Tanjungpinang (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu Provinsi Kepulauan Riau menggalang jurnalis dari enam media massa di Provinsi Kepulauan Riau untuk mencegah berita hoaks terkait dengan pemilu.
Anggota Bawaslu Provinsi Kepri Maryamah di Tanjungpinang, Rabu, mengatakan bahwa pihaknya membutuhkan informasi dari jurnalis terkait dengan berita hoaks soal pemilu sebagai bahan untuk menyusun indeks kerawanan pemilu.
"Berita dan informasi hoaks soal pemilu salah satu bentuk kerawanan pemilu yang berpotensi menimbulkan konflik sehingga kami membutuhkan informasi terkait dengan hal tersebut dari para jurnalis, yang tentunya memahami soal itu," katanya.
Mantan anggota Bawaslu Tanjungpinang itu mengemukakan berdasarkan pengalaman Pemilu 2019 dan Pilkada Kepri 2020, informasi hoaks dan berita hoaks kerap muncul pada saat kampanye, masa tenang, hingga hari pemungutan suara.
Menurut dia, berita hoaks tersebut diproduksi media massa yang tidak dikenal publik. Namun, tautan berita tersebut disebar di media sosial sehingga ramai dibaca publik.
Informasi hoaks, lanjut dia, juga tersebar di media sosial. Menjelang pemilu dan pilkada, biasanya muncul banyak akun baru untuk kepentingan politik tertentu.
Berita hoaks di media massa dan informasi hoaks di media sosial, kata Maryamah, berpotensi membentuk opini publik sehingga mudah memicu konflik. Penyelenggara pemilu, pemerintah, dan masyarakat dirugikan akibat informasi tersebut.
"Biasanya itu ada situs yang seolah-olah seperti situs berita, padahal hanya muncul menjelang pemilu dan pilkada. Tidak ada penanggung jawab media tersebut, dan kolom redaksinya kosong. Situs ini hanya untuk menyerang peserta pemilu dan pilkada, penyelenggara pemilu, dan partai politik melalui berita hoaks," ujarnya.
Maryamah mengatakan bahwa berita dan informasi hoaks merupakan salah satu isu pemilu yang seksi sehingga perlu ditangani secara serius. Media massa yang profesional juga memiliki tanggung jawab memerangi berita dan informasi hoaks.
"Banyak media massa sekarang yang menyediakan kolom cek fakta untuk memeriksa kebenaran informasi yang beredar di media massa tertentu dan media sosial," ujarnya.
Selain menggali informasi dari jurnalis dari enam media massa di Kepri, Maryamah menuturkan bahwa pengumpulan data indeks kerawanan pemilu terkait dengan berita dan informasi hoaks juga melibatkan Polda Kepri dan Badan Intelijen Negara (BIN).
"Informasi, saran dan pendapat dari lembaga itu dibutuhkan sebagai upaya pencegahan berita dan informasi hoaks soal pemilu," katanya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap informasi tertentu, terutama yang menyangkut isu sensitif. Masyarakat pembaca harus memastikan informasi tersebut sebelum menyebarluaskannya.
"Hal itu terutama terkait pemilu, masyarakat memiliki banyak akses untuk mengetahui apa benar informasi yang dibacanya," kata Maryamah.
Anggota Bawaslu Provinsi Kepri Maryamah di Tanjungpinang, Rabu, mengatakan bahwa pihaknya membutuhkan informasi dari jurnalis terkait dengan berita hoaks soal pemilu sebagai bahan untuk menyusun indeks kerawanan pemilu.
"Berita dan informasi hoaks soal pemilu salah satu bentuk kerawanan pemilu yang berpotensi menimbulkan konflik sehingga kami membutuhkan informasi terkait dengan hal tersebut dari para jurnalis, yang tentunya memahami soal itu," katanya.
Mantan anggota Bawaslu Tanjungpinang itu mengemukakan berdasarkan pengalaman Pemilu 2019 dan Pilkada Kepri 2020, informasi hoaks dan berita hoaks kerap muncul pada saat kampanye, masa tenang, hingga hari pemungutan suara.
Menurut dia, berita hoaks tersebut diproduksi media massa yang tidak dikenal publik. Namun, tautan berita tersebut disebar di media sosial sehingga ramai dibaca publik.
Informasi hoaks, lanjut dia, juga tersebar di media sosial. Menjelang pemilu dan pilkada, biasanya muncul banyak akun baru untuk kepentingan politik tertentu.
Berita hoaks di media massa dan informasi hoaks di media sosial, kata Maryamah, berpotensi membentuk opini publik sehingga mudah memicu konflik. Penyelenggara pemilu, pemerintah, dan masyarakat dirugikan akibat informasi tersebut.
"Biasanya itu ada situs yang seolah-olah seperti situs berita, padahal hanya muncul menjelang pemilu dan pilkada. Tidak ada penanggung jawab media tersebut, dan kolom redaksinya kosong. Situs ini hanya untuk menyerang peserta pemilu dan pilkada, penyelenggara pemilu, dan partai politik melalui berita hoaks," ujarnya.
Maryamah mengatakan bahwa berita dan informasi hoaks merupakan salah satu isu pemilu yang seksi sehingga perlu ditangani secara serius. Media massa yang profesional juga memiliki tanggung jawab memerangi berita dan informasi hoaks.
"Banyak media massa sekarang yang menyediakan kolom cek fakta untuk memeriksa kebenaran informasi yang beredar di media massa tertentu dan media sosial," ujarnya.
Selain menggali informasi dari jurnalis dari enam media massa di Kepri, Maryamah menuturkan bahwa pengumpulan data indeks kerawanan pemilu terkait dengan berita dan informasi hoaks juga melibatkan Polda Kepri dan Badan Intelijen Negara (BIN).
"Informasi, saran dan pendapat dari lembaga itu dibutuhkan sebagai upaya pencegahan berita dan informasi hoaks soal pemilu," katanya.
Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap informasi tertentu, terutama yang menyangkut isu sensitif. Masyarakat pembaca harus memastikan informasi tersebut sebelum menyebarluaskannya.
"Hal itu terutama terkait pemilu, masyarakat memiliki banyak akses untuk mengetahui apa benar informasi yang dibacanya," kata Maryamah.