presiden Hosni Mubarak pada Jumat malam, kumandang takbir "Allahu Akbar" dari jutaan pengunjuk rasa membahana di langit Mesir dan bersahut-sahutan.

Kebahagian meluap luar biasa terlihat di Tahrir ketika sekitar satu juta pengunjuk rasa masih bertahan setelah shalat Jumat di bundaran tersohor di pusat ibu kota Kairo itu.

Ketika shalat Jumat di Tahrir, sebagian besar anggota jamaah terpaksa shalat dalam posisi berdiri akibat padatnya manusia.

Masyarakat yang berdiam di rumah juga tumpah ruah di jalan untuk merayakan sejarah baru itu.

"Ini adalah hasil perjuangan pemuda Mesir yang beberapa di antaranya gugur sebagai bunga bangsa," teriak seorang wanita berkerudung, merujuk pada lebih dari 100 pengunjuk rasa tewas akibat bentrok dengan polisi pada sejak 28 Januari.

Sejumlah tentara Mesir, yang melakukan penjagaan keamanan di Budaran Tahrir, melakukan sujud syukur atas berakhir krisis politik di negeri Piramida itu.

"Alhamdulillah," kata seorang tentara setelah sujud syukur.

Militer Mesir, yang dalam tiga pekan terakhir mengerahkan tank-tank tempur di Kairo dan sejumlah provinsi, mengambil alih pelaksanaan keamanan dari kepolisian.

Sejak 28 Januari, polisi menghilang akibat terkalahkan oleh aksi unjuk rasa.

Wakil Presiden Omar Suleiman mengumumkan pengunduran diri tersebut setelah beberapa jam sebelumnya Presiden Mubarak dan keluarganya meninggalkan ibu kota Kairo menuju ke Sharm El-Shaikh, kota wisata pesisir Laut Merah (500 km arah timur Kairo).

Mubarak meninggalkan ibu kota Mesir itu pada hari ke-18 protes besar-besaran yang menuntut pengunduran dirinya segera.

Kendati telah menawarkan beberapa konsesi, jutaan pemrotes menolak tegas.

Beberapa konsesi yang ia telah tawarkan, antara lain tidak lagi mencalonkan diri dalam pemilihan presiden pada September dan amandemen konstitusi.

Sebelum itu Mubarak membentuk kabinet baru dan pengangkatan wakil presiden, yang merupakan pertama kali sejak ia menggantikan Presiden Anwar Sadat pada 1981.

Selain sorak sorai dan takbir membahana, mobil-mobil di jalanan juga menyalakan klakson bersahut-sahutan.

Jutaan pengunjuk rasa yang masih bertahan di Tahrir sejak selesai shalat Jumat (11/2) dan berjanji tidak akan kembali ke rumah sebelum Mubarak mundur.

Ribuan pemrotes lainnya mengepung Istana El Qobba, salah satu Istana di Kairo yang biasanya menjadi tempat menginap tamu negara termasuk Presiden Soekarno dan Presiden Megawati Soekarno Putri ketika berkunjung.

Perubahan iklim politik di Mesir dalam 24 jam menjelang mundurnya Mubarak berubah begitu cepat.

Pada Kamis malam, Mubarak menyampaikan pidato -- yang semula diduga kuat akan mengumumkan pengunduran diri -- tapi ternyata dalam pidatonya menyatakan tidak mundur dan mengalihkan kekuasaan kepada Wapres Suleiman.

Pengalihan kekuasaan kepada Suleiman bukannya membuat pengunjuk tenang, tapi semakin marah, dan bahkan meminta Suleiman mengundurkan diri.

Militer juga dalam 24 jam terakhir telah dua kali menyampaikan Memo Surat Keputusan Dewan Tertinggi Militer yang menyatakan akan tetap memelihara keamanan negara.

Para aktivis muda prodemokrasi yang menuntut pengunduran Mubarak diilhami oleh pemberontakan di Tunisia yang menggulingkan Presiden Zine El Abidine Ben Ali bulan lalu.

Ben Ali meninggalkan negaranya ke Arab Saudi pada pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri.

Seperti Mubarak, Ben Ali juga menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014.

Ben Ali, istri dan beberapa anggota keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkapnya atas tuduhan korupsi.
   
Militer bermain cantik

Faktor militer sangat menentukan sehingga aksi kekerasan tidak meluas setelah polisi menghilang dari publik.

Setelah menyembunyikan diri akibat terkalahkan pengunjuk rasa sejak 28 Januari, Presiden Mubarak selaku Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata menginstruksikan militer untuk memulihkan keamanan.

Mubarak juga mengumumkan jam malam atau jam larangan keluar rumah di malam hari sejak 28 Januari.

Semula pemberlakukan jam malam itu hanya berlaku di tiga kota saja yaitu Kairo, Iskandariyah dan Suez, namun belakangan diperluas ke seantero negara.

Awalnya, jam malam itu berlaku mulai pukul 18.00-06.00, tapi kemudian diperpanjang menjadi 15.00-08.00, dan pekan lalu diperpendek kembali seperti pertama.

Tentara disambut hangat oleh pemrotes saat mengerahkan tank-tank tempur ke pusat kota Kairo pada Jumat (28/1) petang.

Militer sepanjang krisis politik tiga pekan terakhir ini tampak bermain cantik secara persuasif meredakan aksi massa.

Tidak satu pun tembakan tank-tank tempur selama dikerahkan dan militer telah berulang kali menyatakan tidak akan pernah menyakiti hati rakyat.

Selain pengerahan tank-tank tempur di Bundaran Tahrir dan tempat-tempat strategis, sejumlah helikopter dan jet tempur angkatan udara  terbang rendah di atas Tahrir.

Militer pada awal pekan ini juga menilai tuntutan perubahan oleh rakyat Mesir adalah "sah".

"Keberadaan militer di tengah masyarakat adalah untuk kebaikan kita semua dan demi keselamatan dan keamanan bangsa, dan mereka tidak akan menggunakan kekerasan terhadap bangsa besar ini," kata militer dalam taklimatnya.

Taklimat militer juga menegaskan, "Kebebasan berpendapat dengan cara-cara damai merupakan hak setiap orang. Militer menyadari dan mengakui tuntutan sah rakyat tercinta."

Menteri Pertahanan Mesir, Mohamed Hussein Tantawi, yang kini memimpin Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata pengganti Presiden Mubarak, telah beberapa kali dalam dua pekan terakhir mengunjungi Tahrir yang disambut pengunjuk rasa bagai pahlawan.
(M043/M016/Btm1)

Komentar

Komentar menjadi tanggung jawab anda sesuai UU ITE