London (ANTARA) - Kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB), telah "menggoyahkan kepercayaan pada perbankan AS" karena kekhawatiran yang meningkat atas simpanan bank, kata seorang pakar.

Kehancuran Silicon Valley Bank yang padat teknologi telah "membuat orang jauh lebih khawatir tentang simpanan bank mereka, dan rumor apa pun akan ditindaklanjuti ... lebih cepat. Saya pikir itu risiko besar," Charles Read, seorang pakar ekonomi dan sejarah di University of Cambridge mengatakan kepada Xinhua baru-baru ini.

Read mengatakan sejak krisis keuangan global 2008, masyarakat tidak lagi percaya pada sektor perbankan, sehingga penarikan dana bank besar-besaran akan terjadi lebih cepat.

Teknologi juga mempermudah pengambilan uang dari bank secara daring, dan orang akan melakukannya kapan pun mereka khawatir, kata Read menjelaskan.

SVB ditutup regulator AS pada Jumat (10/3/2023) setelah pemberi pinjaman itu melaporkan kerugian besar dari penjualan sekuritas, memicu pelarian simpanan bank. Itu adalah kegagalan bank terbesar kedua dalam sejarah AS, dan segera diikuti oleh penutupan Signature Bank, pemberi pinjaman sektor uang kripto pada Ahad (12/3/2023).

Read mengatakan bahwa alasan yang mendasari jatuhnya SVB adalah kenaikan suku bunga. Federal Reserve AS telah menaikkan suku bunga secara agresif dalam satu tahun terakhir, dalam upaya untuk mengekang inflasi yang merajalela.

Kenaikan suku bunga telah memberikan tekanan signifikan pada sistem keuangan global, kata Read.

"Perbankan bisa kesulitan saat suku bunga naik," jelasnya. "Jika suku bunga naik, akan menjadi lebih mahal bagi mereka untuk menarik simpanan... Hal itu juga melemahkan kelayakan kredit orang yang telah mereka pinjami uang. Jadi, mereka merasa lebih sulit untuk melunasi utangnya ketika suku bunga naik."

Meskipun ini biasanya merupakan proses yang cukup lambat, SVB terpukul keras ketika suku bunga jangka pendek naik di atas suku bunga jangka panjang, menurut Read.

SVB tiba-tiba mengalami kesulitan setelah meminjam dalam jangka pendek dan meminjamkan dalam jangka panjang.

Sementara itu, dari Tanah Air dilaporkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan tidak ada lembaga keuangan di Indonesia yang memiliki kaitan langsung dengan Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat yang pada 10 Maret 2023 sudah ditutup.

“Pantauan sejauh ini tidak ada terkait langsung,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam seminar internasional terkait lembaga penilaian kredit di Nusa Dua, Bali, Kamis.

Sejauh ini, lanjut dia, setelah penutupan SVB oleh Federal Deposit Insurance Corporation Amerika Serikat, dampak yang terasa hanya sebatas psikologis terhadap industri keuangan.

Regulator itu memastikan tidak ada bank di Tanah Air yang dalam status membutuhkan resolusi misalnya bank dalam penyehatan hingga dalam pengawasan.

“Artinya sejauh ini bagus saja, mudah-mudahan ini dampak psikologis saja, mungkin takut bisa ada rush tapi kami yakinkan bahwa kondisi lembaga jasa keuangan Indonesia relatif baik,” kata dia 

Menurut dia, fundamental ekonomi Indonesia dalam kondisi yang baik yang ditunjukkan oleh sejumlah indikator di antaranya pertumbuhan kredit perbankan yang tumbuh di atas 10 persen.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kolapsnya Silicon Valley Bank guncang kepercayaan pada perbankan AS

Pewarta : Apep Suhendar
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2024