Jakarta (ANTARA) - Palestina meminta Indonesia dan komunitas internasional mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan guna membantu menghentikan pelanggaran HAM dan kejahatan perang yang dilakukan Israel.

"Kami memohon kepada Pemerintah Indonesia dan semua pendukung kebebasan Palestina di negara ini untuk mengintervensi dan mengaktifkan mekanisme hukum internasional," kata Kedutaan Besar Palestina di Jakarta dalam sebuah pernyataan pada Selasa.

Palestina juga meminta Indonesia untuk mendorong pengaktifan mekanisme hukum kemanusiaan internasional dan menuntut Israel untuk bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran melawan warga sipil.

Pernyataan itu disampaikan oleh Kedubes Palestina menjelang peringatan peristiwa Nakba yang jatuh pada 15 Mei. Nakba diperingati sebagai salah satu peristiwa yang dianggap kelam bagi Bangsa Palestina sejak 1948.

Peristiwa Nakba merupakan salah satu dari akar permasalahan atas apa yang terjadi saat ini di tanah Palestina yang terjajah.

"Kejadian ini juga merupakan akar dari penderitaan bangsa kami yang berkelanjutan," kata pernyataan Kedubes Palestina.

Peristiwa Nakba mengarah pada tragedi pengusiran massal dan pembersihan etnis terhadap rakyat Palestina, dengan wilayah kota-kota dan pedesaan Palestina dikuasai oleh para pemukim Yahudi, menurut pernyataan itu.

Penduduk lokal Palestina secara terpaksa terusir dan tidak pernah diterima untuk kembali. Peristiwa Nakba bukan hanya terjadi pada masa lalu, tetapi masih berlangsung hingga saat ini.

"Bagi Israel, pengambilan paksa dengan kekerasan 78 persen wilayah sejarah Palestina tidaklah cukup. Pencurian tanah, pengusiran dan penindasan tidak pernah berhenti terjadi walau hanya sehari," kata Kedubes Palestina.

Proyek pemukim kolonial Israel disebut sebagai permulaan untuk menyingkirkan warga Palestina dari dari rumah dan kampung halaman mereka, lalu menggantinya dengan penduduk Israel.

"Inilah eskalasi hari ini dan tindakan kekerasan melawan orang-orang Palestina hanya bisa dipahami dalam konteks yang dijelaskan ini," kata Kedubes Palestina dalam pernyataan itu.

"Seluruh organisasi HAM  kemudian setuju pada fakta bahwa kita hidup di situasi apartheid, dan tindakan melawan bangsa Palestina adalah bagian dari tindakan kejahatan perang," katanya lebih lanjut.

Untuk itu, Pemerintah Palestina meminta Pemerintah Indonesia untuk menuntut Israel untuk bertanggung jawab atas tindakan pelanggaran melawan warga sipil Palestina.

Mereka juga meminta komunitas internasional untuk mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan guna membantu menghentikan pelanggaran HAM dan kejahatan perang yang dilakukan oleh Israel.

Sementara itu, Palestina mendesak Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) untuk menghentikan proyek permukiman ilegal Israel di situs arkeologi Sebastia di Tepi Barat.

"Kami menyerukan UNESCO untuk mencegah otoritas pendudukan (Israel) membangun proyek permukiman di dekat Desa Sebastia (utara Kota Nablus)," ujar Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh dalam rapat kabinet pada Senin (8/5).

Dia memperingatkan bahwa proyek permukiman Israel akan menyebabkan kerusakan parah pada situs bersejarah di dekat desa tersebut.

Wali Kota Sebastia Mohammad Azem mengatakan bahwa proyek Israel bertujuan untuk mengubah situs arkeologi menjadi sebuah taman.

“Proyek tersebut termasuk membangun jalan, melakukan penggalian, dan membangun jaringan listrik yang akan benar-benar mengubah karakter sejarah daerah tersebut,” kata Azem kepada Anadolu.

Situs Sebastia merupakan situs kuno dan bersejarah yang berasal dari zaman Hellenistik dan Romawi.

Menurut surat kabar Haaretz, pemerintah Israel menyetujui pengajuan untuk menginvestasikan 29 juta syikal Israel (sekitar Rp118,1 miliar) untuk mengembangkan situs Sebastia agar lebih banyak pemukim bisa mengakses daerah tersebut dan untuk mengurangi akses warga Palestina ke sana.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Palestina minta Indonesia bantu hentikan pelanggaran HAM Israel

Pewarta : Katriana
Editor : Yuniati Jannatun Naim
Copyright © ANTARA 2024